CERPEN : CINTA PERTAMA 2

CINTA PERTAMA 2

Aku termanggu disudut kelas menatap pekerjaanku yang masih berupa sketsa. Harusnya cepat ku selesaikan lukisanku itu. Tetapi benakku hanya dipenuhi impian dan warna yang samar-samar bisa ku terjemahkan. Pandanganku menerawang entah kemana. Tiba-tiba siluet wajah seseorang menegas seiring suara riuh murid-murid yang perlahan terdengar jelas, seperti volume radio yang sedikit-sedikit dinaikkan. Wajah itu kini jelas melemparkan senyuman kecil padaku. Aku tak bisa mengelak lagi, dengan kegugupan yang coba ku sembunyikan, aku balas senyumnya dengan delikan. "Apa!" tanyaku ketus tanpa suara. Wajah kecil yang ramah itu malah kian melebarkan senyumnya. Ah, tak tahan ku tundukan wajahku. Tampaknya kutemukan tema yang cocok untuk lukisan ku. Matahari yang oranye di langit yang biru. Senyum dari wajah kecil itu mengingatkan ku tentang pemandangan langit di pagi hari. Hangat dan damai.

Seorang gadis kecil yang pendiam dan pemalu. Aku dikelas enam SD benar-benar bukan gadis kecil yang menarik. Terlalu pemalu hingga menarik diri dari berbagai bentuk sorotan. Tidak menonjol sama sekali. Aku tinggal di dunia kecilku yang kubangun sendiri. Bermimpi menjadi seorang putri kecil yang bisa terbang di antara awan dan berenang bersama putri duyung dan lumba-lumba.

Persahabatanku dengan seorang gadis cilik yang periang dan populer pun kadang masih ku pertanyakan bagaimana awalnya. Sejauh yang bisa ku ingat adalah ia membelaku dari tekanan kakak kelas saat kami di kelas empat dan aku membantunya menyelesaikan prakaryanya. Namun kami baru benar-benar dekat ketika kelas lima. Entah kenapa aku menangis ketika Hani dipilih menjadi wakil dari kelas kami yang akan mengikuti kemping persahabatan antar sekolah selama seminggu di Cibubur. Dia memelukku dan kami pun menangis bersama. Aku tidak tahu mengapa aku menangis, bahkan aku merasa konyol jika mengingat hal itu. Kami kan hanya berpisah selama seminggu. Tapi Hani, dia terharu melihat aku menangisi kepergiannya. Dan sejak saat itu kami tak terpisahkan.

Hani membantuku melewati masa kecil ku yang kan tersia-sia jika ku tetap bersembunyi di dunia mimpiku yang indah bagi diriku sendiri. Dia yang mendorongku untuk mengikuti berbagai lomba melukis untuk membagi mimpiku dengan yang lain. Tapi aku masih gadis cilik yang suka berkhayal. Sendiri di kursiku, asyik mencorat-coret bagian belakang buku tulis. Aku suka berteman dan bercanda, tapi aku juga suka menyendiri. Maka tidak heran jika aku tidak mendapat perhatian sebanyak Hani yang periang dan juara kelas. Tapi aku tidak ambil peduli. Aku bahagia dengan pinsil gambarku dan sudut favoritku di kelas. Dan teman-temanku pun terbiasa dengan itu hingga mereka tidak lagi berusaha keras untuk membuat aku keluar dan bermain dilapangan bersama mereka ketika waktu istirahat tiba.

Aku memang terbiasa dengan ketidak acuhan teman-teman, sebaliknya, ketika seorang laki-laki kecil menghampiriku dan menyapaku dengan sangat ramah, aku tertegun takjub selama.....sehari penuh. Kelas enam SD adalah masa ketika perempuan dan laki-laki cilik menemui diri mereka berbeda, karena itu biasanya di masa ini anak perempuan dan laki-laki punya kelompok masing-masing. Mereka berinteraksi hanya saat kerja kelompok yang anggotanya diatur oleh guru, menyapa seadanya, saling meledek, atau bahkan berkelahi.

Anak laki-laki itu entah dari mana datangnya, menghampiriku di sudut kelas, duduk di hadapanku dan kemudian bertanya apa yang sedang ku kerjakan. Aku hanya tertegun dan baru kusadari bahwa selama ini kami sekelas sejak kelas satu. Aku tidak pernah memperhatikannya sebelumnya. Dan ku sadari pula bahwa senyumnya lebar sekali. Dan matanya menyipit hingga berbentuk bulan sabit kecil. Dia manis sekali.

Saat itu aku baru benar-benar memperhatikan seseorang, hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Aku keluar dari dunia mimpiku. Anak laki-laki itu benar-benar berbeda dengan lainnya. Saat anak laki-laki lain sibuk meledek anak perempuan, dia malah sibuk mengobrol dengan kami. Tugas sekolah, film, lagu, jajanan favorit, tempat mancing yang enak, itu sebagian dari topik favoritnya. Dia tidak khusus mengobrol denganku. Tapi dengan segerombolan anak perempuan lainnya. Aku yang biasanya hanya sebagai pendengar yang baik pun seakan digoda olehnya untuk ambil bagian aktif dari acara rumpi ini. "Iya kan Rin?" atau "Kalau kamu gimana Rin?" begitulah celetuknya, yang cuma bisa aku jawab seadanya dan dengan tergagap-gagap karena ia melontarkan pertanyaan itu begitu mendadak. Atau memang pikiran ku hanya terpaku pada dia bukan pada pembicaraan yang sedang mengalir.

Perhatian yang diberikan anak laki-laki itu membuatku lebih percaya diri sekaligus lebih ketus. Tapi dia hanya tertawa kecil jika aku mendelik padanya. Keramahannya kepada siapa saja terkadang juga membuat aku kesal. Dan itu konyol sekali. Aku cemburu.

Kesal namun juga kagum. Anak laki-laki itu benar-benar mempunyai kesantunan dan keramahan yang kadang membuatku merasa malu pada diri sendiri. Dia bersikap manis sekali kepada ibuku dan memuji masakannya ketika kami mengadakan kerja kelompok dirumahku. Anak yang riang dan sopan.

Tentu saja aku hanya berani memandangnya diam-diam. Namun terkadang kurasa dia juga memperhatikan ku. Walau dengan cara yang berbeda tentu saja. Entahlah, pikiran kanak-kanak ku tidak berpikir yang lain kecuali dia memperhatikanku. Dan dia menyebalkan karena itu, tapi sebenarnya aku suka.

Pernah suatu kali dia berlari-lari kecil hanya untuk menyerahkan pin besar berukir huruf �B�, "Baru nemu nih. Buat kamu aja." Kemudian dia pergi seperti cara dia datang tadi. �B� adalah inisial namanya. Apa artinya? Tapi kusimpan pin itu hingga kini.

Walau ku tahu aku hanya gadis kecil, tapi kusadari, perasaanku pada �B� adalah..... cinta. Cinta pertamaku. Bagaimana aku mendefinisikan cinta pada usia semuda itu? Entahlah, yang ku tahu, aku ingin terus melihat senyumannya. Dan semoga senyum itu ditujukan padaku. Tidak, aku cukup bahagia hanya dengan melihat dia tersenyum, untuk siapa saja. Dan memang itu yang dia lakukan. Tersenyum pada siapa saja.

Senyum itu ternyata telah mengajarkan aku banyak hal. Ini kusadari setelah bertahun-tahun lewat. Senyumannya seakan memberitahukan ku bahwa aku juga bagian dari dunianya. Bahwa aku tidak sendiri. Dan aku bisa membagikan kehangatan lewat senyuman. Pada orang lain. senyuman lebar yang khas membuatku menemukan diriku yang lebih baik dan terus berusaha lebih baik.

24 tahun kini usia ku. Cinta pertama itu tersimpan baik dalam memori. Selepas SD kami hanya bertemu sekali ketika reuni dan hanya sepintas lalu. Itupun aku baru kelas 2 SMP. Mmmmmm masih ramah seingatku namun sayang sekali persahabatan kita berakhir sampai disana. Kami tidak pernah bertemu dan saling mengontak lagi.

Dan kenangan membuatku berandai. Seandainya ku di beri kesempatan, aku ingin berbicara dengan lebih layak, tidak hanya sekedar jawaban ketus yang pendek. Aku jadi bertanya-tanya. Bagaimana kiranya �B� yang dewasa, sebagai teman, dia pasti sangat menyenangkan. Yah jika harapanku tak terpenuhi waktu kan terus berjalan. Dan aku mensyukuri kenangan yang aku miliki ini. Tentang seorang anak laki-laki yang mengajari ku bagaimana cara tersenyum dan membagi kebahagian dengan senyuman.

 
You can follow any responses to this entry through the Contac Us. You can leave a response.