CERPEN : CINTA PERTAMA 2

CINTA PERTAMA 2

Aku termanggu disudut kelas menatap pekerjaanku yang masih berupa sketsa. Harusnya cepat ku selesaikan lukisanku itu. Tetapi benakku hanya dipenuhi impian dan warna yang samar-samar bisa ku terjemahkan. Pandanganku menerawang entah kemana. Tiba-tiba siluet wajah seseorang menegas seiring suara riuh murid-murid yang perlahan terdengar jelas, seperti volume radio yang sedikit-sedikit dinaikkan. Wajah itu kini jelas melemparkan senyuman kecil padaku. Aku tak bisa mengelak lagi, dengan kegugupan yang coba ku sembunyikan, aku balas senyumnya dengan delikan. "Apa!" tanyaku ketus tanpa suara. Wajah kecil yang ramah itu malah kian melebarkan senyumnya. Ah, tak tahan ku tundukan wajahku. Tampaknya kutemukan tema yang cocok untuk lukisan ku. Matahari yang oranye di langit yang biru. Senyum dari wajah kecil itu mengingatkan ku tentang pemandangan langit di pagi hari. Hangat dan damai.

Seorang gadis kecil yang pendiam dan pemalu. Aku dikelas enam SD benar-benar bukan gadis kecil yang menarik. Terlalu pemalu hingga menarik diri dari berbagai bentuk sorotan. Tidak menonjol sama sekali. Aku tinggal di dunia kecilku yang kubangun sendiri. Bermimpi menjadi seorang putri kecil yang bisa terbang di antara awan dan berenang bersama putri duyung dan lumba-lumba.

Persahabatanku dengan seorang gadis cilik yang periang dan populer pun kadang masih ku pertanyakan bagaimana awalnya. Sejauh yang bisa ku ingat adalah ia membelaku dari tekanan kakak kelas saat kami di kelas empat dan aku membantunya menyelesaikan prakaryanya. Namun kami baru benar-benar dekat ketika kelas lima. Entah kenapa aku menangis ketika Hani dipilih menjadi wakil dari kelas kami yang akan mengikuti kemping persahabatan antar sekolah selama seminggu di Cibubur. Dia memelukku dan kami pun menangis bersama. Aku tidak tahu mengapa aku menangis, bahkan aku merasa konyol jika mengingat hal itu. Kami kan hanya berpisah selama seminggu. Tapi Hani, dia terharu melihat aku menangisi kepergiannya. Dan sejak saat itu kami tak terpisahkan.

Hani membantuku melewati masa kecil ku yang kan tersia-sia jika ku tetap bersembunyi di dunia mimpiku yang indah bagi diriku sendiri. Dia yang mendorongku untuk mengikuti berbagai lomba melukis untuk membagi mimpiku dengan yang lain. Tapi aku masih gadis cilik yang suka berkhayal. Sendiri di kursiku, asyik mencorat-coret bagian belakang buku tulis. Aku suka berteman dan bercanda, tapi aku juga suka menyendiri. Maka tidak heran jika aku tidak mendapat perhatian sebanyak Hani yang periang dan juara kelas. Tapi aku tidak ambil peduli. Aku bahagia dengan pinsil gambarku dan sudut favoritku di kelas. Dan teman-temanku pun terbiasa dengan itu hingga mereka tidak lagi berusaha keras untuk membuat aku keluar dan bermain dilapangan bersama mereka ketika waktu istirahat tiba.

Aku memang terbiasa dengan ketidak acuhan teman-teman, sebaliknya, ketika seorang laki-laki kecil menghampiriku dan menyapaku dengan sangat ramah, aku tertegun takjub selama.....sehari penuh. Kelas enam SD adalah masa ketika perempuan dan laki-laki cilik menemui diri mereka berbeda, karena itu biasanya di masa ini anak perempuan dan laki-laki punya kelompok masing-masing. Mereka berinteraksi hanya saat kerja kelompok yang anggotanya diatur oleh guru, menyapa seadanya, saling meledek, atau bahkan berkelahi.

Anak laki-laki itu entah dari mana datangnya, menghampiriku di sudut kelas, duduk di hadapanku dan kemudian bertanya apa yang sedang ku kerjakan. Aku hanya tertegun dan baru kusadari bahwa selama ini kami sekelas sejak kelas satu. Aku tidak pernah memperhatikannya sebelumnya. Dan ku sadari pula bahwa senyumnya lebar sekali. Dan matanya menyipit hingga berbentuk bulan sabit kecil. Dia manis sekali.

Saat itu aku baru benar-benar memperhatikan seseorang, hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Aku keluar dari dunia mimpiku. Anak laki-laki itu benar-benar berbeda dengan lainnya. Saat anak laki-laki lain sibuk meledek anak perempuan, dia malah sibuk mengobrol dengan kami. Tugas sekolah, film, lagu, jajanan favorit, tempat mancing yang enak, itu sebagian dari topik favoritnya. Dia tidak khusus mengobrol denganku. Tapi dengan segerombolan anak perempuan lainnya. Aku yang biasanya hanya sebagai pendengar yang baik pun seakan digoda olehnya untuk ambil bagian aktif dari acara rumpi ini. "Iya kan Rin?" atau "Kalau kamu gimana Rin?" begitulah celetuknya, yang cuma bisa aku jawab seadanya dan dengan tergagap-gagap karena ia melontarkan pertanyaan itu begitu mendadak. Atau memang pikiran ku hanya terpaku pada dia bukan pada pembicaraan yang sedang mengalir.

Perhatian yang diberikan anak laki-laki itu membuatku lebih percaya diri sekaligus lebih ketus. Tapi dia hanya tertawa kecil jika aku mendelik padanya. Keramahannya kepada siapa saja terkadang juga membuat aku kesal. Dan itu konyol sekali. Aku cemburu.

Kesal namun juga kagum. Anak laki-laki itu benar-benar mempunyai kesantunan dan keramahan yang kadang membuatku merasa malu pada diri sendiri. Dia bersikap manis sekali kepada ibuku dan memuji masakannya ketika kami mengadakan kerja kelompok dirumahku. Anak yang riang dan sopan.

Tentu saja aku hanya berani memandangnya diam-diam. Namun terkadang kurasa dia juga memperhatikan ku. Walau dengan cara yang berbeda tentu saja. Entahlah, pikiran kanak-kanak ku tidak berpikir yang lain kecuali dia memperhatikanku. Dan dia menyebalkan karena itu, tapi sebenarnya aku suka.

Pernah suatu kali dia berlari-lari kecil hanya untuk menyerahkan pin besar berukir huruf �B�, "Baru nemu nih. Buat kamu aja." Kemudian dia pergi seperti cara dia datang tadi. �B� adalah inisial namanya. Apa artinya? Tapi kusimpan pin itu hingga kini.

Walau ku tahu aku hanya gadis kecil, tapi kusadari, perasaanku pada �B� adalah..... cinta. Cinta pertamaku. Bagaimana aku mendefinisikan cinta pada usia semuda itu? Entahlah, yang ku tahu, aku ingin terus melihat senyumannya. Dan semoga senyum itu ditujukan padaku. Tidak, aku cukup bahagia hanya dengan melihat dia tersenyum, untuk siapa saja. Dan memang itu yang dia lakukan. Tersenyum pada siapa saja.

Senyum itu ternyata telah mengajarkan aku banyak hal. Ini kusadari setelah bertahun-tahun lewat. Senyumannya seakan memberitahukan ku bahwa aku juga bagian dari dunianya. Bahwa aku tidak sendiri. Dan aku bisa membagikan kehangatan lewat senyuman. Pada orang lain. senyuman lebar yang khas membuatku menemukan diriku yang lebih baik dan terus berusaha lebih baik.

24 tahun kini usia ku. Cinta pertama itu tersimpan baik dalam memori. Selepas SD kami hanya bertemu sekali ketika reuni dan hanya sepintas lalu. Itupun aku baru kelas 2 SMP. Mmmmmm masih ramah seingatku namun sayang sekali persahabatan kita berakhir sampai disana. Kami tidak pernah bertemu dan saling mengontak lagi.

Dan kenangan membuatku berandai. Seandainya ku di beri kesempatan, aku ingin berbicara dengan lebih layak, tidak hanya sekedar jawaban ketus yang pendek. Aku jadi bertanya-tanya. Bagaimana kiranya �B� yang dewasa, sebagai teman, dia pasti sangat menyenangkan. Yah jika harapanku tak terpenuhi waktu kan terus berjalan. Dan aku mensyukuri kenangan yang aku miliki ini. Tentang seorang anak laki-laki yang mengajari ku bagaimana cara tersenyum dan membagi kebahagian dengan senyuman.

Read More..
 
Cerpen: Mencari Pasangan Sempurna

Hamba mencari pasangan sempurna. Lelah hati dan jiwa.
Hamba mencari kemana-mana, alhasil hamba tak sanggup temukan belahan jiwa itu. Setiap hari hamba berdoa, namun belum juga terkabul. Mungkin inilah perjuangan.

Lama-lama hamba mulai menikmati kehidupan ini. Walaupun jemu pernah hinggap dalam kamus kehidupan hamba, meraung-raung dalam sunyi. Sungguh, di dunia yang maya ini, hamba mencoba menghindar dari gundukan dosa, namun laron-laron dosa itu sesekali berduyun mendekati hamba.
Sekuat ruh hamba berlari-berlari menuju cahaya, dan konon, salah satu kendaraan untuk mendekatkan diri dengan cahaya itu adalah mendapatkan seorang pasangan. Ya, hamba mencari pasangan sempurna, agar hamba bisa menyempurnakan niat hamba, bercengkrama dengan cahaya sejati.

Hamba bergelut dengan hari-hari, mencari secercah cahaya untuk bisa hamba huni dari kegelapan yang semakin gandrung
menyelimuti hati hamba lagi. Hamba akui di setiap arah jam yang bergulir ada terpendam berjuta rahasia yang tak bisa hamba singkap keberadaannya, tak mampu hamba kuliti satu persatu apa gerangan yang diinginkan Allah. Tadinya hamba
berpikir bahwa hamba telah mampu meredam satu niatan hamba itu, mengubur riak-riak kehidupan yang hamba bangun dengan pondasi rapuh. Rupanya detak suara jarum jam semakin besar menghentak-hentak dan memekakan telinga hamba, lalu hamba kembali terpuruk, pikiran hamba terhuyung-huyung melangkahkan kaki tak tentu arah.

Suatu hari, hamba bertemu dengan mawar. Di taman itu ia hidup sendiri. Warnanya yang merah merekah membuat mata
terkagum-kagum. Ingin rasanya hamba mempersuntingnya, memetik segala hasrat yang mulai basah kuyup dengan segala keinginan. Sang mawar tak sadar bahwa ada yang mengamatinya. Ya Tuhan harum sekali. Ya, ketika pagi merambat, hamba merasakan keharuman yang luar biasa. Merambat ke seluruh ubun-ubun, keharuman yang
menakjubkan. Hamba memberanikan diri untuk menyapanya.
"Selamat pagi, Mawar." Mawar tersenyum, senyum yang menyejukkan.
"Selamat pagi. Ada apakah gerangan, sehingga pagi-pagi begini anda bertamu ke taman yang sepi ini?"
"Hamba berniat mencari pasangan yang sempurna. Setiap hari tanpa sepengetahuan anda, hamba mengamati anda, lalu
tumbuhlah sejumput rasa tertentu yang tak bisa terdefinisi. Anda telah menyampaikan keharuman itu lewat wewangian yang disampaikan angin. Hamba pikir andalah yang hamba cari, belahan jiwa yang sekian lama memikat hamba untuk hidup
dalam kembara."
"Betulkah aku yang anda cari? Tak malukah anda menikah dengan bunga sederhana sepertiku? Apa yang membuat anda terkagum? Tak banyak yang bisa aku berikan untuk anda."
"Mawar, sudah lama hamba mencari pasangan yang sempurna.
Mungkin inilah harapan terakhir. Melihat warnamu yang
memerah, hamba terkesima. Jika anda mengizinkan, hamba ingin melamar anda. Mari kita arungi bahtera hidup ini."
"Kalau betul itu yang anda inginkan, baiklah. Tunggu barang satu minggu, setelah itu jenguklah aku kembali."
"Terimakasih mawar. Ternyata hamba tak salah pilih. Seminggu lagi hamba akan kesini."

Hamba lantas meninggalkannya sendiri di taman itu. Hamba pergi diiringi senyum yang dramatis. Hati hamba seketika terbang ke langit. Sebentar lagi penantian hamba berakhir, hamba akan
mendapatkan pasangan yang sempurna. Seminggu berlalu, hamba mendatangi taman itu. Langkah kaki bersijingkat dengan sempurna, cepat dan gemulai.

Ketika hamba tiba di tempat itu, tiba-tiba hati hamba melepuh, berterbanganlah harapan yang sempat mewarnai relung hati
yang basah dengan tinta penantian. Mawar yang akan hamba persunting, yang akan hamba petik ternyata tak lagi berada di tangkainya. Ia telah luruh ke tanah merah, beserakan tak karuan, tak jelas lagi juntrungannya. Hamba tak habis mengerti, mengapa semua ini harus terjadi? Warna yang tadinya memerah, kini
berubah kecoklat-coklatan, menjadi keriput, tak sesegar seperti minggu kemarin. Hamba menghampirinya, duduk termenung seperti seorang bocah yang merengek meminta mainan yang telah rusak. Dengan terbata-bata hamba berusaha menyusun
kata-kata, menuai kalimat-kalimat. Namun mulut hamba teramat kelu, tak bisa lagi dengan sporadis menelurkan deretan huruf.

"Selamat pagi. Masihkah ada keinginan untuk menikah dengan
ketidaksempurnaanku? Inilah aku, sang mawar yang sempat membuatmu terkagum. Mengapa wajah anda tercengang dan seolah tak memahami hakikat hidup"
"Mengapa anda menjadi seperti ini? Apakah gerangan yang salah?"
"Tak ada yang patut disalahkan. Ini adalah siklus kehidupan. Hamba hanya bisa bertabah menghadapi takdir yang membelenggu. Ini jalan yang harus hamba jalani."
"Tapi hamba mencari pasangan yang sempurna, Mawar."
"Jika demikian, aku bukanlah belahan jiwamu." Hamba beranjak dari tempat itu. Kekecewaan menghantui setiap langkah yang
hamba bangun. Air mata menderas. Mawar yang sempat mencengkram jiwa, kini hanya onggokan ketakutan yang tak pernah hamba mimpikan sebelumnya.

***

Kini hamba berjalan lagi menyusuri waktu, mencari pasangan yang sempurna. Di tengah perjalanan, hamba melihat merpati yang terbang, menari di udara.

Sayap-sayapnya ia sombongkan ke seluruh penjuru alam.
Sungguh cantik ia, membuat cemburu para petualang.
Lagi-lagi terbersit sebuah keinginan. Keinginan klasik: Inilah pasangan yang sempurna, semoga hamba bisa mendapatkannya. Merpati itu hinggap di ranting pepohonan. Hamba memberanikan diri untuk memulai percakapan.
"Wahai merpati, tadi hamba melihatmu bercengkrama dengan angin. Bulu putihmu yang kudus, menjadikan harapan dalam batin kembali tumbuh."
"Apa yang hendak anda inginkan?"
"Hamba mencari pasangan yang sempurna. Andalah yang hamba cari."
"Betulkah aku yang anda cari?"
"Ya tentu. Hamba ingin anda terbang bersama hamba, membangun sebuah keindahan, mengarungi bahtera kehidupan."
"Jika demikian, silahkan tangkap aku. Apabila anda berhasil menangkap diriku, aku berani menjadi belahan jiwa anda. Aku akan belajar menjadi apa yang anda inginkan."
"Tapi bagaimana mungkin hamba bisa menangkap anda? Anda mempunyai dua sayap yang indah dan mempesona, sedangkan hamba hanya manusia yang bisa menerbangkan imajinasi saja, selebihnya hamba adalah pemimpi yang takut dengan kehidupan."
"Segala sesuatu mungkin saja terjadi, asalkan ada maksud yang jelas dan lurus. Lebih baik anda pikirkan kembali niatan anda itu. Betulkah aku pasangan yang anda cari? Maaf, hamba aku bercengkrama dulu dengan angin, sampai jumpa."

Hamba tak bisa berkata banyak, merpati telah terbang bersama angin. Angin, oh...rupanya kekasih sejati merpati adalah angin. Hamba tak mau merusak takdir mereka. Bagaimana kata dunia kalau hamba dengan paksa menikahi sang merpati? Dunia akan mencemooh hamba sebagai manusia paling bodoh yang pernah dilahirkan. Tapi kemanakah lagi hamba harus mencari pasangan jiwa?

***

Itulah kabar hamba dulu. Meniti berbagai penderitaan untuk menyempurnakan segala beban yang melingkar di dasar palung jiwa hamba. Itulah gelagat hamba dulu, seperti seorang pecinta yang berkelana tak jelas arah dan tujuan, menghujani kulit lepuh para bidadari, menjadikan mereka gundah, berenang di atas
lautan hampa. Begitu juga hamba. Ya, kabar hamba dulu!
Memekik cinta yang bergemuruh, membadai, bercengkrama, meraja, bersengketa, meracau seperti burung kondor yang rindu bangkai-bangkai kematian. Dulu hamba tersesat dalam labirin sunyi tanpa nama. Hamba nyaris seperti mayat yang
bergentayangan di siang hari, diperbudak angan-angan, bertubi-tubi mulut hamba memukul angin. Sampai suatu malam, ketika keheningan mengambang di udara, berderinglah
sebuah telepon selular yang teronggok di atas sajadah harapan. Kala itu hamba tidur lelap, mencipta mimpi yang samar. Hamba dibangunkan oleh gemuruh suara ringtone. Anehnya, suara selular itu tidak lagi menggelayutkan melodi seperti biasanya. Suaranya aneh tapi nikmat dan menyejukkan. Kalau tidak salah seperti ini:
Allahuakbar. ...Allahuakbar. ..Allahuakbar. .. Kontan saja hamba terhenyak dan sempat kaget. Hamba mencoba memicingkan mata yang berat seperti terbebani satu ton serbuk besi. Di dinding kamar hamba melihat detak jam yang mengarah pada nomor tiga. Masih sepertiga malam.

Siapa gerangan yang berani mengusik persemayaman indah ini? Lalu hamba mulai merunut kata-kata.
"Halo, siapa anda? Mengapa membangunkan hamba? Biarkan hamba beristirahat barang sejenak." Hening, tak ada jawaban. Hamba pikir, ini pasti gelagat orang jahil yang mencoba berimprovisasi. Tapi ketika hamba mau menutup telepon selular, hamba mendengar suara yang menggelegar. Bukan, suara ini bukan dari telepon selular, tapi dari segala penjuru mata angin. Keringat mulai menghujan, ketakutan bersalaman di batin, air mata tak bisa hamba bendung, dan rasa rindu mencengkram hamba dari belakang, rindu yang tak terdefinisi. Mungkinkah doa-doa hamba yang terdahulu akan terkabul? Siapakah gerangan yang bicara? Setelah bermilyar doa berjejalan di udara, hamba harap sejumput cahaya itu yang bicara. Ya, semoga bukan kepalsuan yang bicara. Suara itu makin keras terdengar. Suara itu berkata seperti ini.
"Betulkah kau mencari pasangan yang sempurna?" Dengan terbata-bata hamba bilang,
"Ya...ya..hamba mencari pasangan yang sempurna. Mampukah anda mengabulkan keinginan hamba yang belum terwujud ini?" Suara itu kembali berujar.
"Berbaringlah, lalu tutuplah matamu. Bukalah ketika suaraku tak terdengar
lagi." Hamba ikuti keinginannya.

Hamba tutup mata hamba, dan berbaringlah. Riangnya hati hamba, sebentar lagi hamba akan berjumpa dengan pasangan sempurna. Jodoh hamba akan hadir. Ah, suara itu hening. Hamba mulai memicingkan mata. Hamba lihat di sekeliling. Mengapa
yang terlihat hanya gumpalan-gumpalan tanah yang kecoklatan? Mengapa begitu sejuk? Kemudian hamba melihat pakaian hamba.
Putih! Semua serba putih. Bukankah ini kain kafan? Alam barzah, pikir hamba. Lalu hamba melihat sesosok tubuh datang menghampiri, begitu bercahaya, tampan rupawan.
"Siapa anda?"
"Hamba adalah amalan anda. Hamba tercipta dari anda,
pasangan sempurna yang anda ciptakan sendiri. Menikahlah dengan hamba, sambil menunggu semua manusia kembali ke alam sunyi ini."

Begitulah kabar hamba kali ini. Ada lagi yang mau mencari pasangan sempurna?

Read More..
 
CERPEN : Perjuangan Cinta

Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak: ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik.

Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu.

Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu.
"Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!" teriak Cinta.
"Aduh! Maaf, Cinta!" kata Kekayaan, "Perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini."

Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya.

"Kegembiraan! Tolong aku!", teriak Cinta.
Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.

Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama lewatlah Kecantikan.

"Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!", teriak Cinta.
"Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini." sahut Kecantikan. Cinta sedih sekali mendengarnya.

Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesedihan.
"Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu," kata Cinta.
"Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..." kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, "Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!"
Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.

Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua itu.
"Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu." kata orang itu.
"Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku" tanya Cinta heran.
"Sebab," kata orang itu, "hanya Waktu lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu ..."

Read More..
 
Cerpen: Terlalu Cinta

Awal pertemuan ku dengannya ketika aku menghadiri pemakaman ibu dari sahabat
karibku indah, ternyata dia adalah kenalan dari sahabat karibku. Namanya
adalah
Gede, dia adalah keturunan dari Bali, entah mengapa ada perasaan yang
menjalar di tubuhku, perasaan yang aneh, dan menyulut rasa di hati ini.

"Nama ku Gede..." dia mengulurkan tangannya pada saat itu. "astuti..." jawb
ku menanggapi perkenalan kami saat itu. takdir membawa kami ke perkenalan
yang
lebih jauh, ternyata hubungan kami melangkah ke arah serius. sampai hati ini
telah kuserahkan kepadanya. dan aku mengalami cinta matiku padanya.

"Mas kamu sudah beristri mas.. hubungan kita sekarang terlarang" aku coba
mengingatkan gede, ketika aku mengetahui bahwa saat ini gede telah beristri.
tetapi mengapa hati ini terus merasakan cinta kepadanya. dengan bujuk
rayunya, dan buaian dari rasa asmara. aku pun tetap rela menjalankan
hubungan ini.

Hingga suatu hari kami memutuskan untuk menikah "Astuti.. aku serius
mencintai kamu, kita menikah astuti" ajak gede kepadaku. Entah setan dari
mana yang
membujuk ku untuk menerima permintaan gede. tapi pernikahan yang disyaratkan
oleh gede adalah pernikahan Tersembunyi.

"Astuti, tolong pahami aku, biarkan kita menikah, tetapi aku tidak mau ada
orang yang mengethui pernikahan ini" syarat dari gede kepadaku. "Iya mas,
saya
setuju dengan ini, tapi kamu harus berjanji terus mencintai saya hingga saya
tua mas, biarkan aku menjadi istri kedua mu mas" jawabku, walau ku tahu itu
adalah jawaban terbodoh yang aku berikan.

Kata orang aku adalah orang yang menarik, ramah, dan cantik, tetapi cintaku
telah mentok kepada gede. aku sudah tidak bisa berpindah lagi kelain hati,
walau aku tahu aku salah, aku telah mengintip cinta suami orang. tapi aku
ihklas menjalani kisah ini.

6 bulan setelah perkenalan kami. "Saya terima nikah dan kawinnya Astuti
binti Fulan, dengan mas kawin seperangakat alat sholat di bayar Tunai" gede
mengucapkan
ijab kabul dengan wali hakim ketika pernikahan ku dilaksanakan. dengan acara
yang sangat sederhana dengan hanya di hadiri 7 orang, aku, gede, Penghulu,
dan 3 orang saksi yang mengetahui pernikahan ini.

Awal pernikahan ini aku sangat bahagia, dan gede sangat menyintaiku, walau
dengan keterbatasan yang dimilikinya gede selalu meluangkan banyak waktu
kepadaku.
dan aku berangkapan perkataaan sahabatku bahwa pernikahan ini sangat rentan
adalah salah.

"Jika sampai ada satu orang yang tahu, kita sudahi sampai disini!" suara
gede dengan lantang kepadaku. aku, hanya terdiam, dan kupandang mata gede
suamiku.
gerimis baru selesai. Ingin aku berdiri dan beranjak dari tempat itu.
Meninggalkan gede sendiri. Dia tidak perduli apakah mereka harus bercerai
detik itu
atau tidak. aku heran melihat perubahan lelaki yang sangat aku cintai itu.
Siapa toh perempuan yang mau diperlakukan seperti dia. Perkawinanya
diTersembunyikan,
hanya karena alasan klise. Terlalu cinta itu. Membabi buta.

Inilah awal pertengkaran kami, setelah mengalami masa bulan madu selama 5
bulan pernikahan ini, sikap gede mulai berubah, semua janji-janji yang
pernah
diucakan semuanya berubah. terasa semua hanya buain dan gombal belaka.

Teringat kembali nasihat indah sahabat ku, "Astuti.. astuti pria di dunia
ini tidak hanya gede. Cinta tidak harus membuatmu merendahkan diri. Apa yang
diberikan gede padamu selama ini sampai kamu mau menjadi istri keduanya.
Rumah? Mobil? Uang? Atau yang lainnya? Apa dia benar-benar mencintaimu?
Nonsen!
Cinta itu omongkosong. Hati selalu berubah. Sekarang dan besok bisa berbeda.
Begitupun hati gede padamu. Sekarang dia bisa bilang mencintaimu sepenuh
hati,
apa buktinya? Dia hanya ingin bermain dengan kata-kata kosongnya. Dia akan
menggunakanmu dengan segala cara untuk kepentingannya. Setelah kamu tidak
berguna
lagi. Dia akan melemparkanmu. Kamu akan semakin terpuruk dan sakit" dan kala
itu aku bertengakar dengan Indah untuk mempertahankan pendapatku, dan cinta
telah membutakan mata hatiku, dan perkataan gede itu telah membuka kembali
mata hati ini.

Dan aku kembali mencoba menemui indah, "Indah, bisa kita bertemu besok, aku
ada yang ingin aku ceritakan" aku mencoba menghubungi indah."Oke, besok ya
as.." indah mengakhiri percakapan telephon itu. Setelah melepas rindu dengan
sahabat karib ku, indah menasihati ku panjang lebar "Tidak ada yang
melindungimu.
karena pernikahanmu tidak jelas. Kamu tidak bisa menuntut dia. Dia dengan
gampang akan mengingkari semuanya. Itukah cinta? Lihatlah, apa yang dia
lakukan
padamu selama ini. Apa yang dia berikan padamu? Atas nama cinta jugakah?Dia
ingin kamu mengerti dia. Selalu begitu kan? Tapi dia tidak pernah mengerti
kamu. Sudahlah tinggalkan dia. Perempuan seperti dirimu bisa mendapatkan
laki-laki mana pun. Jika dia memang tidak tahu diri. Akan terlihat sendiri."
Tapi
lagi-lagi aku gemetar saat indah memberiku saran.

indah kembali memarahi ku "Aneh kamu as! gede bukan laki-laki yang istimewa.
Dia pengecut dan suka sekali bersembunyi dalam kata-katanya. Tapi kenapa
kamu
begitu mencintainya. Sebagai perempuan kamu harus membaca buku tentang
laki-laki.Agar Kamu paham tentang mereka, tidak ada apa-apanya dibandingkan
makhluk
bernama perempuan. bersyukurlah Kamu terlahir sebagai perempuan. Makhluk
yang kadang di sikapi tidak adil oleh dunia ini. Tetapi harus tetap tegar
dengan
tugas-tugas yang diberikan Tuhan padakita. Dengan sebuah hadiah yang menurut
orang-orang sangat istimewa. Surga ditelapak kaki kita" indah kembali
mencoba
menasihatiku, aku hanya terdiam dan berkata "betu, kamu tapi hati ku terlalu
mencintainnya" sahutku dengan nada setengah putus asa.

"as..bersyukurlah kamu, jika Tuhan masih mengijinkanmu menerima rasa sakit.
Kesakitan akan membukakan mata batin kita. Kesakitan adalah pupuk untuk
membuat
kita terus hidup dan menikmati warna dunia. Kenapa takut berada di tempat
seperti itu. Yakinlah, jika gede benar-benar mencintaimu seperti yang sering
dikatakannya. Dia akan memberikan tempat terhormat padamu. Seperti dia
menghormati dirinya sendiri Dia akan menjaga kehormatanmu. Melebihi
kehormatan dirinya
sendiri. Dia akan melimpahimu dengan cinta dan kebahagiaan. Dia tidak akan
melukaimu. Karena kalau dia melukaimu sama saja dia melukai dirinya sendiri.
Bahkan dia akan menyediakan dirinya menjadi dirimu. Memberikan yang terbaik
buatmu, seperti kamu memberikan yang terbaik untuknya." indah kembali
berkata
dengan muka sedikit kecewa kedapaku

"Menangislah Ass, menangislah karena kamu tidak bisa bersikap tegar, Saat
gede memutuskan meninggalkanmu. Mengakhiri semua permainan yang diawali dari
kata-kata kosong. Bukan karena kamu takut kehilangan dia. Jangan sekali-kali
berani merendahkan diri dan hatimu untuk merengek pada Pria itu. Angkat
dagumu!
Lihatlah kedepan. pria bukan segala-galanya. Rubahlah tujuan hidupmu, bukan
mengabdi pada makluk yang bernama Pria. Ada banyak tujuan baik yang perlu
kamu
camkan dan sadarilah ass.... Yang berurusan dengan dirimu dan orang lain.
Boleh mencintai asal tidak berlebihan. Silahkan membenci asal jangan
keterlaluan.
Karena hati selalu berubah. Hati bukan tebing kokoh yang memagari laut dari
ombak dan deburnya. Bukan pula batu cadas. Hati begitu lunaknya. Dia bisa
disentuh
dengan kata-kata yang mendayu tetapi juga bisa disulut hingga terbakar dan
berkobar" Indah kembali mnyambung perkataanya, sambil menyruput segelas
Vanilallate
kesukaannya

"Aku tidak bisa meninggalkan dia. Aku mencintainya" suara ku begitu lembut
dan bergetar lirih. Seakan menyakinkan dirinya sendiri bahwa dia memang
tidak
berdaya. "Bodoh kamu as, aku tinggal dia" itulah kata-kata indah sebelum
pergi dan berlalu meninggalkan aku sendiri terduduk di cafe Rendovouz tempat
kami
dulu biasa mampir.

Dan pertemuan ku dengan indah telah selesai, kembali ku kerumah kontrakanku,
yang disewakan gede untukku, malam itu aku bersujud dan meminta pada rob ku,
pada sang khalik yang berkuasa atas diriku "Ya Allah kuatkan diriku, berikan
jawab mu atas kehendakmu itu, bantu aku ya allah" hanya liang tetes
airmataku
yang menemaniku malam itu.

Senja itu Gede datang, ku lihat dia pulang dari kantor, dengan senyum
termanis kusambut suamiku, aku ingin membahagiakan dia, seperti keluarga
seutuhnya...
"mas mau kubuatkan teh atau kopi mas" sapa lembutku untuk menyenangkan
hatinya. dan diapun hanya terdiam. ku coba membukakan sepatunya, aku ingin
berbakti
kepada suamiku, tapi entah kenapa dia hanya diam dan tidak bicara.

tiba-tiba "Aku tidak perduli. Kita cerai!" suara Gede memecah keheningan
yang dari tadi telah tercipta diantara kami "Aku salah apa? kenapa?" aku
bertanya
dengan suara lemah. Akhirnya hubungan suami istri dalam perkawinan yang
diTersembunyikan itu harus berakhir juga. Tidak lebih dari selentingan batu
dilempar.

"Aku baru saja menerima Pertanyaan dari rekan dan bosku. Ternyata mereka
sudah tahu kalau kita menikah. Kamu pasti yang membocorkan semuanya. Dasar
perempuan!
kenapa Kamu sih tidak bisa menyimpan Tersembunyi. Coba kamu bayangkan, kalau
istriku sampai tahu. Apa yang terjadi padaku. Aku akan kehilangan
segala-galanya."

"Aku tidak pernah bercerita pada teman kantormu. Apalagi soal kita. Karena
aku tahu. Jika mereka tahu soal perkawinanku. Maka selesailah kita. Aku
menyadari
hal itu. Karena aku sangat mencintaimu mas. Maka aku menjaga mulutku. Jangan
menuduhku dengan berkata seperti itu!" belaku atas pernyataan gede.

"Aku tidak percaya padamu! Dari dulupun aku tidak percaya padamu! Kamu
selalu berbohong!" kata gede kepadaku."Aku berbohong soal apa mas? tentang
apa?
tolong katakana padaku, hal apa saja yang menurutmu aku berbohong?" aku
membela diri. "Tidak perlu diceritakan tapi aku yakin kamu berbohong dan aku
tidak
percaya lagi padamu!" gede tetap memaksakan sangkaannya kepadaku

"Baiklah, karena kamu sudah tidak percaya lagi padaku. Tidak ada gunanya
kita teruskan perkawinan kita. Aku selama ini selalu mengalah padamu.
Sebagai
istri yang kamu Tersembunyikan, aku tahu diri dan berusaha belajar untuk
tahu diri. Aku tidak pernah bisa bersamamu. Harus menunggu sebulan untuk
bertemu.
Tidak bisa mengganggumu saat kamu bersama keluargamu. Aku sudah menerima
semuanya dan menjalaninya sebagaimana kehidupan normal perempuan-perempuan
lain.
Entah karena aku mencintaimu atau karena soal lain. Buatku tidak penting.
Yang paling utama, meski kita berjauhan dan hanya waktu-waktu tertentu
ketemu.
Aku menempatkan komitmen kita ditempat yang paling tinggi. Selama aku
menjadi istrimu, aku tidak pernah menuntut hal-hal yang tidak bisa kamu
berikan.
Aku bahkan selalu mensyukurinya. Tapi sekarang terserah padamu. Aku sudah
capek. Aku seperti berhadapan dengan anak kecil yang tidak tahu diri.
Kembalilah
pada istrimu. Aku tidak tahu apa dia memerlukanmu atau tidak. Tapi aku yakin
kamu memerlukan dia. Jadi berbaik-baiklah pada istrimu, kamu akan kehilangan
asset berharga kalau dia sampai tahu soal kita. Jadilah anak yang baik
dihadapannya!" ucapan itu dengan lancar menglir dari mulutku...

"Kata-katamu menyakitkan!" gede semakin marah, "Apa kamu kira kata-katamu
melenakan! Sekarang aku jadi tahu dirimu. Tapi biarlah, aku akan
mencatatkannya
dalam hatiku. Baik dan burukmu." aku kembali menimpali perkataan gede.

Dan akhirnya kami pun berpisah pernikahan Tersembunyi ini telah berakhir,
"Begitulah seharusnya dirimu . Bersikaplah tegas pada laki-laki itu. Kamu
tahu
kenapa dia begitu ketakutan setelah menikahimu. Kamu harus kasihan padanya.
Tidak semua laki-laki ditakdirkan mempunyai sifat pemberani. Mereka juga
kadang
pengecut. Jika dihadapkan pada dua pilihan. Mereka akan memilih yang paling
menguntungkan dia. Jangan berharap atas nama cinta dia akan memilihmu. Hidup
baginya adalah angka-angka yang harus dijumlahkan. Jika ada sisa lebih
besar, dia pasti akan memilihmu. Kalau tidak ada sisa, bahlan dia merasa
kamu telah
membuat dia bangkrut, meski kamu punya kelebihanpun tak akan dia menetapkan
hati padamu. Jadi jangan menyesal telah meninggalkan dia" indah menenangkan
tangisku

"Tapi rasanya sakit. Aku tidak tahan. Rasanya mau mati saja. Aku kurang apa
padanya. Aku memberikan seluruh hati dan diriku padanya. Bahkan jika harus
mendada kesakitan pun bersamanya aku mau!" tuturku dengan badan yang
terguncang di pelukan sahabatku itu.

Tanpa disangka keesokan harinya aku membaca berita di surat kabar kabar Gede
telah di PHK dari kantor tempatnya ekerja karena dia melakuakn korupsi
besar-besaran.
dan di jebloskan ke penjara, dan rumah tangga yang dibinanya berantakan,
diapun bercerai dari istri dan anaknya.

Dan aku seketika tersungkur memuji Allah... Terimakasih tuhan telah kau
tunjukan jalan yang terbaik atas ku.. terimakasih walau dengan cara yang
perih
kau jauhkan aku dari dia. dan indah yang berada di dekatku memandangku
dengan sebuah senyuman.

Read More..