CERPEN : "AKU , SAHABAT DAN CINTA"

CERPEN : "AKU , SAHABAT DAN CINTA"


Sore ini udara begitu cerah, angin berhembus ringan, sepanjang jalan kudengar kicauan burung perkit nyaring bersahut-sahutan, arak-arak awanpun tak begitu banyak terhampar dilangit, seakan-akan hendak berlomba dengan suasana hatiku yang tengah tertawa ceria. Langkahku ringan tanpa beban dengan satu tujuan pasti taman bungkul, disanalah aku dan sahabat-sahabatku sering berkumpul, saling menasehati, bertengkar, ketawa-ketiwi gak jelas bahkan tak jarang mengisengi cowok lewat, mulai dari yang gantengnya gak ketulungan sampai penjual siomay kelilingpun pernah menjadi korban kejahilan kami bertiga.Fuji yang setiap kali habis gajian selalu memotong cepak rambutnya, cuek dan sedikit jutek sama orang yang belum dia kenal, sunguh imut dengan lesung dikedua pipinya, Qiqi yang selalu tampil manis, rambut terurai panjang dengan tahi lalat diantara kedua alisnya, dewasa, sabar dan telaten sungguh perpaduan yang pas jika ditambah dengan keberadaanku yang agak rese, jail, supel, rame dan simpel dalam hal pakaian.Suatu hari sahabatku pernah berkata, bahwa persahabatan kami bagai sayur asem, manis, asin, bercampur jadi satu, jika sudah masuk mulut, betapa segarnya untuk menghabiskan sepiring nasi putih, tak salah memang perumpamaan tersebut, bahkan kalau boleh aku tambahin persahabatn kami sebenarnya seperti sayur asem lengkap dengan ikan asin, sambal terasi, plus krupuk udang hemmmm maknyusss rasanya, nah lho kok jadi kayak menu wartegnya makjum yang mangkal diperempatan perumahan he he he…."Duarrrrrrrrrr....."dengan gugup aku segera menoleh kearah suara yang mengagetkanku ketika aku sedang mengotak atik handphone mirip ketupat punyaku."duh kalian mengagetkan aku tau,untung aja jantung ini pengangan,klo ngga dah copot ni jantungku , mau nyari dimana coba"“cie cie marah nie,sahut si Ndut padaku”“lama banget ce kalian ,kemana aja,aku dah nungguin dari tadi, ampe tanganku kriting ni maenan hp trus,sambil menunjukkan muka cemberutku sama mereka”,(aku paling kecil diantara mereka,jadi bisa ngembek semauku,sama cari perhatian gitu,hehe)"iya iya maaf,kita tadi habis beli camilan di minimarket sebrang sana,sama liat thu.. thu..,kasirnya ganteng banget,jadi ngga krasa dech kalo dah lama disana,apa lagi kalo liat dia senyum,jadi lupa segalanya,lupa juga kalo kamu sedang nungguin disini sendirian.""gitu yah,giliran liat cowok cakep aja ngga ajak ajak aku,cemburu aku"godaku sama mereka yang mengundang tawa kami......“Ngomong2, enak dong dapat senyum gratis cowok keren”, godaku pada mereka“enak sih enak, tapi tuh senyum bukan buat kami ini, hiks”“lha terus???”, tanyaku mulai menyelidik“Tau ah, boro boro dia liat kami”“Iya tuh, kita mah kalah saingan ama Hpnya, orang dianya senyum-seyum ama Hpnya” kata teman2ku, saling menimpali satu sama lain"hancur hancur hatiku,,hancur hancur hatiku,hatiku hancur,aku menyanyikan lagunya Olga sambil mengoyangkan tanganku dengan gerakan keatas kebawah seperti Ular berjalan,cie cie ada yang patah hati nich,hancur beneran dech hatinya,capa ni yang patah hati duluan,kmu atau mbak Fuji Ndut ?xixixixii ,aku ketawa geli melihat mereka bingung,"aku tau thu kenapa kasirnya ketawa ma liatin hpnya,pasti gi sms'an sma ceweknya,kasian dech kasian,"hahahaha,,langsung kujawab dengan gelak tawaku...Tawaku terhenti, ketika kulihat wajah-wajah aneh melototiku, dengan sedikit gugup segera kualihkan pandanganku ke Hp, sungguh akhir-akhir aku merasa ini tidak nyaman jika sahabat2ku telah menelanjangiku dengan tatapan penuh selidik seperti itu.“Nul, kamu kenapa sih, kita merasa kamu sudah berubah”aku langsung melengos kaget,"kok aku juga,aku kenapa,tanyaku penasaran"kyaknya akhir akhir ini kamu sering menjauh dari kami,kali ini aja kamu mau ngumpul disini bareng kami,mungkinkah ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari kami nul,tanya mereka mendesak,ngga ngga,ngga kok,ngga ada apa apa denganku,ngga ada yang berubah dariku,perasaan kalian aja,jawabku sedikit ngeyel."bener ya,awas klo sampe ketauan,kami ngga suka dibohongin,ancam si ndut yang diaminin Mba Fuji."***ngga tau kenapa akhir akhir ini,aku sering ngliatin hp ,sejak pertemuan beberapa waktu yang lalu,hatiku menjadi ngga karu-karuan,sering mendadak gelisah,cemas,bahagia duhhhh......... aku ngga tau apa yang sedang aku rasain sama dia,cowok itu telah membuyarkan lamunan indahku,telah masuk ke relung-relung hatiku yang paling dalam,waktu buat ngumpul bareng sahabat tercintaku juga ngga sebanyak dulu,diam diam aku sering mengganti waktu itu untuk Roni,ketimbang untuk sahabatku sendiri,Roni telah lama memperhatikanku,dan seminggu lalu dia memberanikan diri untuk minta nomer hpku,sejak itulah aku jadi dekat dengan Roni.Roni yang tak lain adalah kasir minimarket yang sering diributkan sobat-sobatku,dia sering mengajak aku keluar,walau hanya makan semangkok bakso di dekat perumahan , aku sangat senang dan membuat hatiku selalu ingin bertemu dengannya.banyak alasan yang kubuat kesahabatku jika aku janjian sama Roni,kenapa aku bisa seperti ini,aku ngga pernah menyembunyikan apapun dari sahabatku,tapi untuk urusan ini,aku sangat merahasiakannya,apakah aku takut kehilangan Roni,atau aku takut dibenci sama sahabatku karena aku telah jatuh cinta sama Roni.yang berarti aku telah mengingkari janji persahabatan ini,bagaimana aku bilang sama mereka tentang ini semua,selalu pertanyaan itu dan itu yang selalu membuat hatiku sakit.semuanya bikin aku bingung,bikin aku pusing,selain aku ngga tau musti ngomong gimana sama sahabat-sahabat baikku,tapi aku ngga bisa memungkiri kalo aku jatuh cinta dengan Roni,oh tuhan tolong kasih aku petunjukmu..... "bagaimana caranya supaya aku ngga membohongi hati dan diriku sendiri,sahabatku dan juga Roni" bagaimana ya Rabb."thit thit,thit thit,suara sms keluar dari hpku,yang tak lain adalah sms dari Roni,"nuel aku tunggu kamu di taman ,jam 3 sore ini ya,aku ingin kamu menjawab pertanyaanku kemaren,"aku menghela nafas panjang,rasa ini muncul lagi ketika baca sms itu,kemaren Roni menembakku,dia bilang sayang dan ingin jadi seseorang yang special dihatiku,aku mulai bingung,jam segitu ndut sama Mba Fuji juga menungguku di taman yang sama"apa yang harus aku lakukan,sambil mondar mandir di kamar sendirian,saat thu udah setengah 3,berarti tinggal setengah jam lagi,habis riwayatku,bathinku..sambil siap siap aku memikirkan apa yang harus kulakukan klo ketemu sama mereka,dengan penuh keraguan selangkah demi selangkah kugerakkan kakiku ,biar bagaimanapun aku harus menyelesaikan semuanya sore ini juga,biar ngga tambah berat beban yang aku pikul karena merasa bersalah,karena lari dari masalah bukan sikapku,kucoba meyakinkan diriku,semoga aku bisa mengambil keputusan yang tepat.semakin aku berjalan,semakin kurasakan taman berjalan mendekat kepadaku, hatiku ketar-ketir gak jelas,kulihat di sebuah kursi taman yang dikelilingi bunga2 sore hari nan indah, ada sesosok lelaki tampan yang aku yakin sedang menungguku,tapi kenapa kaki ini enggan melangkah langsung menemuinya,seakan akan kaki iki terpatri dengan tanah,belum puas aku melihat Roni,kucoba menyapu arah lain disudut taman ini,"meraka pasti juga sudah menungguku,"pandanganku terhenti ditempat yang ngga asing buatku ,tempat kami saling curhat,dan sejarah persahabatan kita,di bawah pohon beringin itu ku lihat kedua sahabatku sedang bercengkrama ,bercanda,tertawa."andai aja saat ini aku bisa tertawa bebas seperti kalian,andai kalian tau ,betapa galaunya hati ini di buat Cinta"akirnya kaki ini menentukan langkahnya,langkahnya untuk menemui lelaki yang sedang duduk menunggu seseorang yang tak lain adalah aku,"Ron,sapaku"ech nuel,lama banget,aku dah nungguin dari tadi,"aku hanya tersenyum melihat pujaan hatiku bertanya padaku,"gmn nuel yang kemaren"heheheh,aku cuma meringis ,pura pura ngga ngerti,padahal aku ingin banget segera memberikan tanganku untuknya,aku ingin dia tau kalo aku juga sayang sama dia , tapi kenapa tidak kulakukan ?"maafin aku Ron,aku ngga bisa menerima kamu jadi Orang special di hati aku,aku ngga sanggup jika harus melihat seseorang sedih karena kebahagaian ini,aku juga sayang sama kamu Ron,tapi aku juga sayang sahabatku,mereka yang selalu membantuku,menemani hari hari indahku,dan mereka selalu ada dikala aku sedih Ron,aku ngga bisa menghiananti mereka""kenapa ?",menghianati apa ?"tanya Roni memburu tanda penasaran,"kita dah berjanji buat ngga pacaran,buat ngga mengantikan persahabatn kita dengan yang namanya cowok,dan aku ngga mau mengingkarinya Ron,biarkan cinta ini jadi rahasia kita berdua,tanpa sepengetahuan temen temenku,sahabat karibku,karena aku ngga ingin jadi penghianat,jawabku sedih""udah Nuel,turutin kata hatimu,lakukan apa yang kamu mau,kami kan selalu mendukungmu kok"aku kaget mendengar suara itu,mata ini mencari cari suara yang seakan-akan menghentikan detak jantungku,kutoleh ke belakang,kulihat dua sahabatku beridiri di belakang semak semak itu,ndut ,mbak uji?kkkalian....kok...... ? "tanyaku gugup.""kami dah memperhatikan kalian sejak tadi,kami udah mendengarkan semua yang kalian bicarakan "Nuel,jgn tolak cinta Roni,berikan dia temapat yang dia inginkan dihatimu,karena kami pun tau,kamu juga mencintainya,kami gg akan marah ,karena kami sekarang sudah tau,kalo kamu ngga bakal meninggalkan persahabatan ini,karena kamipun tau,cinta seorang sahabat,dan rasa kasih sayang seorang sahabat, hanya bisa terwujud jika melihat sahabat yang lain bahagia,biar bagaimanapun kamu berhak menentukan cintamu."tapi mba',kita kan dah berjanji,aku ngga mau jika kalian katakan aku seorang peghianat"stop,jgn katakan itu lagi,kami sudah baca semua smsmu sama roni sejak seminggu yang lalu,dan kami sudah tau semuanya,petiklah kebahagiaan mu dhe',kami ngga ingin menyakiti diri dan juga hatimu,kami tau ,baru pertama kali ini kamu merasakan nya,iya kan.sungguh sangat bersalah jika aku sama mba Fuji membiarkan kamu tersiksa,bertapa egoisnya kami."aku berlari kearah kedua sahabatku,langsung kupeluk erat mereka,hujan tangis diantara kamipun tak ter'elakkan lagi,aku sayang kalian ,bisikku ketelinga mereka pelan" trimakasih mba,trimakasih sudah mengerti aku,trimakasih,""gtu aja pake sembunyi sembunyi,ejek Ndut padaku,yang memecahkan kesunyian yang kami buat."Roni,cinta pertamaku,aku mendapatkan cinta pertamaku,tapi aku ngga kehilangan sahabat baikku,yang selau memberiakn semangat untukku.""sudah seharusnya sebagai sahabat kita harus saling mengerti,ikut merasakan semua yang dialamin sahabat lainnya,pemberi semangat jika seorang sahabat sedang jatuh,bisa terbuka dalam hal apapun,dan selalu ada di saat dan situasi apapun,sedih senang,tertawa,semua dilalui bersama-sma,itulah sahabat.begitupun maslaah cinta,cinta memang Indah,tapi jika harus menyakiti seseorang ketika kita bahagia karena cinta itu sendiri,itu bukan lagi cinta,hanya keegoisan yang nampak karenanya,karena cinta adalah ketulusan dan keihlasan,BUKAN KEEGOISAN"



AKU , SAHABAT DAN CINTA download

Read More..
 
CERPEN : AKU TERLALU PANIK....

CERPEN : AKU TERLALU PANIK....


“Aku terlalu panik....Aku kehilangan jejak jantung hati dan buah hatiku...” Arman masih saja duduk bersandar di salah satu pilar di lantai bawah mall terbesar di Bandung itu. Matanya liar menyusuri setiap lorong mall, dari lantai bawah sampai lantai atas, dari ujung kanan sampai ujung kiri. Sesaat matanya terpaku pada serombongan gadis berseragam SMA yang baru masuk sambil bercanda ria. Ingatannya kembali ke masa beberapa tahun yang lalu ketika dia begitu terpana melihat kecantikan seorang gadis kelas 2 SMA yang setiap hari berjalan melewati kantin kampusnya, sebuah perguruan tinggi swasta di bilangan Bandung selatan tempat dia belajar. Sebagai anak kampung Arman hanya bisa mengagumi kecantikan gadis itu dari jauh, maklum di salah satu desa di Sukabumi tempat dia dilahirkan sampai dengan lulus tidak pernah ditemui gadis yang menarik perhatiannya. Seminggu terakhir dia selalu mengintip dari balik jendela kantin, dengan bermodalkan segelas es teh manis dia bakalan betah berjam-jam menunggu gadis yang dikaguminya. “Hayooo!!!ngintip lagi ya?”. Arman kaget bukan main, ternyata dibelakang dia muncul gadis yang dia kagumi selama ini. “Kenalkan saya Arleta!”, katanya sambil menyodorkan tangannya . Ragu-ragu Amran menyambut uluran tangan Arleta , “Saya Arman”. Sejak saat itu mereka sering ngobrol tentang banyak hal. Arman lebih banyak mendengarkan karena dia merasa bagai pungguk merindukan bulan seandainya harus berharap banyak dari Arleta walaupun dalam hati ada rasa suka. Sampai suatu saat senior di kampus, Intan, mendekati dia,“Man, Leta jatuh hati tuh sama kamu!”. Arman kaget, tapi jawaban Intan menjelaskan semuanya,“ Aku kakak satu-satunya Arleta, dia adikku satu-satunya, aku tau kamu dari dulu, dibalik penampilanmu yang mirip preman , ada pribadi yang layak dicintai dan aku rela kamu jadian sama Leta”. Memang secara penampilan Arman berambut gondrong, selalu pake kaos oblong, celana jeans yang dipakai juga bolong-bolong. Seringkali dia terlihat menghisap sebatang rokok sambil nongkrong. Tapi itulah cara dia menyesuaikan dengan kawan-kawan di kostnya yang umumnya anak punk. Jatidiri sebagai anak desa rupanya masih membuat Arman minder sehingga setelah jadian dengan Arleta dia lebih memilih backstreet. Sebaliknya, bagi Arleta, Arman sudah jadi cinta matinya. Tak seharipun lewat tanpa berdua dengan kekasihnya itu. Dia rela kehujanan di atas sepeda motor Honda Grand butut milik Arman, dia ikhlas makan jagung bakar di pinggir jalan yang penting berduaan. Sementara Intan, sang kakak, yang sejak semula memang mendukung hubungan mereka hanya tersenyum memperhatikan dari jauh. Dia ikut bahagia melihat adiknya bahagia. Hal ini membuat Arman ada keberanian untuk berterus terang kepada orang tua Arleta. Rumah mewah bagai istana cukup membuat kecut nyali Arman. Langkah kaki Arman untuk cabut dari halaman rumah itu tertahan oleh tarikan tangan Arleta yang memaksa dia untuk masuk ke ruangan yang penuh dengan pernak-pernik kristal berbagai ukuran, sebuah patung macan dengan taring yang cukup menyeramkan duduk dengan anggunnya di tengah ruang tamu, dari foto keluarga terlihat bahwa ayah Arleta seorang perwira tinggi angkatan darat. “ Maa, Paa, sini aku kenalin sama pacarku.....” Arleta masuk ke dalam sambil teriak-teriak. Arman menunggu... Tiba-tiba keluar seorang wanita dengan penampilan cukup elegan,tapi langkahnya terhenti setelah melihat Arman. Dia perhatikan Arman sejenak, lalu bergegas dia kembali masuk. Tidak berapa lama, seorang bapak keluar dan mendekat, dengan cepat Arman berdiri mengulurkan tangan, tapi tidak bersambut. Arman salah tingkah melihat si bapak hanya diam, melihatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki seolah-olah ingin menelanjangi sampai kedalam hatinya.“ Berani sekali kamu mendekati anak saya!...sekali-kali tidak akan saya ijinkan anak saya berhubungan dengan potongan berandalan seperti kamu. Sekarang juga kamu pergi dan jangan temui anak saya lagi!”. Arman gemetar, bukannya sambutan hangat tapi justru makian yang di dapat. “Apakah ini karena penampilan luar saya?”, Arman mencoba menerka-nerka dalam hati.“Keluar!”, Arman tersadar, dengan penuh ketakutan dan langkah tergesa-gesa Arman segera pergi, sayup-sayup dia masih sempat mendengar tangisan Arleta “Ada apa ini Pa, Ma? kenapa Mas Arman diusir? Apa salah dia?”. Berhari-hari Arleta bagai orang gila, setiap hari dia mencari Arman di seluruh pelosok kampus, matanya yang sembab menunjukkan bahwa dia terlalu sering menangis. Arman seolah menghilang dari peredaran, tidak ada yang bisa menunjukkan jalan, dicari di tempat kost pun tidak ditemukan. Arman sadar akan hal itu, hatinya sebenarnya perih harus menyembunyikan diri di salah satu ruangan di kampus itu, sementara di luar sana ada seorang gadis yang sangat dia cintai harus mengabaikan perasaan malu berlari kesana kemari sambil bertanya kepada setiap orang yang dia temui tentang keberadaan Arman. Tapi Arman berfikir bahwa itu mungkin jalan yang terbaik, percuma dia tetap menjalin hubungan yang sama sekali tidak direstui oleh orang tua kekasihnya. Tamparan keras mendarat di pipi Arman ketika dia dengan sembunyi-sembunyi keluar lewat gerbang belakang kampus. “ Ada apa ini mbak? Apa salah saya?”. Arman tidak marah, dia hanya kaget, dia tahu kenapa Intan tiba-tiba muncul dan menamparnya.“Kamu mau membunuh Leta? Kamu mau membuat adikku satu-satunya gila?” Intan tidak mampu melanjutkan kata-katanya, dia terduduk dan menangis sejadi-jadinya. “ Aku juga sakit mbak, Arleta seperti dewi dalam hidupku, dia itu yang membuat hari-hari berjalan dengan indah. Senyumnya membuat masalah apapun yang aku hadapi seolah sirna. Keikhlasan dia untuk selalu bersama dalam suka dan duka selama ini membuat aku merasa berharga. Dan tiba-tiba aku harus meninggalkan semua itu? Mbak paham apa yang aku rasakan?”. Arman duduk disebelah Intan sambil matanya menerawang.” Apa yang harus aku lakukan Mbak?”. “ Man, temui Arleta, entah apa yang akan kamu katakan tapi buat dia kembali jadi adikku yang dulu lagi, sekarang aku benar-benar kehilangan sosok Arleta yang ceria” Pelukan Arleta benar-benar membuat Arman tidak bisa bernapas. “ Sudah Arleta, malu sama orang, kita di tengah jalan nih”. Arleta memang terlihat kurus, badannya tidak terawat, rambutnya acak-acakan, mukanya pucat, kantung matanya menghitam. Tapi senyum Arleta menghapus semuanya“ Dia benar-benar dewiku” batin Arman. Betapapun kondisi dia, selalu mampu membuat Arman kembali bergairah menjalani hidup. Suara merdunya yang selama ini hilang dan sempat membuat hatinya gersang sekarang mampu menumbuhkan kesejukan. Untuk sejenak Arman merasa bahagia. Namun jauh di lubuk hatinya dia masih tidak belum tau apa yang harus dibicarakan dengan Arleta. Rasanya sangat kejam seandinya kebahagiaan mereka saat itu harus kembali hancur karena pembahasan masalah penolakan orang tua Arleta atas hubungan mereka. Arman hanya membiarkan kepala pujaan hatinya itu bersandar pasrah di dadanya. Masing-masing terdiam, masing-masing ingin meresapi kebahagiaan yang sedah mereka rasakan. Sunyi. Sepi. “ Man, aku hamil aja ya!”. Arman terlonjak, benar-benar tidak menyangka muncul kata-kata itu. Begitu lama saling diam ternyata muncul kata-kata yang bahkan tidak pernah terlintas dalam angan-angan Arman yang paling liar sekalipun. “ Man, kalo aku hamil Papa dan Mama pasti mengijinkan kita menikah, aku tidak mau kehilangan kamu Man”. Arman selanjutnya hanya terdiam, “ Apakah benar begitu?” Arman membatin. “ Aku mencintai Arleta sepenuh hatiku, seminggu tidak ketemu Arleta serasa seabad, tidak mendengar suaranya membuatku seperti terlempar di padang yang gersang. Sejujurnya aku mengharapkan menikah dengannya. Tapi apakah harus dengan jalan seperti ini? tapi...., apakah ada cara lain?”. Hari-hari bahagia kembali mengiringi dua sejoli yang sedang dimabuk asmara itu. Rona bahagia Arman, keceriaan Arleta, tak pelak membuat hati Intan bergembira. Sampai kemudian didapati Arleta positif hamil. Hal yang memang ditunggu-tunggu oleh sepasang kekasih itu. Mereka berharap ini bisa menjadi pengikat hubungan mereka berdua. Mereka berharap orang tua Arleta akan luluh mendengar buah hatinya akan mempersembahkan cucu yang tentunya akan melengkapi keceriaan di dalam rumah mereka yang belum pernah terdengar celotehan bayi mungil, buah hati Arleta dan Arman. “Apaaa...!!!” , suara Papa Arleta begitu menggelegar, tidak pernah sekalipun Arleta mendengar papanya berteriak sekeras itu. Apalagi ditambah suara mamanya yang diiringi tangisan mempertanyakan perihal kehamilannya itu. “ Siapa yang berbuat Nak!, katakan sama Mama, siapa yang bertanggung jawab terhadap jabang bayi yang kamu kandung?”. Arleta sudah menduga akan seperti ini, dia sudah siap mental untuk dimarahi papa dan mamanya. Sementara itu, Intan diam-diam mengintip apa yang terjadi di ruang keluarga. Dia tidak berani keluar, cukup mencuri dengar dari pintu kamarnya. Dia baru bisa menebak-nebak kira-kira siapa yang jadi ayah dari bayi yang dikandung Arleta. “ Arman Pa, Ma....”, jawab Arleta lirih. Saat itu Intan tidak tahu harus sedih karena adiknya hamil di luar nikah, atau tersenyum karena ternyata yang ada dalam kandungan Arleta adalah buah dari Arman. Intan tersenyum “ Hi hi...pasti Papa dan Mama minta Arman untuk bertanggung jawab”. “ Anak berandalan itu ternyata memang bajingan! Ma, bawa Leta ke kamar, kunci dari luar, jangan sekali-kali dia boleh keluar. Ambil hapenya, cabut telepon yang ada di kamarnya. Arman bajingan!”. Papa Arleta langsung keluar rumah sambil menggebrak pintu, sementara tangisan Arleta pecah sampai kemudian hilang setelah masuk ke dalam kamar. Mama Arleta tergopoh-gopoh membawa hp, telepon kamar dan kunci kamar kemudian bergabung dengan suaminya di beranda rumah. Mendiskusikan sesuatu. Sudah beberapa hari Arman sama sekali tidak mendapat kabar tentang Arleta. Tapi dari Intan dia jadi tahu bahwa kekasihnya disekap di kamarnya. Akhirnya demi mempertanggung jawabkan apa yang telah dia perbuat, Arman dengan penuh percaya diri berangkat ke rumah Arleta.Suasana sore itu agak gerimis, mobil dinas ayah Arleta sudah berada di garasi. Bel sudah dipencet tapi belum ada tanda-tanda orang tua Arleta akan keluar dari rumah. Tiba-tiba pintu terbuka dan sesaat sebuah bogem mentah mendarat tepat di muka Arman, dia terjungkal beberapa meter ke belakang, belum sempat dia bangun sebuah tendangan mendarat di perutnya, dia mengaduh, tapi masih ada tenaga untuk berdiri. Tapi terlambat, ayah Arleta sudah mengokang pistolnya dan mengacungkannya ke arah Arman. Pandangan mata Arman masih kabur, darah segar mengalir deras dari hidungnya, tapi dia sudah menyadari bahwa nyawanya terancam setelah ujung laras pistol yang dingin menekan pelipisnya. “ Om, saya mau bertanggung jawab Om, saya mau menikahi Arleta Om” ratap Arman, sakit di perut dan kepalanya memang sudah tidak tertahankan lagi. “ Jangan banyak bicara anak sialan, sekarang juga kamu harus menghilang dari Bandung, atau besok tinggal jasadmu saja yang tergeletak tak bernyawa”. “Kriiiiing!!” Entah suara darimana membuat Intan terbangun tiba-tiba dari tidur lelapnya. Dia lihat Mamanya sudah berdiri di dekat pintu kamar sambil membawa jam weker kesayangan Papa, padahal sekilas dia lihat jam dinding baru menunjukkan pukul lima pagi. “ Intan, cepat berkemas, bawa pakaian secukupnya, bawa semua buku kuliah yang kamu punya” , tanpa ekspresi Mama meninggalkan kamar anak sulungnya itu. Kalau sudah begini Intan tidak berani membantah, dia tahu tabiat mamanya. “Ini pertanda buruk!”, tebak dia. segera berkemas dan masuk mobil yang sedari tadi sudah parkir di depan gerbang keluar rumah. Dilihat adiknya yang dia sayangi meringkuk di dekat jendela, tatapan matanya kosong ke arah Intan, tapi tidak ada yang bisa dilakukan. “Kita mau kemana Pa?”, tanya Intan memecah keheningan yang sejak tadi menyelimuti perjalanan yang tidak jelas kemana arahnya. Tanpa menoleh ke arah Intan, Papanya hanya menjawab “ Kalian lebih baik pindah sekolah daripada tetap di Bandung tapi bikin malu keluarga!”. Intan tidak berani membantah atau melawan kata-kata papanya. Bulan berlalu.....Intan dan Arleta tidak ada kabar berita....Arman melarikan diri tepat ke Yogya pada malam dia diancam akan dibunuh oleh papa Arleta. Berulang kali kerinduan terhadap jantung hati dan buah hatinya harus dipendam karena tidak tahu harus menghubungi siapa. Telpon rumah Arleta sudah diganti setelah beberapa kali dia mencoba menghubungi. Orang tua Arleta memang sengaja menutup semua akses sehingga Arman sama sekali putus komunikasi dengan Arleta maupun Intan. Arman sudah putus asa dan sedikit demi sedikit dia mampu keluar dari bayang-bayang masa lalu. Pekerjaan sekarang sebagai tourist guide sudah cukup menghidupinya dan menata hidup yang lebih baik. “ Arman ya?”, sesaat Arman kaget mendengar suara itu. Tapi kata-kata itu sepertinya tidak asing bagi dia. “Mbak Intan? Apa kabar Mbak?Dalam rangka apa mbak ke Candi Prambanan? Sama siapa mbak? selama ini kemana? Arleta mana? Anak saya gimana?....”. Rentetan pertanyaan itu sepertinya tidak butuh jawaban lagi ketika Intan menunjukkan sebuah foto bayi laki-laki mungil yang sedang tersenyum riang. Tanpa sadar air mata Arman mengalir, air mata keharuan, air mata kebahagiaan, air mata kerinduan. Senyum bayi itu mengingatkannya pada keceriaan Arleta, melihat sorot matanya yang tajam Arman yakin bahwa bagian itu mewakili dirinya. Mudah-mudahan Arleta masih ingat dengan tatapan mata itu. “ Namanya anakmu Yoda, Arleta dinikahkan oleh Papa dengan salah satu anggota Papa”. Panitia study tour kampus Intan sudah memaksa mereka naik bis, entah karena terlalu bahagianya hingga Arman lupa menanyakan di mana mereka sekarang. Arman menyesal, tapi potret buah hatinya sudah berada digenggamannya, hari-hari selanjutnya membuat Arman bertekad untuk dapat melihat buah hatinya secara langsung. Sudah seminggu Arman kembali ke Bandung, dengan alasan ngambil cuti ke Sukabumi dia memanfaatkan kesempatan ini untuk memata-matai rumah Arleta. Tapi hasilnya masih nihil. “ Kalaupun Arleta sudah tidak di rumah ini, aku yakin dia masih di sekitaran Bandung, bukannya suaminya sekarang adalah anak buah papanya?” demikian perasaan Arman menebak. Sore itu Arman mengajak kawan-kawan yang dulu satu kost dengan dia jalan-jalan ke mall tempat biasa mereka mangkal. Mall yang lumayan besar. Walaupun hanya sekedar duduk-duduk di lantai dasar mall sambil ngobrol cukup membuat Arman kembali mengingat masa-masa dulu. Waktu kuliah di kota itu. “Sudah cukup banyak perubahan” batin Arman sambil menyusuri lantai demi lantai. Tiba-tiba, deggg.....jantung Arman terasa berhenti. Dilantai tiga dia lihat seorang perempuan yang tidak mungkin dia tidak mengenalinya. Rambut panjang, langkah yang gemulai, walaupun badannya sedikit kurus tapi dia yakin bahwa itu Arleta, sosok yang dia cari selama ini. Kaca mata hitam yang dia kenakan tetap tidak membuat Arman lupa parasnya yang cantik. Sementara beberapa langkah di belakangnya, seorang laki-laki dengan potongan yang tegap, rambut cepak,menggendong bayi mengikuti kemana perginya Arleta. “ Pasti suaminya, karena yang digendong itu Yoda, anakku yang aku cari “ Arman mengguman sambil bangkit. Sambil berlari naik ke atas, mata Arman tidak sekalipun lepas dari sosok Arleta yang masih tidak sadar bahwa ada ayah dari Yoda di tempat yang sama. Arman sudah berada di lantai yang sama, dia mengambil arah dari depan Arleta. Semakin dekat...dan semakin dekat. Jarak mereka hanya tinggal beberapa meter. Arman terdiam di tempat tidak sanggup berkata apa-apa. Sementara Arleta juga ikut terdiam, sepertinya dia kaget ada seseorang yang tiba-tiba berhenti tepat dihadapannya, perlahan-lahan dia lepas kaca mata hitamnya. Nampak jelas matanya sudah berkaca-kaca, bahkan beberapa butir air matanya mulai menetes deras membasahi pipi. Bibirnya bergetar, seakan kerinduan yang selama ini begitu menyesakkan dadanya akan meledak saat itu juga. “ Arman?....” terdengar lemah di telinga Arman tapi itu sudah cukup membuktikan bahwa Arleta juga memiliki kerinduan yang sama. Arman perlahan mendekat, mengulurkan tangannya, demikian juga Arleta. “ Ada apa Ma?” suasana itu terobek oleh kata-kata suami Arleta yang melihat ada yang aneh dengan istrinya. Sepertinya kehadiran Arman di tempat itu tidak begitu diperhatikannya. Arman panik, segera saja dia melanjutkan langkahnya, cepat-cepat menjauh dari mereka. “ Nggak apa-apa Mas, mata saya kelilipan”. Itulah suara Arleta yang terakhir kali terdengar oleh Arman. Setelah merasa sudah cukup aman, Arman kembali balik kanan untuk bergerak menuju lokasi Arleta dan suaminya. Tapi suasana mall sangat ramai, berkali-kali Arman harus berdesak-desakan untuk mendapatkan jalan sampai didapati Arleta dan suami serta anaknya sudah tidak ada lagi di tempat semula. Seperti kesetanan Arman berlari ke sana kemari, matanya liar mencari dari lantai bawah sampai lantai paling atas namun jantung hati dan buah hatinya tidak di dapati. Tapi dia terus mencari dan mencari. Berjam-jam Arman mencari, berlari dari lantai bawah ke atas, kembali lagi, keringat yang membasahi tubuhnya tidak dihiraukan. Tapi tidak ada tanda-tanda bahwa mereka masih berada di mall. Arman hanya bisa terduduk di lantai bawah mall. Kecapekan. Menyesal. Sedih. Aku terlalu panik....Aku kehilangan jejak jantung hati dan buah hatiku...”

Read More..
 
Cerpen : Pada Cintanya

Cerpen : Pada Cintanya
Nama Pena : ButTerFly_GurL87

"Bosanlah asyik menghadap computer je. Naik juling bijik mata aku tengok excel ni," aku membebel sorang-sorang depan komputer.

'Bukak blog orang best gak ni. Boleh timba ilmu dicampurkan dengan mengutuk,' aku memasang niat tak elok. Jangan tiru tau. Tak baik untuk kesihatan hati dan fikiran korang nanti.

'Mana satu nak bukak dulu ek. Wah…page ni cam leh tahan je,' aku terdiam seketika membaca blog yang kubuka.


'Berani betul dia tunjuk makwe dia. Leh tahan jugak cun makwe dia ni. Dia pun bolehlah tahan gak,' aku membelek lagi blog dia yang bercampur life serta hal berkaitan pengguna blogspot. Jeles gak aku baca blog dia ni, siap guna perkataan Pa and Ma lagi. Romantik tul.

'Aku ngan dia. Harem nak guna Pa, Ma dan seangkatan dengannya,' tiba-tiba hatiku terdetik mengingati dirinya. Siap terberangan lak tentang dia.

Tiba-tiba antena telingaku menangkap bunyi handset yang terjerit-jerit lagu Pcd-Jai Ho. Aku segera mencapai handset yang kuletakkan di dalam laci.

"Assalammualaikum, ye nak cakap dengan siapa?"

"Wa'alaikumsalam. Main-main ek. Nak cakap dengan kaulah. Siapa lagi. Karang nak lunch sesama tak?" soal buah hatiku.

"Boleh jugak. Kau nak belanja ke atau aku belanja?"

"Apa kes perempuan belanja. Akulah belanja nanti. Nanti pukul 12.55 kang tunggu depan kereta aku," ujarnya.

"Ok," balasku sambil tersenyum manja. Dia tak nampak pun aku senyum macam tu.




Tepat pukul 12.55 tengahari aku dah duduk tercongok depan pintu kereta dia. Tapi batang hidung dia tak nampak pun sampai sekarang ni. Selalu dia sampai dulu sebelum aku, ada kerjalah tu.

'Sampai pun, tapi kenapa muka dia tu cemberut semacam je,' aku bermonolog sendirian didalam hati.

"Sorry lambat. Jom naik cepat," arahnya tanpa secalit senyuman seperti selalu. Aku masuk ke dalam kereta. Dia menghidupkan enjin kereta dan kami bergerak menuju ke tempat biasa.

"Kau kenapa?Macam ada problem je?" soal aku lambat-lambat.

"Takde apa pun. Makan cepat sikit ek. Aku kena keluar petang ni," ni yang tak best ni. Tak boleh lepak macam selalu, dia pulak ada hal.

"Ok," balasku terpaksa.




Malam tu aku mendamparkan diri di atas katil bujangku sambil membaca novel Tuhan Lebih Tahu karya Nora Ismail. Bacaanku terhenti seketika apabila mengingati peristiwa tengahari tadi. Tak pernah lagi kuberdepan dengan situasi tadi, selalu dia ceria je. Aku mencapai handset nokia 5310 kesayanganku dan mendial nombor buah hatiku, Taufik.

"Assalammualaikum, Fik. Kau buat apa tu?" soalku sebaik sahaja panggilanku berjawab.

"Kau ke. Aku tengah layan game Diner Dash ni. Ada apa tipon aku memalam camni?" soal dia pulak.

"Saje je. Takleh ke? Kau ok ke?" soalku lagi.

"Apa yang ok? Aku sentiasa ok."

"Ye ke, kalau ok, baik kau bagitahu kenapa kau monyok semacam je waktu lunch tadi?"

"Takde apa."

"Kau teringat dekat 'dia' lagi ke?" spontan terpacul soalan yang tak kujangka itu. Dia terdiam agak lama, dia menarik nafas agak panjang.

"Sorry, tak sengaja tanya."

"Tak apa. Oklah aku nak sambung main game ni. Bye, assalammualaikum," dia mematikan panggilan sebelum sempatku jawab salamnya.

\"Aku rasa serba salah pulak tanya pasal tadi sedangkan aku tahu tak patut aku tanya hal yang dah berlalu. Taufik, aku mintak maaf. Akhirnya aku tertidur dalam keadaan yang cerah.



"Fik, petang ni teman aku pergi beli barang jap boleh tak?" soalku. Sengaja aku ajak dia temanku sebab dah hampir sebulan aku tak nampak kelibat dia.

"Sorrylah, petang ni aku ada hallah," jawabnya.

"Ala....tak boleh ke teman? Sekejap pun jadilah, dah dekat sebulan tak jumpa. Aku telefon pun tak berjawab," desakku lagi.

"Aku ada hallah petang ni. Hujung minggu nilah ok. Aku janji..." pujuknya/ aku mendengus perlahan.

"Ok, nanti ambik aku macam biasa. Apa-apa hal telefon aku tau," aku berpesan sebelum kami memutuskan panggilan.

"Macam mana?" soal Liana.

"Hujung minggu ni dia boleh teman aku," ujarku pada Liana.

"Biasalah orang lelaki, kau kena bersabar dengan kerenah dia. Kau patut bersyukur tau, dia tak buat perangai macam bf aku ni," Liana memujukku.

"Tengah bersabarlah ni. Dekat sebulan tak jumpa, nak call tinggal harapan jelah. Tak faham aku kadang tu dengan perangai dia," aku mendengus agak kuat.

"Kau kena faham, orang lelaki ni, ego dia tinggi. Kalau ada masalah bukan nak luah kat kita. Lagipun, aku seingat akulah, bf aku pernah cakap, orang lelaki ni kadang-kadang dia pun nak masa untuk bersendirian. So.....apa kata kau bagi dia masa untuk bersendirian dulu. Bila dia ok, mesti dia datang kat kita balik," ujar Liana dengan panjang lebar. Aku menganggukkan kepala dan tersenyum mendengar kata-kata Liana yang ada betulnya.

"Ok, kau ikut je cakap aku sekarang ni. Lagipun, hujung minggu nikan korang nak keluar sama-sama."

"Itu pun kalau jadi," balasku. Dia hanya tersenyum.




Aku bersiap ala kadar, mekap tipis kukenakan pada mukaku. Kurapikan bajuku dan melangkah ke bawah, terjengul muka Bayah ditangga.

"Amboi, wanginya minah sorang ni. Nak gi mana ni? Nak ikut boleh?" guraunya.

"Nak ikut ke? Jomlah, cepat gi siap," aku membalas gurauannya.

"Tak naklah. Nanti kena hempuk dengan cik abang kau," selorohnya.

"Takde maknanya dia nak hempuk kau, sebelum dia hempuk kau, aku hempuk dia dulu," balasku lagi sambil tertawa. Namun tawaku mati apabila terdengar panggilan masuk.

"Helo, assalammualaikum. Kau dah sampai ke?" soalku setelah memberi salam.

"Wa'alaikumsalam. Ni, aku nak bagitahu kau, aku tak dapat teman kau keluar hari ni. Aku dekat kampung sekarang, sorry lambat bagitahu," ujarnya.

"Ye ke..takpelah kalau mcam tu. Aku pun baru nak bersiap," mukaku yang tadinya ceria terus bertukar mendung.

"Lain kalilah kita keluar ek, kau nak kirim apa-apa tak?" soalnya.

"Takde apa kot, kirim salam dekat emak kau ek," aku menahan sendu dalam hati.

"Ok, kalau macam tu. Jumpa nanti. Assalammualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Bayah, aku gerak dulu ek. Kalau kau nak apa-apa mesej je aku nanti tau," aku melaung dari luar.

"Ok, hati-hati tau," sahut Bayah.




Aku melontarkan batu ke dalam tasik, alamat kalaulah terkena ikan mahu ikan tu marah kat aku. Tapi sekarang ni aku tengah bersedih hati, dulu seingat aku, kalau dia balik kampung, mesti dia bagitahu aku. Aku melontar pandangan ke arah tasik, sekali sekala ternampak kepala kura-kura yang terjonggol ditengah tasik.

Setelah agak tenang hatiku, aku memutuskan untuk berjalan kaki ke Perpustakaan Negara yang berada kira-kira 500 meter dari tempatku sekarang. Kerja gila yang pernah kubuat inilah, berja;an seorang diri sejauh 500 meter ke Perpustakaan Negara.

Dari Perpustakaan Negara, aku menapak ke Giant Taman Permata dengan menaiki teksi untuk membeli barang keperluan rumah sewa kami. Nasib baik Bayah tak kirim apa-apa, kalau tak jenuh aku nak mencari barang yang dia nak. Hampir petang baru aku balik ke rumah sewa kami, jalan kaki je, rumah aku dekat dengan Giant je.

"Assalammualaikum, Bayah....Bayah...." aku memanggil nama Bayah. Tak lama kemudian Bayah keluar membuka kunci.

"Aik...ni je kau beli. Dari pagi keluar sampai ke petang," Bayah menggeleng-gelengkan kepala melihat barang yang kubawa balik. Aku hanya mampu tersengih dan masuk ke dalam rumah. Malamnya aku tertidur awal tanpa makan apa-apa sepanjang hari.




"Kau nak pergi kerja jugak ke ni?" soal Bayah sambil menekap tangannya didahiku yang terasa bahang panas.

"Yup, kerja tu penting. Lagipun, aku kuat lagilah. Kang kalau aku rasa nak tumbang tu, aku baliklah," balasku separuh bergurau.

"Degil betullah kau ni. Ikut suka hati kaulah. Apa-apa hal telefon aku tau," pesan Bayah sebelum aku keluar dari rumah. Aku menganggukkan kepala dan keluar dari rumah sebelum Bayah membebel lebih banyak lagi.




"Asal dengan kau ni? Pucat je? Kau ok tak?" soal Liana yang kebetulan lalu ke tempat dudukku.

"Aku ok je, demam sikit je," balasku sambil menarik baju sejukku lebih rapat ke badanku.

"Sikit kau kata. Panas gila ni," ujar Liana setelah merasa dahiku.

"Aku tak gila lagilah, aku ok je."

"Ok kau kata? Panas sangat ni, jom aku teman kau ke klinik," desak Liana.

"Takyahlah. Tengahari nanti Taufik hantar aku ke klinik," balasku.

"Betul ni? Kalau macam tu takpelah. Kau rehat jelah dulu."

"Takpelah, ada kerja nak buat ni. Karang jelah aku rehat."

"Degillah kau ni," Liana menggelengkan kepalanya melihatkan kedegilanku. Sebenarnya, aku tak cakap pun dengan Taufik yang aku demam, jauh sekali aku meminta dia menemani aku ke klinik. Cukuplah kalau selama ni aku banyak susahkan dia.




"Kau dah pergi klinik belum ni?" soal Liana lepas waktu rehat berlalu.

"Dah, tengok ni. Aku dah sihat," ujarku sambil tersengih cam siput basi.

"Oklah macam tu, jangan lupa makan ubat lak," pesannya sebelum berlalu. Sorry Liana, aku terpaksa tipu kau. Tak sampai seminit kemudian telefonku berbunyi, aku tergesa-gesa mengangkatnya, takut orang lain terganggu.

"Assalammualaikum," salam kuhulurkan.

"Wa'alaikumsalam,Fiqa. Sihat ke? Buat apa tu?"

"Siapa ni?" soalku sambil tangan ligat memicit kepala yang berdenyut secara tiba-tiba.

"Ni Fiklah. Hai...takkan berapa hari tak jumpa dah lupa suara Fik," ujar Fik dengan lembut.

"Sorry, Fik. Tadi tak tengok nama sebelum angkat.," memang aku tak ingat pun suara dia sangat tambah lagi dengan keadaan aku yang demam ni.

"Petang ni free tak? Aku nak ajak kau keluarlah."

"Petang? Boleh kot, nanti aku tunggu kau tempat biasa," ujarku.

"Ok. Jumpa petang nanti," balsnya sebelum memutuskan panggilan. Aku bangun dan menuju ke pantry untuk mengambil air kosong, perut kubiar tidak kosong tak berisi sebarang makanan, hanya panadol yang mampu kutelan ketika ini.

Petang itu, kami keluar bersama ke sebuah restoran makanan melayu. Kami bersembang seperti biasa, aku pulak sedaya upaya sembunyikan demamku. Keadaan ini membuatkan aku segar sedikit, maklumlah rindu pada dia menggunung. Lama tak berjumpa membuatkan aku rasa gembira sangat dengan pertemuan sekarang. Dia pun kelihatan ceria sekali.

"Fiqa, aku nak cakap sesuatu dengan kau," ujarnya dengan lambat-lambat.

"Apa dia?" soal aku.

"Kejap ek. Aku nak telefon orang jap," dia bangun dan menuju ke luar restoran meninggalkan aku yang tengah leka menghirup tom yam panas.

Dia kembali ke tempat duduk kami bersama seorang gadis yang comel disampingnya. Aku terkedu melihat keadaan mereka yang seolah-olah sudah kenal lama dan mesra. Sampai ke tempat duduk kami, dia menarik kerusi pada gadis itu, aku tercengang melihat situasi yang membuatkan temperature demamku naik semula.

"Kenalkan, ni Fiqa. Fiqa, ni Awe." Aku tercengang sekali lagi mendengar dia menyebut nama Awe, bukan ke dia ex Taufik.

"Fik, apa semua ni?" aku membentak.

"Sebenarnya, aku nak bagitahu yang aku masih cintakan Awe. Aku tak boleh lupakan dia dalam hidup aku. Maafkan aku..." pintanya. Air mataku laju meluncur mengalir ke pipi, inikah balasan yang aku terima setelah bersama dengannya hampir 5 bulan.

"Aku tak tahu nak cakap apa, apa pun semoga korang bahagia. Kebahagian kau lebih penting dalam hidup aku. Aku mintak diri dulu," aku bangun dan berjalan dengan laju tanpa menoleh pada mereka dan memikir keadaanku yang sakit ketika ini.

Hujan mulai turun dengan lebat diluar disertai dengan guruh yang berdentum kuat. Aku tak peduli semua tu dan berjalan menuju ke seberang jalan dan menahan sebuah teksi yang kebetulan lalu ketika ini.

Sesampai dirumah, aku segera naik ke atas dan masuk ke dalam bilikku, aku menangis sepuas hatiku dan akhirnya aku terlelap dalam tangisan. Suhu badanku kian naik akibat terkena hujan tadi.




Kini setahun berlalu selepas peristiwa sedih dalam hidupku berlaku, aku kini tenang dengan hidupku sekarang. Cinta? Tiada lagi dalam hidupku...khabar yang ku dapat dari Liana, Taufik sudah berkahwin dengan Awe.

Aku pula menjalani liku-liku hidup tanpa cinta dari seorang lelaki, biarlah takdir Allah yang menentukan bila sampai jodoh aku akan berkahwin juga akhirnya. Sekali lagi Tasik Titiwangsa ini menjadi tempat persinggahanku.

Setiap hari tasik ini akan menjadi tempat kunjunganku, dan seperti biasa aku akan menyelusuri ditepi tasik, maklumlah dekat K.L ni susah nak dapat laut. Tasik pun jadilah. Aku berjalan sambil pandangan mataku lemparkan ke arah tasik tanpa menyedari didepanku seorang pemuda sedang berlalu sambil berlari kecil lalu kami berlanggar antara satu sama lain.

"Adoi...sorry...sorry..tak perasan," ucapku sambil menggosok dahiku yang tercium dahinya sebentar tadi.

"Takpe..takpe..saya pun mintak maaf," dia memohon maaf denganku. Dia mengangkat mukanya memandang ke arahku, mata kami bertautan dan hati berdegup kencang. Aku bingkas bangun apabila menyedari beberapa pasang mata melihat kami yang tengah buat iklan Cornetto tepi tasik.

"Saya Iqbal," dengan lancar dia mengenalkan dirinya selepas melihat aku bangun.

"Saya Shafiqah," ujarku sambil tersenyum padanya. Kemudiannya bermulalah episod cinta baruku bersama pemuda bernama Iqbal. Iqbal, pada cintanya kusandarkan cintaku.

Read More..
 
Cerpen : Maria Bidadariku

Cerpen : Maria Bidadariku
Nama Pena : ladyninie_fahmiey

Setelah hampir seminggu menghilangkan diri,aku pulang malam itu.Aku lihat Maria sedang sibuk menghidangkan makan malam. Wajahnya hambar dan kosong sekali. Aku melabuhkan badan ke sofa. Memberi sepenuh perhatian pada ulasan pemberita di kaca television.
"Abang,mari makan."Suara Maria mematikan perhatianku. Aku bawa langkah ke meja makan. Duduk bertentangan dengannya.
"Abang ada sesuatu nak cakap." Aku mula bersuara. Maria masih tenang menyuap makanan. Aku lihat matanya. Ada tompok derita dibalik mata bersinar itu.Sukar untuk aku meluahkan niat sebenar. Tapi aku tetap akan memberitahunya apa yang bernyanyi-nyanyi didalam hati aku saat itu.
"Abang nak failkan…"belum sempat aku menghabiskan kata-kata. Mata maria memandangku. Matanya sayu menahan derita dijiwa.
"Kenapa?"tanya Maria ringkas dalam nada yang cukup perlahan langsung tidak menunjukkan perasaannya terganggu disaat itu. Aku… Aku ingin lari dari soalan kenapanya. Aku bangun mengangkat pinggan ke dapur meninggalkan Maria.Sekembalinya aku dari dapur,Maria masih dimeja makan. Kaku.
"Kenapa abang tak jawab kenapa?"aku melepaskan keluhan dan melangkah menuju ke ruang tamu. Sekali lagi soalannya aku endahkan.
"Abang bukan lelaki!" marah Maria tiba-tiba. Aku hanya membatukan diri. Aku dengar tapak kakinya deras memanjat tangga. Mungkin ke bilik dalam perangkaanku.
Malam itu kami tidak bertegur sapa. Maria hanya mendiamkan diri membelakangi aku. Aku tahu dia ingin tahu kenapa. Tapi aku tidak kejam untuk menjawab soalannya. Aku tidak mampu bersuara untuk menyatakan aku telah jatuh cinta pada Riana dan aku tidak lagi mencintainya. Kerana yang pasti jawapan itu pasti lebih melukai Maria.

Tanpa sedikit rasa kasihan dan rasa bersalah,aku tetap mendraftkan penceraian dimana Maria akan memiliki rumah dan kereta kami serta 30% dari share syarikat. Didepanku surat perjanjian itu Maria koyak lumat. Berterbangan cebisan-cebisan kertas perjanjian di atas katil.
Dari detik itu,wanita yang telah 10 tahun mencurah bakti dan menemani hidupku bagaikan orang asing. Kami hidup sebumbung dan sebilik tapi kami bersendirian.
Saat memandang wajah murungnya,rasa bersalah mula menyelimuti hati. Terasa bersalah diatas setiap penat lelahnya,tenaga dan kasih sayang yang dia curahkan aku sia-siakan tetapi aku tidak berdaya menarik balik keinginan hati. Aku terlalu mencintai Riana. Maria menangis semahunya didepanku disaat aku memberitahunya kisah cinta aku dan Riana. Itu telah aku jangkakan dari mula. Bahunya aku pegang. Semoga dia mampu menerima kenyataan penghujung perkhawinan kami.Tangisan Maria sedikit sebanyak menyentuh jiwa lelakiku. Namun aku lega,segalanya berjalan dengan lancar dan saat-saat bahagia yang aku impikan untuk bersama Riana semakin cerah.

Pada hari berikutnya,aku pulang lewat dan Maria masih duduk diatas meja tulis. Mengarang rangkap-rangkap ayat di sehelai kertas putih. Aku yang keletihan setelah sehari suntuk melayan kerenah Riana terus terlelap tanpa menghiraukan Maria.Suatu masa aku terjaga dan Maria masih dimeja tadi. Dia masih menulis atau mungkin berkerja. Aku tidak terasa seperti ingin menegurnya. Aku memalingkan tubuh dan terus lena hingga ke pagi.
Dipagi itu selesai bersarapan Maria menyuarakan syarat-syarat penceraian yang dibuatnya. Sehelai kertas diberikan padaku.Maria tidak mahukan apa-apa. Permintaannya yang tertulis sangat mudah,dia hanya inginkan 2bulan sebelum kami bercerai.Cuma 2 bulan.Didalam jangka masa 2bulan itu Maria minta supaya kami menjalani kehidupan seperti biasa sebaik mungkin seperti keluarga-keluarga yang lain.
"Kenapa awak nak saya buat macam tue?"tanyaku. Jawapannya sangat mudah.

"Ikram ada peperiksaan bulan ni. Bulan depan hari kelahirannya.Saya taknak pelajarannya terjejas kerana masalah kita." Aku mengangguk faham serentak menerima syarat mudahnya itu.

Tetapi bukan setakat itu. Maria ada satu lagi permintaan. Dia meminta supaya mengulangi semula saat hari pertama dia bergelar isteri. Dia meminta aku mengendongnya setiap hari selama 2bulan dari pintu bilik kami hingga ke pintu depan untuk menghantarku sebelum pergi berkerja. Ingin saja aku katakan dia gila. Tapi aku tidak sampai hati. Untuk membuatkan saat akhir kami lebih bermakna padanya aku turutkan saja permintaan peliknya.

Sampai sahaja di pejabat. Riana datang memelukku. Permintaan2 pelik Maria sebelum kami bercerai aku ceritakan satu demi satu pada Riana. Gadis manja didepanku ketawa dengan lengok2 mengodanya. Aku jugak turut ketawa dengan permintaan pelik isteriku itu.

" No matter what tricks she applies, she has to face the divorce." Riana bersuara bangga sambil dirangkul aku. Aku hanya tersenyum. Bibir mugil Riana menjadi sarapanku dan pastinya setiap hari selepas 2bulan nanti.

Semenjak aku menyuarakan hasrat untuk menamatkan rumah tanggaku bersama Maria,kami langsung tidak pernah bertentang mata apatah lagi bersama. Jadi pada hari pertama aku menjalankan syarat perjanjian mengendongnya ke pintu adalah perkara yang sangat pelik dan aneh aku rasakan. Ikram yang muncul tiba-tiba di belakang kami tersenyum-senyum.

"Papa dukung mama. Romantiknya.Macam Cinderella dangan Prince charming je. " Ujar Ikram. Ucapannya membuatkan aku terasa sedikit pedih didalam hati.Aku tidak tahu kenapa. Adakah kerana ini lakonan semata atau aku terluka kerena perbuatanku. Aku menuruni anak tangga berhati-hati. Wajah Maria hanya sejengkal dari wajahku. Di merapatkan wajah ke telingaku.

"Jangan cakap ape-ape pada Ikram tentang penceraian ini." Aku terkedu. Terasa sayu hati mendengar ucapan penceraian dari bibir Maria. Aku turunkan Maria di muka pintu. Dia mencapai tanganku lalu dicium kemudian berlalu mendapatkan keretanya. Aku memandu bersendirian ke pejabat.

Pada hari kedua,aku mula menyenangi babak lakonan kami ini. Maria menyandarkan kepalanya dibahuku saat aku mengendongnya turun. Haruman wangian yang dipakainya harum mewangi.Aku memandangnya. Di pasti tidak sedar kerana sedang memejamkan mata. Lama aku tidak merenungnya sebegitu. Sehingga aku tidak sedar dia juga turut memandangku.Pagi itu dia menghadiahkan aku segaris senyuman nipis sebelum berlalu. Langkahnya perlahan,lembutdan sopan. Sejenak aku terfikir apa yang telah aku lakukan padanya.
15hari pantas berlalu,malam tadi aku bersama Maria,setelah hampir 4 bulan aku meninggalkan tanggungjawab batinku padanya.

Hari ke 17,aku semakin dapat merasakan rasa untuk bersama Maria semakin berkobar-kobar dan membara. Maria tidak menolak. Malah disambut dengan senyuman dan aku dilayan seperti raja. Ya ini lah Maria yang menyerahkan seluruh jiwa raganya padaku sejak 10 tahun dulu. Kenapa aku lupa semua itu.
Aku berkemas-kemas untuk pulang. Rania muncul dimuka pintu pejabatku.
"You,malam nie u teman I ye. Mimi takda la. I takut." Rayu Riana. Leherku dirangkul. Godaannya melemahkan semangatku. Malam itu aku tidak pulang. Begitu juga 2 malam seterusnya. Aku terus bergelumang dosa bersama Riana. Maria?? Maria seakan telah luput dari ingatanku.

Di suatu pagi,azan subuh sayu berkumandang di gegendang telinga. Aku menarik selimut hingga ke kepala. Maria bergerak-gerak.
"Nak kemana?" tanyaku. Maria memandangku.
"Solat bang. Abang pun bangun la." Aku mendengarnya hanya membalas dengan tarikan selimut menyelubung badan.

Hari ini hari cuti. Handphones dari awal telah aku off. Jika tidak pasti sudah berates kali aku menerima panggilan dari Riana. Pasti ada-ada saja permintaannya.Shopping la,tengok wayang la,takut tinggal sorang la dan yang pasti pabila aku mendengar suara manjanya aku takkan bisa dapat meolak rayuanya. Jadi aku putuskan untuk offkan saja handphones. Maria dari tadi kesana kemari dari dapur ke meja makan menyediakan sarapan. Ikram sibuk bermain dengan hamsternya. Aku amati tubuh wanita yang bergelar isteriku itu. Tubuhnya semakin kurus. Patutlah semakin hari semakin ringan aku rasakan disaat aku mengendongnya.Terdetik lagi dihatiku. Betapa sabarnya wanita ini didalam deritanya. Hatiku terasa sedikit terhiris dengan tindakkanku sendri.

Kini sudah masuk hari ke 5 bulan kedua perjanjian.Ikram muncul dipintu bilik sebaik sahaja aku membukanya.Kali ini dengan camera digital kesayangannya.
"Tiba la masanya papa akan mendukung mama." Ikram berlagak seperti seorang jurukamera merakam detik-detik itu. Maria tersenyum manis. Tangannya kemas memaut leherku. Entah kenapa aku terasa seperti ingin mencium umbun kepalanya. Maria memandangku pelik .
"Mama,mama pulak kiss papa." Pinta Ikram. Maria memandangku. Menunggu riaksiku. Aku mengangguk lalu Maria pipiku. Terasa hangat bibirnya menyentuh pipi. Ikram bertepuk tangan gembira. Dalam kegembiraan itu,aku dirundum sayu. Aku lah manusia yang akan menghancurkan kebahgiaan ini. Aku lah manusia yang akan memusnahkan mahligai indah ini.Aku lah manusia yang melenyapkan senyuaman dan kegembiraan di wajah Ikram anakku.

Aku memandu laju ke pejabat. Aku mempercepatkan langkah kaki mendapatkan Riana. Aku telah membuat keputusan.
"Riana Johari,I takkan ceraikan Isteri I." ucapku lantang. Riana menekup mulut yang ternganga mendengar kata-kataku.
"You demam ke sayang."Tanya Riana. Dahiku dipegang. Pantas aku menepis. Aku tidak mahu lagi terjerat dengan rayuannya.
"I dah buat keputusan dan keputusan I muktamad. Rumah tangga I hambar selama ini bukan sebab tiada cinta untuk I dan Maria. Tapi I yang tak memberI peluang untuk kami terus bahagia dan menyemai cinta. Walau rumah tangga I bosan tapi I ada isteri yang sabr dan anak yang cerdik untuk memeriahkannya."Ucapku lancar. Wajah Riana berubah merah.

"You akan menyesal bila you sedar u dah kehilangan i!" pekiknya. Bunyi pintu berdetum kuat bersama pemergian Riana. Aku menarik nafas lega.
"Terima Kasih Ya Allah membuka pintu hati dan peluang untuk hambamu ini." Aku berdoa dan bersyukur seketika. Selesai solat subuh bersama Maria pagi tadi,hati ku sendiri telah membuat keputusan ini. Maria isteri solehah yang telah membimbingku kembali ke jalan Tuhan.Walau berkali aku memaki hamunnya ketika menganggu tidurku untuk aku bangun berjemaah dengannya namun sekelip mata kuasa Tuhan yang esa mengubah segalanya. Dengan doa-doa ikhlas dari seorang isteri yang taat,terbuka pintu hatiku untuk kembali ke jalan yang benar dan segera bertaubat.

Aku pulang awal hari itu. Sampul coklat berisi surat perjanjian penceraian aku buang ke tong sampah. Jambangan bunga disisi aku cium harum. Hari ini aku akan melamar Maria sekali lagi. Dia akan tetap menjadi suriku sehingga akhir nyawa kami. Senyuman tidak lekang dibibir. Wajah manis Maria setia menghiasi diruang mata.

Semasa memandu pulang aku dikejutkan dengan panggilan berkali-kali dari rumah. Aku pasti itu pasti dari Ikram yang ingin memesan itu ini. Aku biarkan saja panggilan diam sendiri. Sampai diselekoh didepan rumah aku terserempak dengan sebuah ambulans. Terdetik dihati siapa pula yang sakit.

Aku menarik nafas panjang,senyuman telah aku ukir dibibir. Jambangan bunga di seat tepi aku capai. Sebaik sahaja aku melangkah keluar Ikram menangis sedu sedan mendapatkanku.
"Papa,meka bawa mama. Meka bawa mama.." suaranya tersekat2.Aku mula panik. Siapa yang bawa Maria dan kemana hala tujunya. Aku mengendong Ikram masuk. Muncul seorang lelaki didepanku.
"Kenapa ni?" tanyaku. Gaya lelaki didepanku seperti seorang inspector polis.
"Rumah encik telah diceroboh dan isteri encik mengalami pendarahan teruk akibat keguguran."
"Apa nie inspector. Ape yang kena ceroboh dan kenapa isteri saya keguguran?" tanyaku buntu. Terasa lutut mula mengigil. Peluh-peluh dingin mula membasahi dahi.

"Hahaha isteri u dah mati. You boleh khawin dengan I kan." Tiba-tiba kedengaran suara Riana terpekik-pekik. Dia melintasi aku dan Ikram. Tangannya digari.
"Encik Harris kami percaya telah berlaku pergaduhan mangsa iaitu isteri encik harris dan suspek cik Riana dari tingkat atas. Dan berkemungkinan besar isteri encik harris ditolak atau tergelincir ketika ingin turun dari tangga. Pendarahan teruk yang dihadapi isteri encik harris mengakibatkan dia telah meninggal dunia ditempat kejadian." Jelas dan perit sekali penjelasan yang harus aku terima. Bunga buat Maria terlepas dari gengaman. Aku terduduk lesu menyembah bumi.

Jahilnya aku pada Maria. Sehinggakan aku tidak sedar dia mengandungkan zuriatku. PatutlAh dia hanya tersenyum bila ditegur Ikram perutnya buncit tapi badan kurus.Rupa-rupanya Maria merahsiakan sesuatu dari pandanganku.

Hari ini cukup 2bulan tarikh perjanjian. Maria telah pergi selamanya.Aku masih di tanah perkuburan ditinggalkan saudara mara dan rakan-rakan yang beransur pulang. Jenazah Maria baru tadi dikebumikan. Bunga yang ku beli semalam untuknya aku taburkan ke tanah. Masih terbayang wajah Maria memandang aku disaat aku menyampai hasrat untuk meninggalkannya. Masih terbayang wajah Maria dengan senyuman ketika aku mengajak dia bersama. Masih terbayang anak mata bersinar milik Maria yang menyimpan 1001 duka.
"Maafkan abang Maria." Setitis demi setitis air jernih membasahi pipi. Segera ku seka agar tidak membasahi bumi. Walau seribu penyesalan dihati kerana pernah ingin meninggalkan Maria namun aku bersyukur kerana Tuhan memanjangkan jodohku dengannya. Maria masih bidadari syurgaku.

"Maria tunggu abang disana.."ucap aku didalam hati. Awan biru menemani langkahku pergi meninggalakan makam biadadariku sepi.

Hadis Rasulullah yang bermaksud:
"Sampaikanlah kepada sesiapa yang engkau temui daripada kaum wanita, bahawasanya taat kepada suami serta mengakui haknya adalah menyamai pahala orang yang berjihad pada jalan Allah, tetapi sangat sedikit sekali golongan kamu yang dapat melakukan demikian."
(Riwayat Al-Bazzar dan Ath-Thabrani)

Read More..
 
Cerpen : Mak ni

Cerpen : Mak ni
Nama Pena : umi kalsom

" Mak ada orang datang ni.," kuat Aminah melaung dari depan. Tetamu yang hadir sekadar menelan liur. Uish! Anak daramenjerit sampai bergegar gegendang telinga.
" Aminahberapa kali mak dah pesan jangan menjerit-jerit! Kamu ni.," Mak Timah yang muncul dari dapur terus merungut-rungut.
" Eheh kak Pah..," terus nadanya berubah ceria. Senyuman tersungging di bibir. Drama swasta sebentar! Hehe..
Aminah sekadar memandang kosong. Dia masih statik di tempat asal. Apa watak-watak yang tetamu ni bawa. Kenapa aku tak pernah tau pun! Ah, lantaklah. Tak penting pun. Bukan masuk exam.
Baru saja dia memalingkan badan dan memulakan langkah
" Aminah buatkan air!," arahan mandatori dari mak. Aduhai mak ni. Saja je nak test skill membancuh air aku time-time macam ni. Dibuatnya muka seposen. Kot-kot lah mak nak consider pasal arahan tadi tapi nampak gaya tetamu mengaburi mata mak. Aku pun dia dah tak layan.
Dengan langkah yang berat, kakinya diatur ke dapur. Mengigil tangan masa buka penutup bekas air. Apa ke benda nivibrate pulak dah! Bancuh air je puncool Mincool aku kan pakar bab-bab ni.
Tak sampai beberapa minit, air telah pun siap dihidang. Berkerut muka tetamu time meneguk air hasil tangannya. Dia perasan renungan tajam dari mak. Tapi buat donlt know jela.. .

*****

Gelak tawa memenuhi ruang makan. Masing-masing mempamerkan aksi tidak percaya.
" Berani gila kau ye!," Ruby mencelah.
" Tu arkau ni..agak-agak ah! Mau orang tu cirit birit ke apa, tak ke haru!," ujar Pelah pulak sambil ketawa. Teruk betullah kawan aku nihampeh! Hehe.
" Dah tuaku nak buat macam mana korang tau jela mak aku. Bukan boleh nampak yang standard sikit. Takkan aku nak strongkan lagi dia punya harapannak berlagak lemah lembutpandai masakpandai buat kerja rumahoh never and ever!," ujar Aminah lantang.
" Nanti tak pasal-pasal, tak sampai sebulan korang dah dapat invitation perkahwinan aku," sambungnya lagi. Kedua-dua temannya masih terkekek-kekek sambil memegang perut.
PAP! Buku Biologi tepat mengenai bahu Pelah. Berkerut kening. Tahu sakit.
" Tak payahlah gelak macam orang tak pernah gelak," marah Aminah. Gila over gelak sampai terduduk-duduk. Hisy!
" Okey sorrylahheheCuma lawak la mesti kawan gila menyesal minum air yang kau buat semalam. Entah berapa kali keluar masuk toilet!," ketawa lagi.
Aminah tersenyum sumbing.
" Jom ar masuk kelas ," ketiga-tiga mereka bergerak meninggalkan kantin sekolah yang riuh macam pasar malam tu.

Di dalam kelas

" Min.dengar cite, ada orang masuk meminang kau," sampuk Mia dari belakang. Belum sempat Aminah melabuhkan punggung atas kerusi plastiknya. Aduhai.. kepoci betul! Mana ntah dia pergi kutip khabar angin ni tak releven langsung!
" Yang kau sibuk sangat dengan benda tu apasal," balas Aminah dingin. Ruby dengan Pelah dah standby kat sebelahheh! Aku ni macam ada bonzer la pulaktapi dua-dua bonzer kecikhehe
Mia menjungkit kening. Berlagak!
" Eleh kau jangan nak perasanlah anak mak cik Pah tu nanti berkenan kat kau. Aku seribu kali cantik dari kau mesti aku yang dapat dia!," ujar Mia tiba-tiba. Eeiii..riak betul! Aminah tersenyum jengkel
" Aku peduli apa anak mak cik Pah kekuih pau kesampah keapa-apa kekau amik jelahyang mana-mana yang sesuai dengan kecantikan kau yang tiada tandingan ni.. I donlt care ok! Just mind your own business!," serentak itu ketawa meletus. Semua orang ketawakan Mia. Mia geram! Kaki dihentakkan manja ke lantaidan terus dia berlalu keluar dari kelas.
" Pelik betul aku dengan minah tu baru form 5, dah kalut-kalut nak bersaing pasal lelaki. Entah siapa anak Mak cik Pah tueh, siapa ye mak cik Pah tu?," soal Aminah slumber dengan muka poyo tak tau nak kata.
Dahinya diketuk!
" Heikepala-kepala jangan main ar. Hilang ilmu akukutip balik..," marah Aminah.
" Kau la mak cik Pah mana pulak dah! Yang datang rumah kau tulahhisy!," Ruby dan Pelah geleng kepala. Aminah tersenyum kelat. Yeke! Hehe tak kenal

*****

Selepas 3 tahun.

" Mak Min tak nak!," tegas Aminah bersuara.
" Kenapa.. give me one good reason?," wow! Speaking mak akuhehedia tergelak dalam hati. Melihatkan wajah serius di hadapannya itu, tak terkeluar rasanya ketawa. Macam ada benda je yang tersangkut kat kerongkong ni.
" Min tak nak. Itu je. Tak taulah nak fikir reason apa. Kalau boleh boleh mak bagi Min seminggu Min prepare paper work sekali..," sempat lagi dia bercanda.
PAP! Pantas je tangan mak naik ke bahunya. Adus.sakit wooo~~
" Orang cakap serius dia main-main pulak ye. Mak tanya lagi sekali, kenapa tak nak," wajah mak serius sangat tak terkata.
" Sebab Min tak suka purple Min suka merah!," ok thatls it. Aku takkan pakai baju ni. Never!

*****

Riuh sekali suasana rumah Aminah pada petang itu. Aduhai makjanganlah bagi Min rasa segan. Mak ni.
" Assalamualaikum," suara itu menyapa dari belakang. Aku nak buat apa ni. Cabut lari nak! Idea bodohtukar plan dijeling sekilas tangannyamak aih, vibrate tahap Parkinson gila teruk ni!
Baju kurung Pahang yang berwarna ungu elok tersarung di tubuhnya yang lampai itu. Ini semua sebab mak lapandai je basuh baju favourite aku, sedangkan tak pakai pun. Taktik tengokaku kena ambil kos la dengan maknampak gayanya
" Assalamualaikum," sekali lagi salam dihulur. Alamak lupa ada orang lah. Berat sekali rasa nak angkat kepala ni. Tapi digagahkan jugak. Dipandang sekitar kawasan luar rumahnya gaya macam first time datang sini. Heh! Nervous!
" Nur Aminah Abdul Fahim!," amik kau dia dah panggil full name. kali ni, nak tak nak kena pandang jugak. Mata bertemu mata la.. dia ke! Betul ke apa yang aku lihat ni mata aku tak menipu! Yes Min. senyuman secara spontan memekar di bibir.
" Kenapa? Terkejut?," soalnya orang itu lagi. Aminah menggeleng.
" Tak sangka je," lantas dia tertawa kecil.
" So amacam! Still tak nak.," soalnya dengan penuh makna.
" Masih dalam pertimbangan,"
" Main tarik tali hhhmmmtakpekita tengok siapa yang menang!," selamba dia menjawab. Aminah mencebik. Berlagak nak mampus!
" Aminah.ajak Faisal masuk," laung mak kuat dari dalam rumah. Ye mak! Tak perlu kot buat announcement sekuat tu
Aminah masih lagi degil dengan keputusannya. TAK NAK! Keras kepala betul.
" Macam mana Kak Timah, kita nikahkan jela diorang tu!," tercekik Aminah dengar ayat tu. Gila ke apa. Takde ribut takde taufan.. tiba-tiba NIKAH!
" Mak Min tak setuju!," ceh macam bagus je Min melahirkan pendapat. Faisal dah tergelak kecil namun cepat jugak dia mendapat jelingan pedas dari Min.
" Kenapa mak kalut sangat nak nikahkan Min ni?," soalan cepu emas itu terkeluar jugak.
Namun reaksi yang diterima, agak-agak mengelirukan. Err Aminah terkelu lidah. Aku tersalah soalan ke. Kenapa semua pandang pelik ni. Janganlah ! janganlah !
" Siapa pulak yang cakap nak nikahkan Min mak Pah cakap pasal Kak Sofiya la," what! MAK!!!!! Malunya. Ya Allahgila malu! Mana aku nak nyorok ni belakang sofa boleh tak. Nampak macam muat je. Malu! Huhuhu.
Semua dah gelak. Aminah malu. Kenapalah mulut ni terlebih perisa sangatkan dah malu. Depan umum pulak tu. Aduhai~ dijeling ke arah Faisal di sebelah. Terkekek ketawa, tak ingat dunia. Over!

*****

" Hahahahahahahaha," hanya itu saja yang keluar dari mulut member Aminah. Dia menjeling geram! Aku malu gila..korang seronok ketawa pulak.
" Kau nikenapa kalut sangat Min," Pelah ketawa. Tau jela si Pelah ni..kalau gelak sampai terduduk-duduk. Perangai tak ubah-ubah.
" Mana aku taumak cakap tak clear. Faisal puntanya soalan ala-ala macam nak ajak aku kahwin hehehemana aku tak terkonfius!," Aminah tersenyum kelat..heheaku malu!
" Suka ke dengan Faisal tu dulu siap tanya anak mak cik Pah yang mana..kan-kan Rubyaku ingat lagi time tu," Pelah tersenyum nakal. Ruby pun! Jahat betul la korang ni.
" Aku suka la!," ZAPPP!!!! What did I said just now alamak! Dah terlepas ke kantoi!
Pelah dengan Ruby berlagak selamba. Kenapa sejak akhir-akhir ni orang kat sekeliling aku tak react dengan sepatutnya.
" Aku dah agak dah time kau curi-curi pandang dia dulu pun aku dah tau!," Ruby membuat ulasan.
" Saya pun dah agak," Pelah.eh wait! Itu suara Pelah ke kenapa lain je!
Dikalih wajahnya ke kiri, memang terlopong betul! MALUNYA!!!!!!!!!!!!!!
Muka dah panas. Faisal tersengih kat sebelah. Ni idea bengong sape ni!!aku dapat tau sape aku ketuk-ketuk kepala orang tu.
" Idea baik punya dari mak cik Timahhehehe..," semangat gila Pelah menjawab bagi pihak mak.

MAK.. aduhai~

Mak ni. Suka bagi Min malu! Orang malu mak malu!
" So nak ke tak nak," straight foward punya soalan. Semua memandangnya sambil tersengih.
Aminah pura-pura merajuk. Sebenarnya nak cover malu je tu.
" Offer last for ten second only!," perlahan kedengaran suara Faisal. Aminah kalut.
" Nak la.," serentak itu mereka ketawa. Sekali lagi Aminah terpinga-pinga! Eiitak suka betul la dikelilingi manusia yang pelik-pelik ni.

*****

" Aku terima nikahnya Nur Aminah binti Abdul Fahim dengan mas kahwin sebanyak seratus ringgit tunai!," lancar sekali Faisal menuturkan lafaz nikah.
Cincin disarungkan ke jari manis, dan ciuman kasih terpahat di dahi.
" Lepas ni tak boleh tidur dengan bantal busuk dah Min!," tiba-tiba suara mak Timah di celah keriuhan tetamu.
Memerah muka Aminah. Semua dah tak tahan nak gelak. Lagi-lagi si Faisal dengan senyuman nakal dia.
Mak ni.saja je! Min malu.

Read More..
 
Cerpen : Kisah budak matrix

Cerpen : Kisah budak matrix
Nama Pena : hazel adriana

"Zati, bangunlah Zati. Tak nak pergi kelas ke? Dah lewat ni." Tia cuba mengejutkan Izzati yang dari tadi asyik berguling di atas katil.
" Tia takde kelas ke?" tanya Izzati sambil mengosok matanya yang masih kabur.
"Lupe ke? Hari ni kan hari Khamis.. Tia mane ade kelas pukul 8 hari ni. Kelas start pukul 9. Bukan ke kelas zati pukul 8?"
"Ah! Dah pukul berapa sekarang? Ala macam mane ni?" Izzati sudah mula kelam kabut.
"Macam mane ni, macam mane ni ape.. cepat la pergi mandi..takkan nak pergi kelas dengan tak mandi macam tu.. budak busuk cepat pergi mandi." Tia tersengih-sengih melihat keletah Izzati yang terlewat bangun.
"Agaknye ramai orang tak kat toilet? Kalau ramai tak nak mandi boleh tak?" Izzati mula mengeluarkan idea-idea yang mengarut dari buah fikirannya.
"Dah, jangan nak mengada-ngada taknak mandi. Nanti berbau satu prac tu. Cepatlah sayang gi mandi." Tia memang suka membebel. Tia membancuh nescafe dan mengeluarkan biskut Tiger dari almarinya.
"Yela, yela... orang gi mandi la ni. Hei budak tu, makan biskut Tiger je?" Izzati memperli Tia yang suka makan biskut Tiger.
" Budak zati ni, nak kene betul. Tengok la nanti..balik kelas Tia ketuk-ketuk budak ni."
Izzati terus menuju ke tandas untuk mandi.

------------------------------------------

Izzati berlari-lari anak ke bangunan tutorial. Dia memang sudah terlewat. Beberapa kali dia melihat jam tangannya. Jam ditangannya menunjukkan sudah hampir pukul lapan pagi.
‘Habislah aku hari ni. Mesti Encik Yusuf dah masuk kelas. Nanti mesti aku jadi target hari ni. Dah la tutorial kimia belum siap lagi.’
Dia dapat membayangkan wajah Encik Yusuf yang agak serius itu di ruang legar mindanya. Lamunannya terhenti apabila mendengar namanya dipanggil seseorang. Suara yang biasa didengari.
"Hah! Kau pun lambat ke kelas jugak ke? Ni mesti lambat bangun kan. Tengok tu sampai baju pun tak bergosok."
Fadzil. Salah seorang rakan satu praktikum Izzati. Dia mempunyai raut wajah yang bolehlah dikatakan kacak.Seorang yang agak tenang dan sangat kontra dengan sifat Izzati.
"Menyibuk je budak ni. Suka hati oranglah nak gosok baju ke tak." Balas Izzati sambil mempercepatkan langkahnya. Langsung dia tidak berpaling ke belakang.
"Wow, marahnye die. Hei relax la sikit. Encik Yusuf lewat sikit hari ni. Die ade masalah yang kene bereskan. Tunggu la aku. Kite jalan same-same ok."
Fadzil tersenyum.Dia pun tak pasti kenapa dia suka mengusik Izzati.Mungkin kerana Izzati seorang gadis yang sangat unik dan kompleks.Dia mengejar Izzati yang semakin jauh ke depan.
"Hmmm...semalam tidur pukul berape? Mata kau nampak sembab dan lebam la." Fadzil memulakan bicara. Dia jarang dapat berbual mesra dengan gadis kompleks ini. Baginya Izzati merupakan gadis yang tabah dan memang unik walaupun agak kelam kabut sedikit.
" Tidur lewat sikit semalam, nak siapkan assignment english tu. Tapi tak siap jugak." Rungut Izzati.Fadzil tertawa dan Izzati hairan dengan sikap lelaki itu. Biasanya Fadzil jarang berbual dengannya tetapi hari ini dia memang mesra alam. Memang dia akui Fadzil memang bersikap pelik dalam seminggu dua ni. Dia pun tak pasti kenapa.

------------------------------------------

Bilik tutorial 113 menjadi tempat untuk kelas tutorial Encik Yusuf pada pagi Khamis yang hening itu.Encik Yusuf merupakan pensyarah kimia yang sangat berdedikasi tidak dapat hadir pada hari itu atas sebab-sebab tertentu. Jadi, dapatlah disimpulkan bahawa kelas tutorial pada pagi itu dibatalkan.
‘Nasib baik kelas dibatalkan. Kalau tak mesti mati aku hari ni. Siapkan assigment english pun ok jugak. Tak baik membazir masa.membazir tu kan amalan syaitan.’Izzati berbicara sendirian. Tanpa dia sedari perlakuannya itu diperhatikan oleh Fadzil. Fadzil melangkahkan kaki menuju ke meja yang diduduki oleh Izzati namun langkahnya terhenti apabila Afiera memanggilnya.Afiera merupakan rakan satu praktikum Izzati juga. Dia menyimpan perasaan terhadap Fadzil sejak hari pertama dia menjejakkan kaki ke Kolej Matrikulasi Negeri Sembilan itu.
"Dzil nak gi mane? Fiera nak join boleh?" Afiera sengaja menggunakan nada manja apabila bertutur dengan Fadzil.Dia sebenarnya iri hati akan hubungan baik Fadzil dengan Izzati. Sejak akhir-akhir ini dia dapat merasakan Fadzil mempunyai perasaan terhadap Izzati.Dan dia takkan benarkan semua ini berlaku.
" Aku nak tengok Zati siapkan assignment english. Kesian pulak dia kene buat sorang-sorang. Bukan ke kau satu group dengan Zati?" Fadzil sengaja mengajukan pertanyaan itu kepada Afiera. Dia tahu Afiera memang tak boleh diharap.Asyik mengharapkan orang lain menyiapkan setiap tugasan yang diberikan oleh pensyarah. Dan mangsa yang utama ialah Izzati.Fadzil dapat melihat muka Afiera yang terkulat-kulat menahan malu.
" Fiera dah siapkan part Fiera. Yang tak siap lagi tu part Zati.Jadi Dzil tak boleh nak salahkan Fiera tau."Afiera cuba mecari alasan.Dia hanya melihat Fadzil mendekati Izzati dan menawarkan khidmat untuk membantunya. Entah mengapa hatinya mula subur dengan perasaan benci dan iri hati akan Izzati.Sungguh dia memang tak begitu sukakan Izzati sejak dari awal mereka berkenalan. Sikap Izzati yang suka mengkritik menyebabkan dia berasa menyampah dan meluat.Akan tetapi dia pun tidak mengerti mengapa Fadzil sukakan Izzati.

------------------------------------------
"Zati dah siapkan assignment?" Afiera bertanya kepada Izzati dengan nada lembut.
‘Budak ni, betul ke hari ni? Jarang benar die cakap lembut-lembut dengan aku. Biasanya cakap asyik nak menengking dan terjerit-jerit macam orang gila. Agaknya sebab Fadzil ade kat sebelah aku kot.. hmm mungkin jugak.’ Hati Izzati berkata-kata sendiri menjawab kemusykilan yang bertamu di mindanya.
"Dah hampir siap." Tanpa diminta Fadzil bersuara bagi pihak Izzati. Izzati terkedu. Mata bundar Afiera bulat memandang Izzati dan Fadzil silih berganti.Afiera nekad untuk mengisytiharkan Izzati sebagai musuh ketatnya. Dan pastinya keputusannya itu adalah muktamad.Fadzil hanya memerhatikan keletah Afiera yan agak kepala angin itu.Sebenarnya dia memang cukup tak menyenangi perlakuan Afiera yang adakalanya agak menjengkelkan.
"Ooo...dah hampir siap ek. Takpelah saje je datang. Ingat nak tolong tadi tapi rasenya macam mengganggu je kan. Fiera pergi dulu ek. Lapar la pulak. Nak brunch kat kafe D. Err..Zati nak kirim ape-ape?" Dari riak wajahnya Izzati tahu Afiera hanya ajak-ajak ayam sahaja. Mana mungkin dia akan sebaik itu. Izzati hanya menggeleng kepala sahaja. Fadzil tersenyum melihat Izzati. Sesungguhnya dia memang telah jatuh cinta dengan gadis yang bernama Izzati itu.

------------------------------------------

"Zati dah makan?" Soal Tia apabila melihat kelibat Izzati di muka pintu bilik mereka. Bilik bernombor tiga belas yang terletak di blok C1 aras dua itu menjadi tempat tinggal mereka sejak mendaftar sebagai pelajar di kolej matrikulasi itu.
"Dah tadi. Makan kat kafe D sebelum balik bilik." Izzati menjawab secara acuh tak acuh sahaja. Tia hanya mengangguk dan membuka bekas polistirena yang mengandungi nasi yang baru dibeli dari kafe C. Aroma ikan masak pedas masakan Cik Bedah menusuk ke hidungnya.
"Makan dengan sape tadi kat kafe?" soal Tia lagi sambil menuang air mangga ke dalam mug bermotifkan ikan kepunyaannya.
"Makan dengan...dengan Fadzil." Izzati mula tergagap-gagap.Perasaan malu mula menerjah ke dalam hatinya.Tia terdiam seketika. Kemudian dia mula mendapat idea untuk mengusik Izzati.
"Zati sekarang dah maju ye. Eh bukan ke Fadzil tu budak yang dapat 3.9 sem lepas? Zati dengan die ade ape-ape ek. Ni berita tergempar ni. Mesti buat announcement kat blok C5 ni." Tia tergelak-gelak.
"Dah la Tia. Makan nasi tu dulu. Nanti kite cerite kat Tia." Izzati tahu kalau tak diceritakan kepada Tia mesti kecoh jadinya. Baik dia ceritakan sahaja kepada Tia agar Tia faham situasi yang sebenarnya.
"Dah habis makan. Cepatlah bagitau." Rengek Tia yang agak kebudak-budakkan itu.
"Cepatnye budak ni makan. Ni kunyah cukup 44 kali ke tak ni?" seloroh Izzati.
" Nak dengar gosip panas mestilah makan cepat." Tia tersengih-sengih.
Izzati menceritakan segalanya kepada Tia. Dan Tia hanya menggangguk dan sesekali ketawa mendengar cerita Izzati.
"Jadi, Zati suka kat dia la.. Ooo baru Tia tahu..." Teka Tia.
"Mane boleh,sebab dah ramai la orang suka kat die.Lagipun Fiera pun suka kat die jugak." Izzati cuba menjelaskan.
"Dah tu ape masalahnye? Kalau Mr F tu tak suka kat die, buatlah macam mana pun Mr F tetap tak suka kan. Tapi kalau Mr F suka kat Zati buatlah macam mana pun dia tetap suka kat Zati." Tia cuba menjadi kaunselor yang terbaik untuk Izzati.
"Jadi?"Izzati mula bingung saat itu. Dia tidak dapat menangkap apa yang dimaksudkan oleh Tia.
"Jadi....Cik Izzati berusahalah dapatkan Mr F tu.Lagipun dia kan hot. Lelaki terhangat di pasaran la katakan." Tia tergelak-gelak dan gelakan Tia itu dibalas dengan membaling bantal peluknya ke arah Tia.
------------------------------------------

Hujung minggu itu,Izzati berhasrat untuk pulang ke rumah.Entah mengapa dia terasa rindu akan keluarganya.Selepas kelas bahasa inggeris tamat Fadzil datang mendekatinya.
" Er..kau nak balik kan hari ni? " Fadzil bertanya lembut.
"A’ah nak balik rumah hari ni.Nape? Nak tumpangkan ke?" Gurau Izzati.
" Kalau nak tumpang marilah. Naik kereta ayah aku. Hari ni ayah aku datang ambik. Kau naik KTM kat Seremban kan? Aku tumpangkan kau sampai kat sane."Ikhlas bunyinya.
"Segan la.. "Izzati cuba berdalih. Dia tahu kala itu Afiera sedang memerhatikan keletah dia dengan Fadzil.
" Ala tak payah nak segan-segan. Bakal ayah mentua Zati jugak nanti." Selamba sahaja Fadzil menuturkan kata-kata itu.
"Apa? Ulang sekali lagi... tak berapa jelas la." Memang Izzati tak berapa dengar dengan apa yang diperkatakan oleh Fadzil tadi. Fikirannya jauh melayang entah ke mana.
"Dah la takde ape-ape pun. Ok nanti Zati tunggu kat susur gajah depan blok B3 tau. Ok jumpe nanti."Fadzil tersengih-sengih dan terus pulang menuju asramanya di blok B4.Sementara itu, Izzati terpinga-pinga dan terus berjalan pulang ke asrama blok C1.
------------------------------------------

"Duduk kat mane?" soal ayah Fadzil mesra. Jarang benar anaknya Fadzil menumpangkan kawannya apatah lagi seorang perempuan. Barangkali anak bongsu kesayangannya ini sudah jatuh hati dengan budak perempuan ini agaknya.Ayah Fadzil tersenyum.
"Duduk kat Tanjung Malim." Jawab Izzati pendek. Sedari tadi dia rasa tidak selesa dengan pandangan Fadzil yang membuatkan bulu romanya meremang.
" Oo budak Tanjung Malim rupanye. Kampung pakcik pun kat situ. Nanti raya boleh la datang rumah." Ramah sahaja ayah Fadzil mempelawa.Fadzil pula tersenyum-senyum melihat muka Izzati yang tak tentu arah. Mereka betiga berbual mesra sehingga sampai ke destinasi yang dituju.
"Nanti sampai rumah, kirim salam kat mak dan ayah ek." Fadzil sempat berpesan.Izzati mengangguk lantas tersenyum.Dalam hati dia sangat pelik dengan sikap ramah-tamah Fadzil tadi. Selepas mengucapkan terima kasih, dia terus beredar ke KTM untuk pulang ke Perak.
------------------------------------------

"Dah balik? Amboi banyaknye barang. Muat ke almari tu?" Tia mengusik Izzati.
"Hei, budak ni..nak kene ni.nak ketuk-ketuk budak ni sampai kemik."Izzati memang selalu menjadi bahan usikan Tia. Perangai Tia yang agak keanak-anakan itu selalu menghiburkan hatinya. Tia memang tak nampak seperti remaja yang sudah berusia lapan belas tahun langsung.
"Zati, ade hot story tak sepanjang tumpang kereta Mr F?" Tia tahu dari wajah Izzati kala itu, memang ada sesuatu yang telah berlaku tak pun sesuatu yang membelenggu fikirannya. Izzati sudah mula menunjukkan mula gelabah dan kelam kabut.
‘Hish..budak Tia ni memang tak boleh sorok cerita langsung. Dia ni psikik ke? Mesti dia boleh baca fikiran orang ni.’ Rungut Izzati sendirian.
"Eh, ape maksudnya kalau... Mr F tu asyik tengok kite je pastu die bersikap terlebih ramah lebih-lebih lagi kat depan ayah die..." Izzati sudah mula bercerita. Dan seperti biasa Tia akan tergelak-gelak sampai berguling-guling atas lantai.
" Wahai, Cik Izzati oi.. tu tandanya dia punye hati dah berkenan kat zati la oi.... he falling in love with Zati...Zati..." Tia sudah mula menyanyi lagu Falling in love with DJ yang dipopularkan oleh Che’nelle tapi telah dirosakkan liriknya.Izzati menggelengkan kepala dengan kerenah Tia itu.
------------------------------------------

Izzati mengenakan blaus lengan panjang berwarna hitam dan dipadankan dengan tudung putih dari kain bawal.Seluar slack berwarna hitam turut melengkapkan lagi gayanya pada malam itu.
"Mak oi... cantiknya mak cik ni malam ni. Mak cik nak dating dengan pak cik ek."Seperti biasa Tia mengusik Izzati. Izzati kehabisan idea untuk membalas usikan Tia pada malam itu.
" Dah la Tia.. Tak turun makan ke?" Jarang betul Tia tak turun makan malam. Biasanya dia akan menempah sama ada mee goreng basah atau nasi goreng ayam di kafe C.Tia selalu memuji masakan Cik Bedah yang menepati cita rasanya.
" Takde orang nak temankan. Dah la kite takde orang yang suke.. huhuhu" Tia mula buat cerita sedih.
" Habis tu, Ainie, Sara , Kia dan Zila tak temankan?" soal Izzati lagi.
" Ainie tu, berkepit dengan Nabila kat atas. Sara balik rumah, Kia dan Zila ade barbeku jugak. Pergilah semua biar Tia duduk sorang sorang kat bilik ni. Huhuhu..."Tia buat cerita sedih lagi. Kemudian dia tergelak sendiri.
" Dah la Zati, pergi la cepat ...dah lambat ni. Nanti budak prac Zati marah pulak. Tia nak turun tengok tv. Tengok la ape-ape cerita yang ade. Jalan baik-baik tau. Kalau ade orang mengorat jangan pandang tau. Pastu jangan tenung blok B lame-lame.mak Tia kate bahaya." Terkekeh-kekeh Tia ketawa. Izzati pula menggelengkan kepala melihat sikap rakan sebiliknya yang memang dah parah.
------------------------------------------

" Cantik malam ni...Ni mesti ade ape-ape ni." Tegur Hana rakan sepraktikum Izzati.Izzati hanya menidakkan sahaja andaian-andaian yang tidak berasas itu. Apa yang penting malam ini dia mesti bergembira dengan rakan-rakan satu praktikum dengannya. Lagipun semester dua sudah hampir ke penghujungnya. Tak lama lagi peperiksaan akhir akan menjelang. Mungkin sebab itu Tia agak tekanan sedikit dalam bilik itu.
"Izzati, ni hadiah dari Fiera. Fiera rasa dah banyak susahkan Zati sejak masuk sini.Fiera harap Zati terima tau. Ni Ikhlas dari Fiera." Izzati berasa was-was dengan pemberian Afiera itu. Dia berharap Afiera tidak mengenakannya memandangkan malam itu adalah malam satu april.
"Err terima kasih.." ujar Izzati sambil memandang lesu kotak hadiah itu.
"Zati, bukak la hadiah tu. Rasenya ramai yang nak tengok isi kat dalamnya kan." Afiera bersuara dan disertai dengan sorakan yang menandakan setuju dengan cadangan Afiera itu.Izzati berasa serba salah dengan permintaan itu dan perlahan-lahan membuka bungkusan hadiah itu. Dan dia terkedu, terkejut serta terjerit. Dia berundur beberapa langkah ke belakang dan badannya mengigil ketakutan.Fadzil yang asyik membakar ayam berasa hairan dan mendekati Izzati.
" Kenapa?" Melihat Izzati ketakutan membuatkan Fadzil risau.Izzati tidak bersuara namun bahasa badan Izzati mengarahkan Fadzil untuk menjenguk kotak yang terletak di atas meja. Rakan-rakan yang lain hanya senyap, ada yang berbisik-bisik dan ada juga yang ketawa dan tergelak-gelak.Fadzil menjengah melihat isi yang terkandung di dalam kotak dan terkejut.
"Ya Allah. Ni sape punye kerja ni.. busuk hati betul." Fadzil mula naik bengang. Mukanya yang berwarna kuning langsat itu sudah mulai memerah menahan marah.Lantas bola matanya terarah ke wajah Afiera yang berdiri kaku di suatu sudut.
" Ala.. Dzil tu pun nak marah.. Ulat je pun dalam kotak tu. Bukan harimau ke singa ke.. Cuma ulat je..lagipun hari ni kan satu april. So let’s have fun ok.." Afiera cuba menyembunyikan perasaan takutnya melihat muka Fadzil yang memang menahan marah. Sungguh dia tidak pernah melihat Fadzil marah.Biasanya Fadzil akan bersikap lebih tenang dan memang susah untuk menaikkan kemarahannya.
"So, what? Kalau hari ni satu april, kau takde hak nak main-mainkan orang lain. Semua orang ade benda yang mereka geli,yang mereka takut. Kau pun bukannya sempurna pun.... waktu buat eksperimen bedah tikus hari itu pun, kau langsung tak sentuh tikus tu.. bukan aku tak tahu kau memang geli dengan tikus tapi cuba kau fikirkan balik..ada tak Zati usik kau dengan tikus yang dibedah tu..hah!" Fadzil memang sudah tidak dapat mengawal kemarahannya. Afiera terkedu. Begitu juga Izzati.Afiera senyap dan terus beredar dari Kafe D. Izzati cuba mengejar Afiera tapi Fadzil menahannya.
" Kau tak patut marah sangat dengan Fiera. Dia cuma nak bergurau je." Ulas Izzati seolah-olah apa yang diperlakukan oleh Afiera sebentar tadi tidak memberi kesan langsung kepadanya.
"Dah la Zati, tak payah nak pedulikan budak yang busuk hati macam dia. Jom makan." Izzati rasa amat bersalah dengan Afiera. Dia tahu Afiera tak beniat hendak melakukan perkara itu. Dia pun tak menyangka perkara itu akan menjadi serius.
------------------------------------------

"Zati dah balik?" Tia yang asyik mengulangkaji kimia menegur Izzati. Izzati membisu seribu bahasa.Tia faham kalau keadaan Izzati macam itu bermakna ada sesuatu yang menggangu fikirannya.Tia membiarkan Izzati melayan fikirannya sendirian. Dia kembali mengulangkaji kimia organik.
"Tia.. Kite rasa apa yang Tia cakap hari tu pasal Fadzil betul la."Izzati bersuara perlahan.
"Maksud zati?" Tia kehilangan idea mengenai apa yang Izzati perkatakan.
"Tentang teori Mr. F tu la... rasanya dia memang suka kat kite la." Izzati bersuara perlahan. Tia terkedu mendengar patah-patah perkataan yang terkeluar dari bibir Izzati.
"Jadi...Zati suka tak kat dia?" Tia ingin mendapatkan kepastian sebelum membuat kesimpulan mengenai perasaan Izzati terhadap Fadzil.
"Entah la... Kite pun tak pasti tapi tadi waktu kat parti Fiera kenakan kita. Lepas tu Fadzil marah sampai Fiera balik terus asrama."
"Die buat apa kat Zati sampai Mr. F tu marah sangat?" Tia bertanya kepada Izzati. hatinya penuh dengan perasaan ingin tahu yang melampau.
"Err.. Dia cuma bagi kotak yang ada ulat je tapi bukan teruk sangat pun. Fadzil tu yang marah beria sangat." Jelas Izzati.Tia kebingungan. Bukan dia tak tahu yang si Izzati tu memang penakut dengan ulat. Kalau nampak ulat di susur gajah mesti terjerit-jerit.
"Zati kan takut ulat... kenape nak pura-pura tak takut pulak? Macam benda tu biasa je...dah la Zati...tak payah la nak berlakon lagi. Ada ke depan Tia pun nak berlakon. Kan dah terang lagi bersuluh yang Fadzil tu suka kat Zati. Dan Tia tahu Zati pun suka kat dia kan..Jadi Zati terus terang la kat die yang Zati pun suka kat die ok...." Tia cuba memberikan nasihat yang sebaik mungkin untuk Izzati.
"Dah la Tia, kite rasa nak tidur la.Ngantuk la pulak. Budak tu tak nak tidur lagi ke?" Izzati naik hairan melihat Tia yang masih belum beradu lagi. Biasanya Tia merupakan puteri tidur dalam bilik itu.
"Tutorial kimia belum siap lagi la. Kena buat sampai habis malam ni sebab esok Encik Syed nak bincang. Dah la pergi la tidur dulu. Sebelum tu, pergi la gosok gigi dulu..nanti gigi rongak Mr. F lari pulak." Tia mengusik Izzati dan dia melihat Izzati tersenyum.Izzati berlalu ke tandas membawa sekali berus gigi dan pencuci muka miliknya.

------------------------------------------

Hari ini merupakan hari terakhir Izzati berada di Kolej Matrikulasi Negeri Sembilan. Pening kepalanya menjawab soalan kimia tadi. Hari ini juga merupakan hari terakhir peperiksaan. Petang nanti,satu lagi kertas kimia akan dijawabnya. Langkah kaki Izzati terus dihayunkan menuju ke blok asrama C1. Sesampainya di sana, dilihatnya Tia dan Thila masih belum pulang.
‘Tia dan Thila pasti belum keluar lagi dari dewan serbaguna. Biasalah tu kalau exam kat dewan mesti kena tunggu pengawas kira kertas exam.’Izzati bermonolog sendiri.
Lantas tangannya mengeluarkan buku dari laci mejanya dan menyusunnya ke dalam kotak. Pakaiannya dari almari juga dikeluarkan dan disusun ke dalam bagasi besar miliknya. Usai melakukannya, kedengaran suara ceria Tia dari luar bilik. Siap bernyanyi-nyanyi kecil lagi. Gembira benar Tia hari ini.
" Assalamualaikum..ada orang tak?" Tia tersengih-sengih di muka pintu sambil menanggalkan kasut hitamnya. Baju kurung Riau yang tersarung di badannya menampakkan lagi kekurusan serta kekurangan berat badan Tia.
" Waalaikumussalam, masuk la. Duit raya tak de sebab dah pokai hujung sem ni." Sahut Izzati.Tia tersengih. Dilihatnya Izzati sedang mengemas. Mukanya kemerahan dek panas yang dicampur dengan alergi pada ubat. Izzati hanya memerhatikan muka Tia yang kemerahan itu. Timbul pula rasa kasihan kepada Tia. Terpaksa menjawab peperiksaan dalam sakit. Alergi ubat yang dialami Tia agak teruk. Kulitnya akan menjadi merah serta-merta jika terkena cahaya matahari dan jika berada di tempat yang panas.
" Amboi, banyaknya barang. Ha.. tu la dari dulu lagi Tia dah cakap, jangan angkut banyak barang dari rumah. Kan sekarang dah susah. Ni semua, kalau angkut pakai Hilux pun belum tentu muat tau." Tia tergelak-gelak. Izzati mencebik.
"Dah beli makanan?" Izzati mula menukar topik. Tak tahan dengan usikan Tia.
‘Tia ni kalau dilayan makin menjadi-jadi la gamaknya.’
" Dah janji dengan Fana, nak beli nasi ayam dekat Kafe B." Tia tersengih-sengih sambil membayangkan keenakkan nasi ayam Kafe B. Izzati menggelengkan kepalanya menyaksikan telatah Tia.
" Sedap ke?" perasaan ingin tahu menguasai diri Izzati. Jarang dapat menikmati makanan dari Kafe B. Maklumlah, Kafe B merupakan kafe yang dikhaskan untuk budak lelaki. Walaupun, pelajar perempuan dibenarkan untuk makan di kafe itu, tak ramai pelajar perempuan yang mahu atas alasan malu dan segan.
" Sedap la. Kitaorang pergi kat dapur beli nasi ayam. Bukannya duduk beratur kat kafe tu. Nak tak? Tia tolong belikan." Pelawa Tia. Izzati hanya mengangguk kecil lantas wang lima ringgit yang baru dikeluarkan dari beg duitnya bertukar tangan.

------------------------------------------

Izzati melangkah keluar dari perpustakaan. Jika diberi pilihan, memang dia tidak akan memilih perpustakaan sebagai tempat untuk menduduki peperiksaan akhir itu. Sejuk dan hampir beku. Penghawa dingin di perpustakaan memang sejuk dan mampu membuatkan pelajar-pelajar mengigil kesejukkan ketika menjawab peperiksaan. Kedengaran nama Izzati di panggil. Dia tidak segera menoleh. Sengaja untuk memastikan adakah benar namanya dipanggil. Dan lagi sekali namanya dilaungkan. Dia menoleh. Dilihatnya Fadzil berjalan ke arahnya. Tersenyum tampan ke arahnya.
" Pilihan pertama kau apa?" tanya Fadzil. Tergantung sahaja ayatnya.
" Maksud kau, universiti ke?" Izzati meneka. Fadzil mengangguk. Sedikit kalut mengejar Izzati tadi sehingga ayat yang disusun sebelum bertemu Izzati berterabur.
" UKM course biomedik. Kau?" tanya Izzati.
" UKM course medik. Aku tunggu kau kat sana." Fadzil tersenyum. Mengharapkan Izzati mengerti maksudnya. Izzati pula terpinga-pinga lantaran kekurangannya yang lambat menangkap kiasan yang diberikan oleh Fadzil.
" Kenapa nak tunggu aku? Tak faham la." Izzati melihat Fadzil yang sudah tak tentu arah. Izzati menunggu jawapan dari Fadzil.
" Aku.. aku suka kat kau la. Takkan la tu pun kau tak dapat tangkap." Fadzil membelakangi Izzati. Izzati kaku dan diam seribu bahasa.
" Kalau macam tu, aku pun tunggu kau kat sana." Izzati memberikan respon setelah diam seketika. Fadzil tersenyum.
" Pilihan kedua kau?" Fadzil bertanya.Izzati mula bercerita.Tatkala itu, Izzati dan Fadzil asyik bercerita mengenai masa depan yang mereka impikan. Mereka berkongsi impian di samping bertukar-tukar pandangan mengenai pilihan universiti dan kemungkinan-kemungkinan lain yang akan merencatkan perjalanan mereka dalam mencapai impian mereka.
------------------------------------------
T A M A T

Read More..
 
Cerpen : AP VII:Kesian Dia!

Cerpen : AP VII:Kesian Dia!
Nama Pena : dr.rock

Cepatnya la masa berlalu.Sedar tak sedar,tinggal dua hari lagi nak kenduri kat belah suami aku.Aku cuaknye bukan main.Cuak memikirkan pertemuan dan perterimaan keluarga Einstein.Cuak memikirkan kehidupan aku yang mungkin akan berubah lepas kenduri tu.

Dania & Nani dari ari Isnin lagi dok menakut-nakutkan aku.Kata itu,kata ini la.Aku apa lagi,sebolehnya nak je menang pertandingan teka dan menang dekat Berita Harian tu..Boleh la aku melancong ke luar negara.Boleh gak aku melencongkan kaki dari pergi rumah mak mentua aku nih.

Al-maklumlan dah jadi isteri,faham-faham jelah tanggungjwab kena melayan suami.Takut tu berganda-ganda bila mama dok ingatkan aku bab-bab ni.Kalau mama tengok la muka aku masa dia dok ulang bab-bab sensitif tu,,confirm mama tak sangka punya.Tak sangka yang anak dia ni pemalu juga rupanya.

Hari ke-2 mama dok berkhutbah kan aku,aku dok depan cermin.Cek perubahan warna kulit aku.Fuh,merah juga.Blushing gitu!Panas plak tu.Mujur tak merah macam Einstein suamiku je.yelah kan,aku punya kulit ni tak la secerah dia.Masa tu,rasa macam nak menyorok je.

Nak buat-buat sakit,aku tak sanggup.Kalau sakit betul-betul sok,siapa yang susah aku juga!Masa nih,tetiba aku teringat kat Doraemon.Aku harap sangat Doraemon nih wujud.So boleh dia hentikan masa,masuk pintu ajaib.Pergi tengok dulu kehidupan aku masa depan nanti.Kalau bahagia,aku pergi rumah mentua aku hujung minggu ni.Kalau tidak,apa aku nak buat.Oh,tidak!!!!!!!!!
--------------------------------------
"Apa yang kau dok geleng-geleng ni Mrs Einstein oi".

"Oh,mak kau Doraemon.Eh tak,aku nak Doraemon.Mana Doraemon".

Tengok,termelatah lagi.Sekian lama aku dok praktis tak termelatah.Arini termelatah lagi.Act,aku bukannya melatah tahap severe punya.Kekadang je.Tu pun kalau aku punya fikiran ni tengah dok pening fikir masalah yang bertimbun-timbun dan berguni-guni ni.

‘Banyak la kau punya Doraemon.Apa kes ingat-ingat cerita kartun zaman kanak-kanak Ribena?Kau ada masalah ke weh?",tanya Nani bila tengok aku punya muka cemberut semacam.

‘Erm,takde masalah pun’,balas aku pendek.

Kalau aku bercerita pun,bukannya dorang boleh tolong apa-apa.Yelah kan,bab-bab suami isteri ni,mana la dorang ada experience lagi.Aku pun,kekonon macam banyak pengalaman je.Padahal,tak sampai pun bergelar isteri orang.Adeh,sape suh gatai nikah awal?

‘Kalau ko takde masalah,apa yang dok huh hah dari tadi?Tak habis-habis mengeluhnya.Kau risau pasal kenduri tu ke?".

‘Erm.Kau ni pun,sudah tahu bertanya pula".

"La,kau tak yah fikir.Nanti-nanti ilang la rasa cuaknya.Insyaaallah.Kau doa banyak-banyak je weh.But then,selamat menjadi isteri dalam erti kata sebenar-benarnya ya",bisik Dania tiba-tiba.

Dengan suara ala-ala cerita misteri tu,mahunye aku tak bertambah seram.Lagi seram,bila tiba-tiba muka Encik Umar muncul depan mata.Oh no!!!!!!!
---------------------------------
"Sayang,kenapa pucat je muka.Tak sihat ke?",tanya Einstein bila tengok muka aku semacam je.

"B takut dekat abang la.".

Jawap dalam hati jelah.Nak lebih-lebih kat mulut sat lagi,lain lak jadinya.Aduh,makin aku membilang hari,makin menjadi-jadi kecutnya perut nih.

"Takde la.Just penat je.Hari ni ramai lak yang bersalin kat ward.Seperti selalu la,tak terkejar.Abang dari mana ni?",tanya aku.Kena ubah topik nih.Yelah kan,tangan si Eintein dah melekap kat dahi aku.Cek kot-kot la isteri kesayangan dia ni dilanda penyakit ke ape ke?

"Baru jumpa doktor tadi.Biasa la,kata dok kat Department Public Health.So,ada la discussion sikit.Lega abang dengar sayang ok.Badan pun tak panas.Tapi sayang jaga diri tahu.Yelah,seribu kali sibuk pun,jangan lupa rehat.Nanti nak kenduri lagi,nak masuk hospital semula lagi.Sian kat sayang".

Fuh,nasihat suamiku ini.Terbaik.Tapi bila sebut bab kenduri tu,tetiba je muka aku panas semacam.Isyh,otakku ini.Melayang ke benda yang dok menggangu tidur aku.Dan 3 malam aku tak lena.Nightmare weh!

"Ok,B.",balasku singkat.

Einstein pandang pelik muka aku.Apa lak ni?

‘Kenapa mata Bilah lebam-lebam ni.Tak cukup tidur ke?La,kesiannya.Bilah nak exam department ke?’,siasat Einstein lagi.

‘A’ah,tapi minggu depan.Start awal sikit prepare.Takut tak sempat lak nanti.",dalihku.

Memang betul pun,aku ada exam right after balik dari kenduri rumah ibu.Then,ada cuti seminggu.Memandangkan aku tak akan punya masa nak belajar weekend nih,so aku dah start la jeling-jeling buku.Lagi-menjadi aku punya sifat rajin ni bila asik tak boleh tidur malam je.Baik aku mantaatkan kat benda berfaedah kan?

‘O,macam tu ye.So,after exam,Bilah nak buat apa..Tak silap abang,ada cuti seminggu kan?",soal Einstein lagi.Senyuman bermain kat bibir dia.Ada la tu planning dia!

‘Tak tahu lagi.Bilah ingat nak memerap je kat rumah.Menternak lemak macam selalu.Hehe",balasku selamba.
Yelah kan,projek menternak lemak ni dah tak produktif dah bila aku masuk clinical year ni.Apa nak dikata,sudah nasib badan.

Einstein tergelak mendengar jawapan aku.Apa yang kelakar pun aku tak tau.Biarkan la dia.

‘Erm,bagus la.Ternak lemak bagi gemuk sikit.Baru la best abang nak peluk nanti".

Gulp,tertelan air liur aku.Aduh,mak aih.Dia start dah!Aku dah rasa dah darah naik ke muka.Aku terus pandang bawah meja kafe.Tak sanggup aku pandang muka dia yang cam happy semacam je tu.

‘La,segan lak dia.Abang gurau je.Erm,abang ada satu permintaan.Boleh tak Bilah tunaikan ye?",soal Einstein bila tengok aku dah macam bukan di dunia nyata.

‘Apa dia?’.

‘Memandangkan Bilah cuti next week,abang ingat nak Bilah duduk sekali dengan Abang.Dekat rumah abang.Boleh tak sayang..".

‘Erm,orang-orang rumah abang macammana?Dorang tak kisah ke?",tanyaku.Padahal,aku yang kisah.Yelah kan,takkan la aku nak dok dikelilingi lelaki-lelaki di rumah lelaki gitu.

‘Erm,kebetulan lak dorang pun cuti before masuk department baru.Dun worry sayang,line clear’,balas Einstein sambil mata dia kenyit kat aku.Amboi,pandai dah dia sekarang!

Lembut je bunyi permintaan tu.Tapi ada makna mendalam tu.Perlahan aku mengangguk.Memang aku dah terfikir dah bab duduk serumah tu.Tulah salah satu sebab kenapa aku punya mimpi tak seindah seperti selalu.

Aku perhatikan dari ujung mata Einstein tersenyum lebar.Senyum la puas-puas dulu,sat lagi tunggu la warning dari aku!

aku jeling muka dia ,sambil kira jari sibuk mengira..1,2,3!

Alarm clock handphone dia berbunyi bergema-gema.Dengan vibrate lagi memeriahkan suasana.

Einstein senyum pandang aku.Screen hanphone dihalakan ke arah aku.Aku angkat bahu.Konon-konon tak nampak.

‘Surat nikah,oh surat nikah!",baca Einstein perlahan.Aku tergelak tengok muka dia yang macam kecewa semacam.

‘Bilah nih.Suka tau,buat abang punya rasa happy hilang.Apa-apa pun,terima kasih sayang.Insyaallah,abang tak akan lupa".

Serentak dengan kata-kata terakhir tu,tangan aku digenggam erat.
!!!!!!I luv u la Mr.Einstein!Happy lagi & lagi!
---------------------------------
Pagi Jumaat,Einstein datang ke rumah.Katanya nak hantar aku g hospital memandangkan kereta ayah ada pada dia.Aku ikut ke,mana-manalah asalkan tak menyusahkan dia.Dan hari ni gak,Einstein akan balik ke Kuantan dulu,tanpa aku for sure!.Settlekan urusan surat nikah dan kawan-kawan.

Aku apa lagi.Ambik la kesempatan ni,menyumbat bonet kereta dengan macam-macam makhluk yang aku bawak balik semula ke KL lepas nikah dulu.Teddy bear yang aku sorok masa kedatangan Einstein dulu.Malu la weh kalau dia tau.

Muka dia terkejut betul bila tengok aku usung makhluk tu.Aku buat-buat tak nampak je.Biarkan la dia nak kata apa-apa pun.

‘Aritu,masa abang datang kenapa bear ni takde ye?’,tanyanya sebaik saja kereta bergelak meninggalkan rumah,

"Bilah sorok dalam almari’,jawabku pendek.

‘La ye ke?Kenapa lak sorokkan dia.Bilah malu dengan abang ke?’.

Alalalla,mana lak dia tahu aku malu ni.Aduh la,macam ada sixth sense lak dia nih.Sudahnya,aku tersengih je.Dan terjawab pun dengan soalan dia.

‘Erm,abang tak kisah pun.Normal la perempuan.Aisyah pun macam Bilah gak la.Kalau kawan-kawan dia datang,semua bear dia sorokTakut orang mengata dia manja.Bagi abang sendiri,tak salah pun.Setakat nak peluk-peluk,apa salahnya.Tapi kalau Bilah,memang kena tinggalkan la tabiat ni!Dah jadi isteri abang,so kena peluk abang la!",kata Einstein selamba.

Mana la hilangnya perangai segan dia sebelum ni.Selamba je menuturkan ayat-ayat berunsur rumahtangga ni.Tapi memang tak salah pun,aku je yang over takut & cuaknya.

‘Abang,kata tadi Aisyah yang datang hantar kereta.Kenapa dia tak ikut sekali ambik Bilah ye?’,

Pelik juga bila Einstein datang sorang-sorang.Mana pula perginya adik kesayangan dia ni.

‘O,Aisyah.Biasalah dia,kalau singgah rumah Mak Long,mana dia ingat benda lain la.Nak pula kalau dah jumpa Nadia,lagi la tak mahu keluar rumah",jelas Einstein.

Aku sekadar menganggukkan kepala.Ibu pernah bagitau aku yang kakak dia ada dekat Cheras ni,tapi memang tak pernah ada kesempatan nak berkunjung pun.

‘Nadia tu sepupu abang.Masa kita bertunang dulu,dia ada datang.Nanti abang kenalkan masa kenduri ok’,sambung Einstein lagi.

Aku sekadar tersenyum manis.Menghantar maksud,aku mengikut saja apa katanya!

Jap,Nadia tu sepupu dia.Dia ke yang dok kata aku tak sesuai dengan Einstein dulu.Curious nya aku.Mudah-mudahan bukan la hendaknya.
-------------------------------------
Sms dari Einstein aku terima usai solat Zuhur.MMS lagi tu.Gambar surat nikah yang dah terabdi dalam handphone.

Ayat bawah gambar tu membuatkan aku tergelak.

‘Sayang,dah ada bukti pun.So,takde dah la orang sanggup kena angkut g balai polis kalau kena tuduh berkhalwat lagi.Hehe".

Terbaik ayat dia.Perli aku tuh.Tak lama lepas tu,ada lak MMS lain masuk.Gambar muka dia cemberut semacam.Ni apa kes pulak,tercekik asam jawa apa?

‘DISEASE:SUAMI DERITA..ETIOLOGY:Isteri jauh dari mata...THERAPHY:Sayang,cepat balik.Abang rindu nih!’.

Tu dia,ayat dia power habis.Siap analysist diri sendiri lagi.Aku terus reply sms dia.Bagi dia tambah derita sikit.Mari mereka cerita...Kalau aku masuk pertandingan nih,confirm menang punya.Hehe.

‘Abang,sayang tak dapat balik tau.Ada emergency.So,jumpa kat rumah ibu terus je tau".

Tekan button hijau & send!Kita tengok apa reaksi dia.
Tak sampai seminit,telefon aku berdering.Rasa macam tergeletek perut.Tahu puh cuak.Nasib la Umar,dapat isteri nakal cam aku ni!

Read More..