Cerpen Remaja - aku rela kau bahagia

“Inilah kegilaan ketika aku mesih saja mengingatmu. Masih saja memikirkanmu, meskipun kau telah jauh meninggalkanku dengan kebahagiaan yang selama ini kau cari.”Aku menutup undangan bercorak hijau daun itu dengan perasaan meranggas. Mengakhiri ungkapan hatiku yang sempat tertulis diatasnya.“Kau akan datang?” Tanya Melia sang pengantar undangan, sekaligus sohib kentalku. Aku mengangkat kedua pundakku tanda penuh kebimbangan. Dan dia tak ada jawaban lagi.Dua hari lagi kau akan mengenakkan gaun itu, gaun yang kita pilih bersama waktu itu.Mudahnya kau mengkhiri pertunangan kita, hanya karena sebuah alasan yang tak jelas. Apa yang tak kau mengerti tentang aku??, tidakkah cukup perkenalan kita selama 2 tahun. Bahkan aku sudah lebih mengenalmu melebihi bagaimana aku mengenalku sendiri.Air mata mulai menetes lagi dan membuatku jengkel. Sedikit saja air mataku menetes, selalu saja tampak lain di mataku. Dan itu akan menimbulkkan kecurigaan ibu.“Kau masih memikirkan Abdi?”. Dan aku tak pernah bisa menjawab karena itulah kenyataannya. Aku tak pernah bisa menghapus namanya sedetikpun meskipun penuh dengan rasa kebencian. Aku sadar, akulah yang terlalu bodoh dengan semua ini. Dengan mudahnya percaya seorang pecundang sepertimu. Mengapa aku bisa tertipu pada kalimat yang indah pada sms, atau suara merdumu ketika kita berbicara lewat perantara kabel.ŠŠŠ“Mengapa kau tak datang??” Aku terdiam, pertanyataanmu penuh kekonyolan, setelah semua yang kau lakukan padaku.“Mengapa, re?”“Aku tahu kamu sakit hati, tapi andai kamu tahu aku lebih sakit dari apa yang kau rasa.”“Bolehkah aku bertemu, sekali lagi saja.”“Untuk apa ?!”“Untuk kembali menambah lukaku yang hampir meluber karena tak sanggup aku tampung lagi!!”“Re, maafkan aku. Aku tak sepicik yang kau kira.”“Aku ta pernah berfikir kau picik !”“Kau…kau…,kaulah laki-laki paling menjijikkan yang pernah aku kenal”“Hmmmmpf…percuma, kau sebegitu membenciku. Betapa aku sangat ingin bertemu denganmu.”“Tak usah !!!” aku menekan tombol merah. Aku memutuskan hubungan telepon itu secara sepihak. Dan menelungkupkan wajahku dalam bantal, mencoba menyembunyikan air mataku. Bagaimana mungkin disaat kau merasakan kebahagiaan karena pernikahanmu yang baru saja usai, kau mengatakan ingin bertemu denganku. Terbuat dari apakah hatimu, hingga bisa setega itu. Tak salah kata-kataku tadi yang mengatakan, kaulah laki-laki menjijikkan yang pernah aku kenal.Gaun yang kau kenakan mungkin belum sempat kau tanggalkan. Senyuman para tamu dan hangatnya ucapan selamat masih belum berhenti, namun mengapa kau malah menghubungiku. Apa salahku ya Allah, mengapa begitu berat kau kirim cobaan ini. Betapa aku ingin melupakannya, namun mengapa ia justru datang mengacaukannya.“Huuhuaa…”“Eeegh..eghhh…” Aku tak peduli lagi, jika ada yang menertawakanku gara-gara tangisan ini. Tangisan cengeng untuk gadis yang tak lagi berusia muda karena 3 bulan lagi usiaku genap 29 tahun.“Huhu….”“Kapan aku akan menikah…”“Huhuhuu…”“Kapan aku kan ketemu jodohku ya Allah…”“Huhu…., eghh…eghh…” isak ini semakin lama semakin tak tertahan meski aku coba untuk menghentikan.ŠŠŠ Aku harus melupakannya. Dan harus mulai dari awal lagi. Aku harus jadi Rea yang kuat. Upss..namaku Ria, mengapa aku begitu suka dipanggil Rea hanya karena kau suka memanggilku begitu. Nama panggilanku pertama kali ketika aku mencoba berkenalan denganmu, namun tetap memanggilku Rea meski kau tahu namaku Ria. Tak ada yang perlu aku sembunyikan, termasuk statusku sebagai perawan tua. Dan kau menerimanya tanpa penolakan sedikitpun. Namun kau menolaknya setelahnya, setelah aku bersedia menyerahkan sepenuh hatiku.Ughh…mengapa aku mengulang cerita itu lagi.Aku mulai, menghapus memory inboxku, sms sejak pertama kali kita menjalin perkenalan. Aku tak berani membacanya, aku takut mengingatnya lagi. Seperti ketakutanku, tak bisa melupakanmu. Dan aku takut merasakannya lagi, mungkinkah ada laki-laki yang baik tersisa untukku, seorang perawan tua.Ughh..aku tak tahu lagi betapa beratnya, menanggung status itu. Belum lagi ibu dan bapakku. Tuhan…..Aku memandang sekeliling kamarku, takkan kubiarkan satu wajahmu nongol di depan mataku. Melihat wajahmu sama saja aku melihat hantu paling menakutkan yang aku takuti selama ini.“Ihhh….ihhh..” aku mengambil dengan jijik sebuah foto yang terpajang tepat diatas ranjangku. Membongkarnya piguranya, dan kudapati fotoku dengan senyum manis tepat disamping manusia berwajah hantu itu. Foto waktu kita bertemu untuk ketiga kalinya di sebuah taman hiburan.“Sebenarnya cakep juga….” Aku tersenyum, melihat wajah tirus manis dengan kulit kecoklatan dan tubuh yang tegap semampai.“Huekkk…”aku tak boleh mengaguminya. Aku tak boleh buta lagi karena wajah itu. Andai waktu itu Tuhan membuka mataku untuk menatapnya lebih jelas, mungkin fotoku disampingnya bukan tersenyum manis, tapi terbelalak histeris.“Haha….”aku tertawa, lucu. Perlahan aku memotong foto itu. Memisahkan wajah manisku dengan wajah hantu itu. Aku menyimpan sebelahnya dan memotong kecil-kecil hantu itu seakan-akan dia ada didepanku. Terserah mau sakit, mau meringis, masa bodoh…Apa kabar dengan fotoku yang ada padanya?. Mungkinkah akan mengalami nasib yang sama, atau mungkin lebih parah. Apalagi jika ditemukan istrinya.“Ughhh…ughhh…”aku mengelus wajahku, tak tega jika wajahku yang manis ini harus kena api, jangan ya…“Riaa…….” Aku mengernyit, panggilan untukku?“Riaaaa…….” Ternyata memang betul. Ada instruksi dari ibu pasti. Dan aku bergegas mencari sosok ibu. Mungkin saja di dapur.“untukku…?!!!” tanyaku heran, ketika sebuah bunga melati terulur untukku.Deggg…..bukankah biasanya abdi yang selalu mengirimkannya untukku. Apakah ini juga dari abdi?. Aku tersadar untuk segera bertanya.“Dari siapa?” ibu menggeleng tak tahu.Aku mencari kertas kecil berisi memo yang biasanya selalu diletakkan dipangkal pohon ini.“Maafkan aku…”“Uggh….!!!” Aku mendengus kesal, dan meletakkan serampangan. Tak seperti biasanya, bunga itu selalu terpajang segar di atas meja riasku. Untuk apa aku mesti merawatnya. Dan…untuk apa kau mesti mengirimnya. Meskipun kau belikan aku toko bunga, kata maaf tak juga bisa aku berikan untukmu…ŠŠŠAku masih asyik, didepan layar monitorku. Mengedit laporan keuangan yang belum sempat aku selesaikan kemarin di kantor. Seharusnya liburan seperti ini, aku menikmatinya. Namun aku telah kehilangan selera untuk menikmatinya. Aku memilih mengerjakan apapun agar rasa sepi yang seringkali menemaniku terasa berkurang. Meila juga menemaniku. Maklum sama-sama jojoba,hmmm…“Re…”“Ri….”“oh ya Ri…”dia tersenyum menyadari salah memanggil namaku yang sebenarnya. Aku tak meninggalkan sedikit pandanganku dari layar untuk merespon panggilannya. Dan ia lama untuk meneruskan panggilan itu, mungkin saja pikirannya masih asyik dengan majalah dipangkuannya itu.“Kamu tahu ga istrinya Abdi?” aku heran untuk apa dia tanyakan itu, tak lagi penting untukku. Meski 2 bulan lalu sebelum mereka menikah, Meila juga hampir menunjukkan karakteristiknya. Dan masih seperti kemarin, Aku menganggap itu tak penting lagi, dan aku tak peduli..“Dia sakit kanker…”“Whattt….” Tiba-tiba tanganku memencet huruf itu sehingga terbaca di layar dan aku menghapus setelah sadar. Aku menoleh, mencari keterangan lebih lanjut.“Sakit…?!”“Ya….”“Dari mana kamu tahu,“Sudah lama…”“Mengapa kau tak mengatakan padaku waktu itu ““Bukankah katamu itu tak penting?” aku mencibir menyadarinya.“Sudah hampir 2 minggu dia di rumah sakit,“Abdi ?””Halloooo…istrinya, Ria sayang….bukan Abdi.”“Ya, maksudku….abdi gimana?”“Emang penting ya, kok aku mesti tahu…” kali ini aku mencibir, karena sadar meila telah mengejekku.“Apa Abdi ga tahu ya kalau Meila sakit?” tanyaku sendiri, bengong.“Apa….?!’“Ulangi kata-katamu tadi, istrinya Abdi..bukan Meila…!!” aku tersenyum.“Ya maaf aku kan salah ngomong, habisnya aku kan ga tahu namanya siapa?’“Emang penting ya?” Meila tersenyum. Sekali lagi mengejek.“terserah, mau istrinya yang sakit, atau Abdi yang sakit, bodoh amat….!!”“bener nich, kalau Abdi yang sakit, kamu ga akan menangis iba…”“Eh, mengapa kita malah tertawa melihat orang dapat bencana…” tiba-tiba Meila menjadi seorang peri sok bijak.“Ya udah…..”“Semoga …”“Bahaagiaaa…..” ucapku dengan nada tak ikhlas.ŠŠŠ “Selamat ya, abdi….” Aku tersenyum bersamaan dengan jabatan yang erat.“Semoga bahagia ya…”“Aku selalu mendoakanmu…” ucapku mantap.“Kau tampak cute dengan gaun ini…” ledekku, dia tersenyum bahagia.“Istrimu juga cantik, cantik sekali…”“Gaun itu memang lebih pantas dipakainya dari pada aku. Kalau aku pakai masti melorot…” Aku tertawa lepas, dan kau membalasnya dengan tawa pula.“Selamat ya…” ucapku sekali lagi, ketika aku harus melangkah maju bersama barisan tamu undangan ini.Setengah berbisik dalam pendengaranku kau berkata, “maafkan aku Re…” aku tersenyum, dan melangkah. Aku tak pernah membencimu Abdi.“Krinnnnngggggggggg……kronggggggggggggggggggg….krungggggggggg………” Aku menggeliat. Perlahan membuka kedua mataku dan memicingkannya setelah sadar. Jam 5 pagi. Saatnya aku harus bangun.“Ehm….ehmmm…..” aku menggeliat lagi, seolah ga rela melepas selimut yang membalut tubuhku. Kantuk masih tersisa bersama hawa dingin yang menyerang. Toleransi 5 menit. Aku menutup mata lagi, namun tak kubiarkan kantuk kembali membuaiku dalam bayangan mimpi. Mimpi….aku mengingatnya, mimpi kah aku semalam. Datang ke pesta Abdi. Aku membuka mataku, dan berfikir. Mengapa aku bermimpi tentang abdi dan pestanya. Bukankah pestanya sudah lewat 2 bulan yang lalu. Sudahlah, namanya tidur pasti ada bunganya…(ga nyambung ya?)ŠŠŠ“Ria, saluran 3 buat kamu..?”“Siapa yang berani menggangguku di jam sibuk begini.” Protesku pada Sani, rekan kerjaku.“Siapa…?!”sapaku ketus.“Rea, ini Meila…”“Ada apa?!”“Ikut aku,”aku mengernyit.“Ini masih jam kantor !”“ya, aku tahu…”“aku tunggu, diparkiran…”“Meila…kemana?” belum sempat aku mendengarnya. Aku sudah mendengar tanda putus.“Ada apa sich ini orang seenaknya saja ganggu orang kerja” runtukku sendiri. Namun aku bergegas ke kantor kepala minta ijin. Dan tak lama aku sudah melihat wajah Meila diantara barisan mobil-mobil di parkiran ini.“Cepetan…?!”“Enak aja, kamu nyuruh anak orang!”“Berani bayar berapa…?” protesku tak berkesudahan seraya tersenyum. Meila sama sekali tak menggubrisku, dan aku berhenti meledek. Wajahnya yang terlihat bingung membuatku konyol. Bagaimana mungkin meila yang selalu ceria bisa benar-benar serius. Dan aku ikut saja diam.“Ayo turun…” ajak Meila. Aku diam tak bergerak. Untuk apa dia mesti mengajakku ke rumah Abdi.“Untuk apa?” tanyaku curiga.“Turun saja…”ia menyeretku dengan terpaksa. Aku membelot. Tapi melihat mukanya yang masih saja serius tanpa ekspresi, aku menurut. Perasaanku mulai tak enak.“Aku bisa berjalan sendiri…” sekali lagi aku protes karena Meila masih saja menggandeng tanganku. Aku heran, pakaian hitam seolah menjadi dress code dirumah ini. Dan aku tak menjupai satu wajahpun yang bisa aku kenal. Apa yang terjadi?.Aku tak tahu harus bertanya pada siapa. Aku menurut saja, mengekor Meila yang berjalan terburu. Semua orang yang sempat berpapasan denganku seolah sibuk dengan mereka sendiri. Kamar Abdi. Sayup-sayup aku mendengar suara tangis, mungkinkah istrinya meninggal seperti cerita Meila beberapa waktu lalu yang mengatakan istrinya sakit. Ya Allah secepat itukah. Mmm…tapi untuk apa aku mesti datang. Apakah abdi akan merengek untuk memintaku menjadi istrinya. Aku tersenyum, memikirkan bagaimana aku bisa menikah dengan seorang duda.Agak ragu aku melangkah. Suara tangis makin nyaring kudengar. Ketika wajahku tersembul dari balik pintu, aku mengenali satu persatu wajah itu. Tante Maya, ibu abdi dan suaminya. Tiara, adik semata wayangnya..dan saudaranya yang lain yang tak bisa aku kenali satu persatu.“masuklah Rea…” pinta tante Maya, dengan wajahnya yang sembab. Aku berjalan mendekati kerumunan itu, sementara Meila memilih berhenti dan berdiri tepat di depan pintu.“Abdi, sudah lama menunggumu…”kata tante Maya lagi. Satu persatu orang mulai menjauh, dan aku melihat tubuh itu. Tubuh yang tergolek tak berdaya dengan selang infus dan oksigen berselang-seling dari mulut dan hidungnya.“Abdi….”desisku perlahan. Aku terhenyak, sedih. Aku berdiri tepat, disamping ranjangnya. Dia mencoba tersenyum dengan kepayahan. Tangannya bergerak mencari tanganku, dan aku menggenggamnya hingga tangan itu diam dengan sendirinya, bersama senyum yang masih mengambang. Matanya menutup perlahan, dan tangis mulai menyayat.“Abdiii….”teriakku histeris. Aku bingung. Tangan itu masih saja diam, meski aku meremasnya.“Dia sudah pergi nak, ” Sebuah suara dibelakangku, mengabarkanku akan apa yang baru saja terjadi. ”Innalillahi wa Inna illaihi roji’un…” Kalimat itu saling bersahutan ku dengar dan aku menimpali dalam hati.“Abdi….”desisku tertahan. Aku lunglai tak berdaya. Mengapa secepat itu kau pergi…ŠŠŠSatu persatu peziarah mulai meninggalkan gundukan tanah merah didepanku. Aku masih tertegun tak percaya. Di sampingku tante Maya dan anggota keluarganya yang lain juga menatap hampa bersama air mata yang menganak sungai.“Ayo Rea, kita pulang…”ajak tante Maya. Dan aku menganggu, mengikuti.“Mengapa aku tak melihat….” Aku mencari kata-kata untuk memanggil istri Abdi, maklum sampai sekarang aku tak tahu namanya. Tante Maya tersenyum.“Ia mendahului Abdi 3 hari yang lalu…” Aku kembali terhenyak.“3 hari yang lalu tante…”“Ya mereka berdua menderita kanker hati. Ketika abdi dalam keadaan kritis, Dina meninggal.”Tante maya tersenyum lagi. “sebelum Abdi benar-benar koma, ia masih saja memanggil namamu…”“Dia titip maaf buat kamu…”“Begitu pula Dina…”“Mereka memutuskan menikah setelah keduanya sama-sama tau mereka mengendap kanker stadium 4. Sebelum meninggal mereka ingin melaksanakan sunah rosul untuk menikah.”“Abdi tak ingin membuatmu terluka, menikahimu dan meninggalkanmu…”“Dia ingin kamu bahagia Rea…” aku tak lagi bisa berkata-kata. Air mata yang hampir berhenti, tiba-tiba menyeruak semakin hebat.“Maafkanlah mereka, ikhlaskan mereka pergi dengan bahagia…”Dengan mantap hatiku berkata, Aku tak pernah membencimu Abdi. Aku ingin kamu selalu bahagia…-thEnd-

Read More..
 
Cerpen Remaja - VALENTINE

Gue Giza anak SMA PUTRA HARAPAN.Hari ini hari valentine.Gue biasanya tukeran coklat ama pacar gue.Hari ini gue bikin coklat berbentuk hati buatan gue sendiri.Sama kayak yang Adam minta.And ga adil kalo gue ga minta something darinya.Gue cuma minta sesuatu yang dia kasih harus warna pink.
"Hi Adam.Lupa ga tanggal berapa sekarang?",Tanya gue riang."22 februari.Kenapa?""Kenapa lo bilang?Lo lupa hari ini tuh hari apa?"Ga juga gue inget.Hari ini hari kamis.Tepatnya valentine day.Kenapa sih?""Lo ga give me something gitu?""Mengharap ya?""Itu kalo lo mau ngasih.Kalo ga juga ga apa-apa.Tapi nih gue kasih lo kayak yang lo minta,"ucap gue sambil ngelempar kado itu ke arah Adam."Ini juga buat lo.Sama kayak yang lo minta.All about pink."Awalnya gue suka,tapi begitu kado gue buka,gue kecewa banget.Emang bener all about pink.Tapi,isinya,sungguh amit-amit.Dia ngasih gue sendal jepit warna pink,buku,pensil,yang all about pink."Napa muram?Ga suka?"tanyanya ama gue tanpa dosa."Suka kok.Makasih."Gue pergi ninggalin dia.Sampe rumeh,gue nangis sejadi-jadinya.And malamnya,ada orang yang datang.Mama yang buka pintu.Ternyata yang datang adalah Adam.Dia datang dengan jas item rapi banget.Dia ngasih kotak kecil ke gue.Gue buka ternyata kalung yang gue suka dulu.Seketika dongkol gue ilang.Gue meluk dia dihadapan mama.Mama ga marah.Dia cuma senyum sambil menangis haru."Jahat lo.Lo bikin gue nangis.""Tapi sekarang ga kan?""Ya ga lah.""Ini tuh sebenarnya ide mama lo.Katanya mbokya sekali-kali bikin lo nangis.""Jadi ini ulah mama.Ih,nyebelin.""Tapi kamu suka kan?""Tau ah!!!!""Makasih banget lho ya,udah ngasih gue kalung ini.Padahal gue pikir lo lupa ama itu.""Ga bakal lupa.Karena pas nganter lo pulang,gue langsung balik lagi buat ngebeli itu kalung.Gue ga rela kalo lo sampe kecewa karna kehilangan kalung itu."Gue makin terharu dengernya.Ga disangka dia mo balik dari rumah gue ke swalayan lagi.And yang ga kalah ngagetin and menggelikan,ternyata papa juga ngasih hadiah ke mama.Sambil masih memakai seragam kerja,dia memeluk mama."Ini untuk mama.Kalung berlian.biar sudah ga muda lagi,tapi kita ga boleh kalah romantisnya sama yang muda.""Ih papa,"mama mencubit perut papa."Idih mama genit.Pake acara nyubit papa,"Gue ngelihat kemesraan mereka tuh agak geli gimana,gitu.Abisnya,udah tua tapi ko ga mau kalah ama yang muda.Yang boleh diolokin bukan cuma anak muda,tapi juga orang tua.Biasanya orang-orang tua bilang "emang dasar anak muda jaman sekarang.Beda sama jaman kita dulu".sekarang ganti yang muda yang ngomong "dasar orang tua jaman sekarang,maunya sama kayak yang muda.Tapi ga bakalan bisa.Wong udah beda generasi".Setuju ga guys?he...3WRITTEN

Read More..
 
Cerpen Cinta - Butir-butir Cinta

Disebuah kota yg terkenal dgn pempeknya, ada seorg gadis sederhana tapi mewah. Yg bernama Rinda, Rinda orgnya baik,pintar,tapi sedikit cuper. Suatu hari org tua rinda memberitahukan bahwa rinda tengah dijodohkan dgn seorang cowok yg bernama Hendra. Keluarga Hendra adalah keluarga yg kaya. Sebenarnya Rinda dan Hendra sudah saling kenal, bahkan mereka saling musuhan. Dikarenakan waktu hari pertama kuliah mobil Rinda tak sengaja ditabrak Hendra, dan Hendra tidak mau bertanggung jawab.Hendra,adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya adalah seorg cewek yg berprofesi sbg dokter,sedangkan kakak keduanya adalah lelaki yg merupakan seorg polisi.Hendra termasuk anak yg mau menang sendiri. Disaat Hendra tahu bahwa ia sudah dijodohkan dgn wanita yg tak lain bukan adalah Rinda,Hendra berniat utk mempermainkan Rinda. Begitu Rinda bertekuk lutut atas cintanya pd Hendra,lantas Hendra akan meninggalkan Rinda begitu saja.Rinda dan Hendra bersepakat utk menjalani semua yg telah ditentukan orng tua mereka.Tanpa mereka sadari butir-butir cimulai penuh dihati mereka,tapi krn ego mereka sama2 tdk mau mengakuinya. Hendra menutupi perasaannya dg cara marah2 kl berada didkt Rinda dan mulai menyakiti hati Rinda.Rinda yg hatinya sakit curhat dgn kak Yudhi(kakaknya Hendra) tentang perbuatan Hendra pdnya. Rinda pun cukup dekat dg kak Yudhi.Rinda nyaman jk berada disisi kak Yudhi.Konflik diantara Rinda dan Hendra pun semakin menjdi. Mereka tdk sadar yg menimbulkan itu semua adlh ego mereka sndiri.krn konflik diantara meraka semakin menjdi2,akhirnya mereka saling jujur mengenai perasaan mereka masing2.Setelah mereka tahu perasaan satu sama lain.Mereka mulai menerima satu sama lain.

Read More..
 
Cerpen Cinta - Senangnya

Senangnya, setelah lama aku gak bisa merasa berdebar-debar sore itu lain. Padahal aku ya biasa aja lho. Setelah sebulan kami kenal, akhirnya dia menemuiku. Aneh, rasa ini benar-benar aneh. Karena aku dan dia hanya tersenyum dan tersenyum. Untung waktu itu gelap. Dia tidak melihat keringat dinginku dan tidak merasakan suaraku yang bergetar bukan karena dingin, karena saat itu musim panas…T-T
Suaraku bergetar karena aku gemetar. Aku sedikit lupa bagaimana kami mengawali pembicaraan. Tapi yang jelas, beberapa menit setelah berbicara dengannya, aku bahkan lupa kalau saat itu baru kali pertama bertemu…J

Pertemuan kedua aku dan dia makan malem bareng. Di tempat yang sama aku makan dengan seseorang, tapi suasananya jauh berbeda, seperti 11-17. Tapi anehnya, debaran yang kadang muncul itu mengingatkan aku pada debaran yang muncul beberapa waktu yang lalu. Sama persis, hanya berbeda pada suasana. Semakin malam, semakin hilang, semakin jauh dari debaran yang tadinya sama. Tertawa, bercanda, hingga lupa aku akan luka yang seharusnya ada. Kebaikan yang ada di depanku, persahabatan yang menyapaku lewat dia, indah, tentram. Persahabatan? Entah apa itu bisa kusebut. Dia datang ketika seseorang yang berjanji tidak akan melakukan pembunuhan ternyata justru menambah korbannya, hingga matilah rasa itu, mati, terkubur dan dioakan olehku sendiri.

Dan begitulah, setiap hari aku selalu menunggu datangnya malam, malam yang selalu membuatku tenang, karena di akan selalu datang dan menemani aku. Saat itu aku merasa tidak ada pengaruhnya, lelaki yang melewati banyak masa denganku ternyata pergi ke kota sebelah untuk menemui kekasih yang membuatnya mabuk. Makan kekasihmu itu! Dengan sedikit sambal tomat, biar terasa pedas! Aku lupa akan lelaki itu, lelaki yang selalu merindukan kekasihnya, aku merasa aku sudah punya kekasih baru, sahabat baru. Senangnya, jika melewati masa gelap dengannya, sahabat baruku.

Sahabat yang indah, hingga aku lupa caranya bersedihJJJJ empat kali aku tertawa ketika sekali saja dia melemparkan senyum…aku merasa menjadi seseorang yang berharga untuknya, itu membuatku memberikan rasa tulusku untuknya. Saat itu aku menyadari, sahabat adalah dia. Dia bahkan menerimaku apa adanya aku.

Dia mengajakku ke taman, ada banyak warna indah di taman itu, tapi yang paling indah tetap senyum sosok di depanku yang menyodoriku sebotol air mineral ketika melihat peluhku yang datang karena rasa haus dari dalam tenggorokanku. Segar…rrrr, aku tidak pernah menikmati air putih sesegar itu, air putih dari sahabatku. Ketulusannya bahkan membuatku ingin menitikkan air mata.

Aku ingat, ketika itu, aku ingin menangis sampai pingsan, karena melihat lelaki itu mengganti warna kekasihnya(atau mungkin kekasihnya sudah ganti), sahabatku dating dan mengajakku pergi, ke tepi pantai, ke atas gunung, ke tengah kota…hingga aku tertawa. Aku lupa pada lelaki yang mengganti warna kekasihnya itu. Aku merasa lebih dari cukup telah mempunyai sahabat baru, hingga namanya aku pastikan akan aku ingat sepanjang hidupku…hingga senyumnya akan aku patenkan sebagai senyum seorang sahabat. Benarkah hanya sahabat? Entahlah, kegembiraan, rasa suka yang terbingkai membuatku enggan melepaskan sahabatku hingga jadi kekasihku, aku takut melukai sahabatku seperti yang dilakukan lelaki yang mengganti warna kekasihnya itu padaku.

Hingga tiba saatnya nanti, akan aku tunjukkan jawaban yang dia minta, di tahun yang baru dengan senyum dan tawa yang baru. Hingga setiap hari, setiap pagi bahakan aku bisa bersamanya, dan setiap malam menemaniku bercerita pada layar yang berkedip-kedip.

Read More..
 
Cerpen Cinta - Selamat Jalan Joe

Gundukan tanah didepanku masih merah, serasa baru kemarin aku menangis disini. Menangisi orang yang sangat aku cintai. Satu minggu sejak kepergian Joe, setiap hari aku selalu menghabiskan waktuku dimakamnya sambil mengenang masa-masa indah disaat kami bersama dulu. Masih membekas jelas dalam ingatanku saat-saat menyenangkan bersama Joe. Saat terakhir bersamanya merasakan pelukan dan ciuman hangatnya.Walaupun sudah satu minggu Joe pergi, aku masih tidak bisa menerima kepergiannya. Aku merasa kepergian Joe adalah salahku. Seandainya malam itu aku tidak memaksa Joe untuk pulang pasti saat ini Joe masih bersamaku.
X X X X
Lagi-lagi aku terlambat. Ini semua gara-gara mama yang nggak bangunin aku. Aku tergesa-gesa takut dosen sudah masuk duluan. Karena aku tergesa-gesanya aku jadi tidak memperhatikan jalanan didepanku makanya aku jadi menabrak seseorang.
“Maaf ya.” Kataku sambil berlalu tanpa memperdulikan perkataan orang yang aku tabrak itu yang sepertinya marah-marah. Aku bergegas masuk kekelas dan untungnya dosenku belum masuk. Aku menarik napas lega.
“Telat lagi ya De ? Semalam ngapain aja?” Tanya Santi sabahatku. Aku hanya dapat mengangguk.
“Habis begadang ya?” Tanya Santi lagi. Aku tidak memperdulikan kata-katanya.
“Ya ampun San, buku keuanganku mana ya?” Tanyaku sambil membongkar isi tasku.
“Ketinggalan kali.” Sahut Santi.“Nggak mungkin San, tadi pagi aku memang nggak masukin dalam tas, tapi aku ingat kalo aku bawa. Apa mungkin kececer ya?”
“Mungkin aja. Udah deh entar kita cari aja.” Dosen yang ditunggu akhirnya datang juga. Aku merasa bosan. Rasanya pengen cepat-cepat kabur dari kelas ini. Aku tidak konsentrasi ngikutin pelajarannya. Setelah sekian waktu akhirnya waktu mata kuliah ini berakhir sudah. Setelah dosen keluar aku langsung ngajakin Santi keluar.
“San, kekantin yuk.” Ajakku.
“Nggak cari buku kamu dulu De?” Tanya Santi.
“Entar aja deh. Aku udah laper nih.” Sahutku.
“Iya sebentar.” Setelah sampai di kantin, ternyata keadaan kantin sangat ramai, jadi kami memutuskan untuk membeli beberapa makanan dan mencari tempat duduk dipojok belakang perpustakaan. Saat kami lagi asik menikmati makan siang tiba-tiba ada cowok yang nyamperin.
“Hai. Kamu tadi pagi yang nabrak aku kan. Tabrak lari lagi, nggak ada tanggung jawabnya.” Sahut cowok itu.
“Maaf ya. Ngomong sama kami ya?” Tanyaku.
“Memang disini ada orang lain? Lagian yang nabrak aku tadi pagi kan cuman kamu.” Sahut cowok itu lagi.
“Yang nabrak siapa? Siapa suruh kamu berada didepanku saat aku jalan.” Sahutku nggak mau kalah.
“Sudah nabrak orang nggak tanggung jawab. Itu sama dengan tabrak lari.” Sahut cowok itu lagi.
“Hei. Kamu siapa sih kok datang-datang pake nuduh temenku segala. Memangnya kamu kenal dia De?” Tanya Santi yang sedari tadi bingung ngeliat aku ribut sama cowok ini.
“Aku nggak kenal kok San cuman….“Sorry, namaku Joe. Mahasiswa teknik semester 2. Tadi pagi temen kamu ini nabrak aku terus kabur. “ Sahut cowok itu lagi.
“Siapa yang kabur. Aku sudah minta maaf kok.”Sahutku lagi.
“Minta maaf terus kabur sebelum aku ngomong. Lagian aku kesini cuman mau ngembaliin ini kok.” Sahut Joe sambil menyerahkan buku keuangan yang dari tadi aku cari.
“Oh ternyata kamu yang nyolong bukuku. Sini.” Sahutku sambil merebut buku keuanganku dari tangan Joe.
“Siapa yang nyolong. Tadi pagi kan kamu yang jatuhin sendiri. Pake nuduh orang segala.”Sahut Joe sewot.
“Udah deh Joe. Nggak usah diladenin nih cewek. Dia memang udah jutek dari sononya. Aku mewakili temenku ini mengucapkan terima kasih. Namaku Santi dan temanku yang judes ini ……….."
“Ade. Ade Irma Handayani. Mahasiswi Akuntansi semester 2. Bener kan.” Sahut Joe.
“Kok tau?” Tanya Santi.
“Kan ada dibukunya.” Sahut Joe.
“Iya. Bener.” Sahut Santi sambil melihat buku keuangan Ade.
“Oke deh San, aku pergi dulu ya. Senang berkenalan denganmu San. Sampai jumpa cewek jutek.” Pamit Joe sambil berlari sebelum aku melemparnya.
“Sialan tuh orang. Aku kan punya nama.” Sahutku ngomel.
“Dah Joe.” Sahut Santi yang tidak berkedip.
“Santi. Hai. Sadar donk. “ Sahutku sambil melambaikan tangan didepan wajah Santi.
“Ngapain sih kamu De.”Sahut Santi.
“Abis kamu kayak ngeliat apa aja sampai melotot.”
“Abisnya Joe cakep sih De.”
“Cakep? Nggak salah? Kamu memang nggak bisa liat cowok bagus dikit aja udah melotot.” Sahutku sambil meninggalkan Santi yang cuman bengong dan setelah sadar langsung lari menyusulku.
X X X X
Seminggu sudah berlalu sejak kejadian ditaman itu. Setiap kali aku dan Santi nongkrong disana pasti Joe ikutan nimbrung. Biasanya kalo Joe datang aku jadi ngerasa terganggu ngeliatnya. Tapi belakangan aku merasa kehilangan juga kalo dia nggak nongol disana. Kadang aku suka jadi uring-uringan sendiri. Ternyata selama ini Santi memperhatikan perubahan sikapku terhadap Joe yang biasanya kasar sekarang tidak lagi. Dan seperti biasa Santi mulai bertanya yang aneh-aneh. Seperti sekarang ini saat aku lagi asik baca novel kesayanganku Santi datang menggangguku.
“De, aku perhatiin sikap kamu sama Joe berubah deh.” Tutur Santi.
“Berubah gimana?” Tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku dari novel didepanku. Karena merasa dicuekin Santi merebut novel yang sedang aku baca.
“Santi. Apa-apaan sih kamu. Sini balikin.” Sahutku berusaha merebut kembali novelku dari tangan Santi.
“Abisnya aku ngomong nggak didengarin sih.” Sahut Santi sewot.
“Iya deh. Mau ngomong apa sih nona manis? Tapi balikin dulu donk novelku.” Sahutku. Santi mengembalikan novelku dan aku duduk didepannya dengan manis untuk mendengarkan perkataannya.
“De, biasanya kan kalo kamu sama Joe ketemu pasti bawaannya bertengkar melulu kayak kucing ama anjing, tapi belakang ini aku perhatiin kamu berubah deh. Nggak pernah bertengkar lagi, nggak pernah ngebales kata-kata Joe dan lagi setiap ada Joe sikap kamu suka salah tingkah gitu deh.” Tutur Santi.
“Itu kan cuman perasaan kamu aja San. Lagian aku nggak ngebales Joe itu karena aku udah bosan bertengkar terus ama dia. Kan capek terus-terusan ribut.” Sahutku bohong.
“Apa mungkin kamu naksir Joe?” Tanya Santi penuh selidik.
“Apa? Aku naksir orang yang sok cakep itu. Nggak deh.” Bantahku bohong padahal aku ingin bilang kalo aku sudah jatuh cinta sama Joe.
“Kalo bener juga nggak apa-apa kok De. Malahan aku senang kalian bisa jadian. Dan aku rasa Joe juga suka sama kamu De.” Sahut Santi.
“Yang bener San?” Tanyaku nggak percaya.
“Tuh kan bener kamu naksir Joe. Entar deh aku urusin.” Sahut Santi.
“Siapa......” Aku tersenyum sendiri. Panas rasanya wajahku menahan malu.
X X X X
Satu minggu setelah pembicaraanku dengan Santi, aku dan Joe semakin dekat dan aku nggak tau awalnya gimana tiba-tiba pada malam minggu saat Santi janjian mau jalan, tapi yang datang malah Joe. Joe menyatakan perasaannya dan minta aku jadi pacarnya. Tanpa pikir lama-lama lagi aku langsung mengiyakan Joe. Dan rasanya hari-hariku semakin indah dan menyenangkan.Tanpa terasa tiga bulan sudah kami resmi jadian dan aku bersyukur selama ini tidak ada kejadiaan yang tidak menyenangkan terjadi. Sampai pada malam itu saat terjadi kejadiaan yang mengerikan dan menyedihkan. Saat aku harus kehilangan orang yang sangat aku cintai dalam hidupku.Setelah kami pulang dari rumah Santi untuk menghadiri acara ulang tahunnya. Joe mengantarkanku pulang kerumah. Sampai dirumahku jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Joe masih ingin ngobrol denganku. Kami duduk diteras depan sampai jam didinding menunjukkan pukul 10.30. Aku menyuruh Joe untuk pulang karena jarak antara rumah Joe dan rumahku memerlukan waktu 1 jam untuk sampai dirumah Joe. Dan aku tidak ingin Joe kemalaman sampai dirumahnya.
“Joe, udah malam. Kamu nggak mau pulang?” Tanyaku yang berada dalam dekapan hangat Joe. Malam ini Joe lebih mesra dari biasanya.
“Nggak, aku mau nginap aja deh De.” Sahut Joe.
“Tapi besok kita kan ada kuliah pagi Joe. Nanti aku telat lagi.”
“Tapi aku masih kangen sama kamu De.” Sahut Joe semakin erat memelukku serasa tidak akan pernah merasakan pelukan itu lagi. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa karena aku juga tidak ingin berpisah dari Joe.
“Tapi besok kan kita masih ketemu Joe.”
“Nggak. Lagian kenapa sih. Kamu nggak mau aku peluk lagi ya?” Tanya Joe mulai marah.
“Bukan begitu Joe. Cuman ini sudah malam. Nanti kamu kemalaman dan besok kesiangan.” Sahutku berusaha menjelaskan.
“Tapi De, aku takut kita nggak bisa bersama lagi. Siapa tau besok kita nggak bisa seperti ini.” Sahut Joe menatapku dengan tatapan yang aku nggak ngerti maksudnya.
“Kamu ngomong apa sih Joe. Udah sekarang pulang besok kita pasti ketemu lagi oke.” Sahutku sambil melepaskan pelukan Joe.
“Oke deh aku pulang. Tapi kasih aku satu ciuman sayang.” Sahut Joe.
“Ih kamu genit deh Joe.”“Kalo nggak. Aku nggak mau pulang.” Joe merajuk.
“Oke deh.” Joe mencium pipiku.
“Kalo dibibir boleh nggak?” Tanya Joe.
“Kamu itu dikasih jantung minta hati. Udah sana pulang. Hati-hati ya Joe. Sampai besok.” Aku mengantarkan Joe sampai depan pagar, tapi sebelum dia naik ke motornya Joe masih mencium bibirku dan tersenyum. Aku masih menunggu sampai bayangan motornya hilang ditelan kegelapan malam.Dan aku sama sekali tidak membayangkan bahwa itu saat terakhir aku melihatnya. Karena dua jam setelah Joe meninggalkan rumahku ada telpon dari Kakak Joe yang menyuruhku kerumah sakit karena Joe kecelakaan.Aku segera pergi kerumah sakit. Aku berlari dikoridor rumah sakit yang sunyi. Aku mencari ruangan Joe.
“Ade.” Panggil seorang wanita yang aku kenal sebagai kakak Joe. Aku mendatanginya dengan perasaan kalut dan penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi terhadap Joe.
“Kak, ada apa? Apa yang terjadi dengan Joe?” Tanyaku.
“Joe mengalami kecelakaan dan sekarang sedang diperiksa oleh dokter.” Tutur kakak Joe. Kami terdiam memikirkan keadaan Joe saat ini. Satu jam kami menunggu dengan perasaan yang tak menentu dan akhirnya Dokterpun keluar dan menghampiri kami.
“Dok bagaimana keadaan Joe?” Tanya Kakak Joe.
“Kita hanya bisa menunggu keajaiban dari Tuhan karena keadaannya sangat kritis. Dia kehilangan banyak darah. Berdoa saja semoga dia bisa selamat.” Tutur Dokter lalu pergi.Aku masuk keruangan Joe dan aku melihat Joe terbaring tak berdaya. Tanpa terasa air mataku terus mengalir membasahi pipiku. Aku menggenggam tangan Joe. Joe membuka matanya dan tersenyum.
“Ade, kenapa kamu nangis. Aku senang tadi bisa bersama kamu lebih lama. Aku minta maaf karena aku tidak bisa menjemputmu besok. Tapi aku akan selalu bersamamu De. Selalu disisimu.” Tutur Joe dengan suara perlahan dan terbata-bata. Joe menggenggam tanganku erat.
“Joe jangan ngomong seperti itu. Kamu pasti bisa menjemputku. Kamu pasti sembuh Joe.” Sahutku sambil menggenggam tangan Joe.
“Nggak usah menghiburku De. Aku tau bagaimana keadaanku.”
“Joe maafkan aku ya, ini semua karena kesalahanku yang memaksa kamu untuk pulang.” Sahutku dengan derai air mata.
“Sudahlah itu bukan salah siapa-siapa itu memang sudah takdirku.” Sahut Joe semakin pelan.
“I Love You Joe.” Bisikku ditelinga Joe.
“I...... Love....... You ............ De……………….. dan tangan Joe terkulai lemas dalam genggamanku.Bunyi panjang alat pendeteksi jantung Joe yang menandakan Joe sudah pergi. Aku terdiam sesaat. Aku tidak berkata apa-apa. Aku keluar ruangan dengan gontai tanpa memperdulikan panggilan orang lain. Aku merasa sangat sedih telah kehilangan orang yang sangat aku cintai. Joe selamat jalan semoga kamu bahagia disana dan diterima disisinya. Aku akan selalu mencintaimu Joe. Selalu. @ IS

Read More..
 
Cerpen Cinta - Kembali

“Kintan….” Sapa suara dibelakangku yang sepertinya aku kenal. Aku berbalik dan tiba2 jantungku terasa berhenti berdetak. Aku memandang sosok cowok yang berjalan ke arahku.“Rian?” Tanyaku heran setelah saat melihat sosok yang memanggilku. Jantungku berdebar dengan cepat.“Iya ini masih aku Rian yang selalu mencintaimu.” Sahut Rian setelah tepat berdiri didepanku.“Ngapain kamu kesini?” Tanyaku dingin. Karena aku sangat membenci orang ini.“Lho kok gitu jawabnya? Ya pasti untuk ketemu sama kamu donk masa sama dosen mu. Memangnya kamu gak senang ya ketemu sama aku?” Sahut Rian sambil menyunggingkan senyuman yang selalu membuatku luluh. Tapi kali ini aku harus lebih kuat. Aku tidak ingin sakit lagi.“Bukan gitu. Aku heran aja kenapa tiba-tiba kamu muncul didepanku setelah 1 bulan lamanya kamu menghilang tanpa memberikan kabar apa-apa sama aku. Dan sekarang dengan gampangnya kamu ketemu sama aku seolah-olah kejadian 1 bulan yang lalu itu gak pernah terjadi. Apa maumu sekarang.” Sahutku penuh emosi.“Justru itu saat ini aku datang, aku ingin menjelaskan semuanya sama kamu. Gimana kalo kita pergi ke satu tempat dimana kita bisa ngobrol dengan enak?” “Gak usah deh. Aku sudah gak butuh penjelasan yang aku anggap sudah basi. Lebih baik kita lupakan aja. Lagian aku gak bisa pergi sekarang aku masih ada kuliah. Udah dulu ya aku mau masuk kelas. Senang ketemu sama kamu lagi.”Sahutku sambil beranjak menuju kelas. “Tapi Kin….” Rian tidak meneruskan kalimatnya karena aku sudah keburu pergi. setelah sampai di balik gedung aku kembali mengintip melihat keadaan Rian setelah aku tinggal tadi dan ternyata Rian pergi… Saat ini aku memang belum siap untuk bertemu dengan Rian karena aku masih tidak tau apa yang harus aku lakukan terhadap dia? Apa aku harus memaafkannya? “Kintan… Ada yang cari…” Panggil mama.“Siapa ma?” Tanya kintan dari balik novelnya.“Rian. Pacarmu yang dulu…” Sahut mama.“Rian? Ngapain lagi sih dia kesini? Bilangin aja Kintan gak ada ma.” “Gak mungkin soalnya tadi mama udah bilang kamu ada. Udah temuin aja sana.” Sahut mama. Dengan berat hati aku terpaksa menemui RIan.“Hai…”Sapaku dengan lesu.“Hai Kin.. Sori ya aku ganggu istirahat kamu ya?” Sahut Rian basa basi dan bagiku basi banget.“Gak juga. Ada apa?” “Aku ingin meneruskan omongan kita tadi siang. Aku ingin menjelaskan alasanku menghilang selama 1 bulan ini.” Tutur Rian.“Akukan udah bilang kalo aku udah gak butuh penjelasan lagi. Udah terlambat buat aku Rian.” “Tapi aku tetap harus jelasin sama kamu, terserah kamu mau menerimanya ato gak.”“Ya udah terserah.”“Aku minta maaf karena aku tiba-tiba pergi gak ngasih kabar sama kamu. Karena tiba-tiba aku dapat berita kalo ibuku sakit keras di Surabaya jadi kau harus buru-buru berangkat setelah 3 hari disana ibuku meninggal. Aku ingin menghubungimu hanya saja ponselku hilang sewaktu diperjalanan jadi semua nomer teleponku hilang dan aku tidak tau harus menghubungi siapa untuk menanyakan teleponmu Aku tau salah dan aku minta maaf. Kalo memang kamu tidak mau memaafkan aku, aku mengerti yang penting aku telah menjelaskan kesalahanku. Dan aku tetap mencintaimu…” Tutur Rian yang membuat hatiku sedikit luluh.“Aku juga minta maaf Rian. Dan aku turut berduka atas meninggalnya ibumu, tapi tetap aku masih marah sama kamu.” Sahutku“Lalu apa yang harus aku lakukan biar kamu mau memaafkan aku Kin?” Tanya Rian pasrah.“Ada sih tapi apa kamu mau?”“Apapun akan aku lakukan asal kamu mau maafin aku.” “Kamu harus mentraktir aku makan di Pizza Hut sekarang juga. Gimana?”“Cuman itu?”“Itu baru hari ini dan untuk itu aku baru ngasih maafku 20% jadi kamu masih punya usaha untuk ngedapatin 80% nya lagi.”“Iya deh apa aja asal gak sampe jual diri.”“Gak juga kaleee.. Dan satu lagi.”“Apa?”“Kalo memang kamu bener-bener cinta sama aku. Nyatakan cinta dan permohonan maafmu didepan semua orang yang ada disana. Gimana?”“Deal. Berangkat?”“Oke…..Tapi ingat jangan diulangi lagi lho ya…Janji?”“Janji… Sayangku….”Senangnya…. Akhirnya cintaku kembali juga walaupun masih belum seratus persen tapi tetap akan aku maafkan cuman harus dikerjain dulu biar kapok. Saat di Pizza Hut Rian benar-benar melakukan apa yang kuminta tanpa perasaan malu sedikitpun dan semua orang yang ada disana memberikan Rian tepukan dengan meriah. Seandainya ikut katakan cinta yang ada di TV pasti rame.. hehehe… Sori ya Rian aku kerjain…@IS

Read More..
 
Cerpen Cinta - Kutinggalkan cintaku di KFC

Hari tu hujan turun begitu besar ketika aku sedang berjalan menuju rumah selepas pulang kerja.Hatiku teracak-acak, aku sama sekali tidak bisa mengikat hatiku pada saat itu.Hatiku seakan mati dan hatiku seakan sudah mati.Entah kenapa semenjak aku tahu dia khianati cintaku, perasaan ku dan hatiku seakan tidak mau berteman denganku lagi.Jalanku seakan tidak berarah sampai akhirnya aku sampai dirumah.Kubuka jilbabku, kemudian kurapikan rambutku.Aku berkaca dicermin, aku melihat diriku? apa yang kurang ? sampai dia khianati aku.Tidak cukup cantikkah aku?kenapa dia tega khianati kepercayaanku yang sudah 2 tahun menemaninya.Ah tapi jika terus begitu sampai kapan akuharus ratapi kekuranganku, aku yakin masi ada banyak kelebihan di diriku.Akhirnya aku sampai ditempat dimana aku janji ketemu ma dia hari ini.Dari kejuhan kulihat dia berdiri disamping pintu KFC.Bajunya basah.Kulihat wajahnya, " ya allah kenapa selalu ada cinta buat leleki ini, kenapa aku tidak bisa membencinya, padahal dia sakiti aku."dihadapannya aku tekadkan hatiku untuk akhiri semuanya.Aku berusaha tidak melihatnya, aku takut aku akan jatuh cinta lagi padanya."hai" sapanya.Kujawab " hai juga, sorry telat tadi macet"dia tersenyum dan masuk ke KFC." Dia langsung memesan makanan kesukaanku.Kami akhirnya duduk di sudut KfC."Kuawali keheningan di malam itu, " jadi apa maumu sekarang?"Kuawali pertemuan itu dengan pertanyaan itu, karena memang pada dasarnya saat itu kami bertemu untuk membahas hubungan kami yang sudah bermasalah." aku butuh ruang, aku merasa tertekan dengan hubungan ini meskupun pada awalnya ku merasa tidak"Hatiku sakit mendengar itu, dia merasa terkekang olehku, padahal aku merasa aku tidak pernah lakukan itu." aku minta maaf, jika memeng merasa terkekang, aku akan lepaskan kamu, aku ga mau membuat orang yang aku cintai justru tersakiti karena aku." bibirku bergetar, hatiku bergemuruh, ingin kutahan airmataku, tapi takbisa, dia jatuh terus mewakili perasaanku." Aku tahu aku salah,aku minta maaf" ." Beri aku kesempatan kedua,aku mencintaimu"Katanya.Kulihat matanya, kucari dibagian terdalam diteduh matanya, kucari cinta yang pernah ada buat diriku, tapi kenapa aku ragu, aku merasa semua itu telah hilang didirinya.Aku takut rasakan sakit lagi, aku gasiap untuk itu, meskipun berat akhirnya kuberkata, " kumaafkan kau, ada beribu maaf karena cinta, tapi aku tidak bisa lagi disampingmu, aku terluka jika terus bersamamu, aku tidak bisa lupakan semuanya, biarkan aku sendiri sekarang".Kututup kalimatku sampai disitu, aku tidak biarkan dia jelaskan apa-apa lagi dan tidak biarkan celah sedikitpun untuk dia kembali padaku.Kulangkahkan kakiku keluar dari KFC, kubuang jauh kenanganku bersamanya, kubuang semua beban dihatiku dengan melepaskannya.Tanpa menoleh kebelakang, kuyakinkan hatiku tuk kembali menata hidupku tanpanya.Beban itu seakan hilang, aku tersenyum melihat angkutan umum didepanku, dan ku menaikinya, kutinggalkan cintaku di KFC , biarlah dia juga menemukan kebahagiaan lain lagi baginya.

Read More..
 
Cerpen Cinta - lastri

Pagi, sebagaimana biasa, matahari terbit di ufuk timur. Lalu langit disepuh warna-warna sejuk, burung-burung liar bernyanyi. Angin mendesir. Pohon bambu gemerisik, beberapa helai daunnya rontok, berputar sebentar di udara, hingga akhirnya jatuh ke tanah. Hari anyar baru di mulai. Adalah Lastri, kembang desa Watu Gunug, yang sepagi itu telah selesai mencuci pakaiannya di kali, dan termenung di tepian, di atas sebuah batu. Rambut basah sepinggang ia biarkan tergerai, mengurai bahu kuning langsat yang hanya mengenakan kemben sedada. Seperti biasanya, ia menanti mentari meninggi, hendak mengeringkan rambut. Namun rupanya tak cuma itu, kerutan-kerutan panjang di kening dan bola matanya yang tampak sendu, walau tak mengurangi keayuannya membuktikan ia sedang di landa kegelisahan. Gundah hatinya. Layaknya gadis-gadis seusianya, ia ingin merasakan kebebasan hidup. Gadis-gadis desa yang pagi ke sawah mengantarkan sarapan, senja belajar menari, dan malamnya bercengkrama di balai desa bercerita kejadian yang telah mereka lalui seharian. Tapi, semua baginya adalah suatu yang mustahil. Ia tidak boleh bertingkah seperti gadis-gadis kebanyakan. Ia kembang desa yang harus bisa bersikap. Ki Suriamenggala, sesepuh desa yang bertanggung jawab akan kelanggengan desa Watu Gunug menyerahkan semua kebutuhan ‘kembang desanya’ itu ke tangan Rusmini. Wanita tua yang sudah terbiasa mengurusi gadis kembang desa sebelum di ambil oleh lelaki kaya yang akan mengawininya. Adalah suatu adat yang berlaku selama berpuluh-puluh tahun. Setiap gadis tercantik di desa itu harus bisa membawa nama baik desanya. Seperti Lastri saat ini, gadis yang di harapkan bisa meneruskan jejak pendahulu-pendahulunya. Padanya wibawa desa ini diletakkan. Desa yang di pandang sebelah mata, waktu itu ialah desa yang tak memiliki kembang desa dan tak punya banyak harta. Sedangkan desa Watu Gunug, punya gadis secantik Srikandi. Dengan kecantikan, ia bisa mendapatkan lelaki yang kaya raya. Jika demikian, martabat desa akan terangkat. Dan tak lagi di pandang sebelah mata. Bahkan bukan tidak mungkin akan menjadi desa yang paling disegani. Oleh karenanya Lastri di larang melakukan perbuatan yang menjadikan citranya rendah. Sehari semalam, ia hanya mendapat izin keluar sekali, saat mencuci dan mandi. Itupun di tempat yang telah di khususkan, berada di lereng yang sunyi, selainnya, ia harus diam di rumah. Taklah heran di buatnya, bila sedang mencuci di kali hingga matahari meninggi ia baru beranjak dari tempat duduknya. Kemudian berjalan dengan lesu menuju rumah, membawa Tenggok yang penuh dengan cucian. Saat itu, di jalanan menanjak di antara pohon-pohon bambu dan di bawahnya aliran kali mengalir. Berpapasan dengannya seorang pemuda. Ia mencoba bertanya, “Siapa namamu?” tanyanya lembut. “Harya Udayana…”. Pemuda itu banyak mendengar kabar tentang wanita tercantik itu. Yang memang benar-benar sangat cantik. Namun tak sedikitpun ia berhasrat untuk ikut-ikut ingin mengawininya. Sudahlah tersebar syarat-syarat lelaki yang akan menjadi jodoh Lastri, dan syarat itu tidak ada padanya. Karena itulah sedikitpun, kecantikan itu tak berpengaruh padanya Kembang desa, wanita yang di anggap suci. Tidak di perbolehkan pemuda berlama-lama berdua dengannya, Jika tak ingin di cap sebagai pemuda tak tahu malu, amoral, dan pemuda bejat, lebih baik segera menghindar dan menjauh. Tahu demikian, Harya bergegas pergi tanpa merdulikan tatapan Lastri yang sebenarnya mengharap bisa bicara banyak dengannya. Baginya Lastri hanya mimpi yang indah sesaat lantas kemudian lenyap begitu saja. Lastri pulang sambil sesenggukan, meratapi nasibnya. Ia lebih rela menjadi wanita biasa dengan kecantikan pas-pasan sekalipun, daripada keadaannya saat ini. Sangat menyakitkan. Seorang gadis berparas ayu, tapi tak ada pemuda yang menghargainya apalagi segera melamarnya. Persoalannya hanya satu, ia hanya akan berjodoh dengan lelaki kaya, sedangkan pemuda-pemuda di desanya tidaklah dari orang berada, mereka kebanyakan seorang pekerja, serabutan. Karena itulah, satu persatu pemuda di desanya yang semula ingin menjadikannya isteri menyerah dan menjauh. Membiarkannya harus menahan sedih setiap harinya. Kini hari-harinya hanyalah tangis, duka.*** Musim kemarau tiba, desa Watu Gunug mengalami kekeringan. Kali yang biasanya tumpah ruah dengan air, kini kosong. Tanah-tanah sawah kering, pecah, matahari terik dan angkasa bersih dari awan. Saat seperti itu seorang pemuda tampak tengah sibuk menimba air di sumur, tangannya cekatan mengisi ember-ember kosong antrian yang panjang. Termasuk di dalam antrian itu, Ratna Permanasari, adik Lastri. Saat sampai pada gilirannya, mereka berdua bercakap, saling kenal. “Boleh aku tahu siapa namamu?” Tanya pemuda itu. “Ratna permanasari”. “Harya Udayana”. Pemuda itu adalah Harya Udayana, pencari kayu bakar yang tinggal di lereng Meru, desa Ratus, sebelah selatan desa Watu Gunug. Sejak kecil ia hidup di lereng itu bersama seorang kakek, lelaki sepuh yang menjadi teman sekaligus orang tuanya. “Di mana tempat tinggalmu?” Tanya Harya lagi “Di perbukitan rumpun bambu jalan menanjak itu…” jawabnya sambil menunjuk arah yang tampak atap rumahnya. “K…enapa kamu mau mengisikan ember-ember kami, padahal kau kan tidak di bayar??” tanya Ratna balik setelah tak tahan dengan rasa penasaran dan kagumnya. “Kebetulan saja aku paling muda di antara mereka semua, tenagaku lebih kuat. Hanya itu saja…”. Pemuda menjawab, lantas diam kembali, sibuk mengisi ember-ember lain. Tak sadar jika mata Ratna selalu menatap gerak-geriknya, peluh-peluh yang merembesi keningnya, juga dengus nafas yang terdengar berat. Kelelahan. “Aku senang bersahabat denganmu, lain kali mainlah kerumahku… ” ucap Ratna sebelum balik pulang kerumah. Harya tak menjawab, hanya mengangguk, tanda menyetujui permintaan itu. Tampaklah keceriaan di wajah Ratna, sepanjang jalan senyum-senyum kecil menghias disudut-sudut bibirnya. Pun saat ia sampai di halaman rumah, sedang Lastri, sedang menyisir rambut memergoki keanehan yang terjadi pada adiknya itu bertanya. “Tampak kau sedang di landa bahagia, ada apa?”. “Aku tadi bertemu seorang pemuda yang….” Belum sempat ucapannya sempurna selesai, Lastri telah menarik tangannya untuk masuk ke bilik tidurnya. “Cerita di kamar saja, jangan sampai tahu oleh bibi…” Lastri berucap demikian, sambil melepas paksa ember yang belum di taruh di tong-tong air. Mereka berhambur masuk ke bilik Lastri. Duduk berhadapan pada sebuah kursi Jati. “Lanjutkan ceritamu…” pintanya. “Pemuda itu belum aku temui sebelumnya, aku kira ia bukan warga desa ini, prilakunya santun, dadanya bidang, ia gagah, wajahnyapun tampan …” Ratna diam, melihat reaksi saudaranya, yang masih serius menyimak ceritanya. “Lantas?”. “Ia menanyakan nama dan tempat tinggalku, semua yang keluar dari mulutnya terasa berbeda. Amat aku rasakan bahwa ia memiliki daya tarik yang kuat. Terutama matanya yang tajam…”. “Kau bilang tadi ia bertanya namamu, bagaimana denganmu. Tak kau tanya siapa namanya dan tinggal di mana?”. “Oh…namanya Harya Udayana. Tapi aku lupa tak menanyakan di mana tempatnya”. Berubah paras Lastri mendengar nama yang disebut adiknya barusan. Harya Udayana, berarti pemuda yang berpapasan dengannya sewaktu ia pulang mencuci dari kali. Ia pun percaya jika pemuda itu gagah, juga tampan. Tapi kenapa saat bertemu dengannya pemuda itu besikap seolah-olah tak berminat sama sekali padanya. Tak tanya tinggal nama, apalagi bertanya tempat tinggal. Tak tahu dengan apa yang dirasakannya saat ini, ada cemburu, merasa tersaingi oleh adiknya. Ia kalah dengan adiknya. “Kamu menyukainya Ratna?”. Ratna tersenyum manis di sudut bibirnya yang semakin mempersakit hati Lastri. Tampak oleh kakaknya ia semakin cantik. Ia lebih dewasa. Ah…kembali Lastri teringat nasibnya sebagai kembang desa. Ia muak, ia merasa bagai dalam penjara. Kadangkala ia ingin membunuh diri dan membiarkan saja desa ini berubah sendiri. Tanpa tergantung dengan kembang desa. Juga berharap dari lelaki tetangga desa atau manapun yang akan melamarnya. “Mungkin…” jawaban yang keluar dari mulut adiknya semakin membuatnya terbenam dalam kesedihan. ***Beberapa hari setelah mereka bertemu di sumur, saat bedug desa di tabuh, pertanda waktunya pulang bagi yang menyawah. Pulang juga Harya dari kerjanya mencari kayu. Memikul kayu bakar yang akan ia jual ke warga yang membutuhkan. Berkeliling desa ia menjual kayu bakar. Berteriak menawarkan kayunya. Hingga sampailah ia di rumah Ratna, bimbang, apakah harus juga ia menawarkan kayu bakar kerumahnya? Padahal rumah itu tampak sepi. Saat ia beranjak hendak melewati saja rumah itu seseorang memanggilnya, “Harya…” Harya berbalik. “Ratna…” balasnya. Ratna mengajaknya mampir ke rumah. Duduk mereka di beranda rumah. “Istirahatlah sebentar, aku ambilkan minum dulu”. Ucap Ratna kemudian sambil beranjak masuk ke dalam rumah. Tak berselang lama, Ratna keluar sambil membawa minuman dan sepiring pisang. Duduk ia di samping Harya. Beberapa saat mereka hanya diam, tak tahu harus memulainya dari mana. Hanya mata Ratna yang tak lelah selalu menatap bulir-bulir keringat di kening Harya. Ia ingin mengusap keringat itu dengan sapu tangannya. Ingin ia melepas baju Harya dan mengipasi tubuhnya hingga pemuda itu merasa nyaman dan segar. Ingin ia besandar di dada bidang itu sambil memainkan jari-jari Harya. “Ratna, di mana ayah ibumu? tanya Harya “A…da di dalam. Sedang istirahat, ada apa kang?”. “Oh, Aku hanya tidak mau kedatanganku ke sini berbuah omong-omong warga yang tidak menenangkan hatimu….”. “Tidak kakang, malahan aku merasa senang sekali bisa bertemu dengan kakang. Ayah dan ibu tidak akan marah”. Harya menghela nafas, tak tahu maksudnya apa, hanya saja tampak ia lega dengan jawaban dan keyakinan Ratna. “Kenapa kau senang dengan kedatanganku?” Harya bertanya. Padahal pertanyaan itu tak mungkin bisa di jawab dengan kata, Pertanyaan yang hanya bisa di jawab dengan hati yang sedang di landa perasaan cinta. Ratna hanya diam, keanehan terjadi padanya. Keceriaannya hilang dan berganti pipi-pipi yang merona merah, menahan malu. Betapa yang bertanya di hadapannya adalah pemuda yang ia kagumi. “Ratna…”. “Ya kakang…”. Ia menengadah. “Terimakasih minumannya. Aku kembali ke rumah dulu, sepertinya matahari sebentar lagi sore. Aku tak bisa berlama-lama denganmu.” Ucapnya berdiri hendak berlalu “Kang…” Ratna berdiri mengamit tangan Harya, menggenggamnya. Ia menatap mata Harya dalam-dalam, seolah ingin menjebur ke dalam samudera hatinya, betapa pemuda ini telah membuat hatinya bagai taman indah, ingin ia menggenggam rasa itu dan menjaganya, ia ingin terus bersama Harya. “A…ku”, Harya diam dan melepaskan genggaman Ratna, berlalu meninggalkan Ratna yang masih terpaku. Sepanjang perjalanan pulang, tak lepas-lepas ingatan akan genggaman erat barusan yang seakan tak mau kehilangan dirinya. Juga tatapan tajam yang menyiratkan banyak makna. Pemuda itu tergetar hatinya, belum pernah ia merasakan hal seperti ini. Terbiasa hidup di lereng gunung, jarang melihat wanita cantik, membuatnya merasa Ratna adalah wanita paling rupawan yang pernah ia kenal. Ia malah berpikir untuk cepat-cepat melamar gadis itu. Tak rela jika sampai di dahului orang lain. Tapi semua itu akan mendapat batu sandungan besar, ia tak punya uang banyak untuk melamar Ratna, tak punya rumah yang bisa menjadi tempat tinggalnya sementara waktu ketika pengantin baru. Tak mungkin ia tinggal di rumah sempit, lereng Meru, bersama kakek, yang sudah terlalu banyak ia repotkan. Jika ia punya orang tua, mungkin ia bisa tinggal di rumah orang tuanya. Sejak kecil ia hidup di lereng Meru. Tak pernah ia bertemu orang lain di lereng itu, hanya ada mereka berdua. Kakekpun tak pernah bercerita banyak tentang orang tuanya, sampai saat ini, saat ia berumur 24 tahun. Seingatnya, kakek hanya pernah bercerita bahwa orang tuanya masih hidup. Tapi tak tahu dimana?. “Uhf….” Harya mendengus, melepaskan semua sesak di dada. Jika teringat tentang orang tuanya, ia merasa bosan hidup, untuk apa hidup? Ia adalah anak haram. Tak berguna untuk hidup, apalagi keinginannya untuk kawin, punya anak, keluarga yang bahagia. Mimpi!! Ia tak pantas kawin dengan wanita baik-baik. Apalagi seperti Ratna permanasari, gadis rupawan. Ia pantasnya kawin dengan gundik-gundik desa. Punya anak yang juga hina, keluarga hina, dan akan menjadi cemoohan warga. Tapi untungnya ia hidup di tempat sunyi, tak banyak yang tahu, tentang jati dirinya. Termasuk Ratna.***Semua pasti berganti dan berubah, musim kemarau usai, dan berganti musim hujan, kali-kali kembali tumpah ruah dengan air, sawah-sawah di airi, tetumbuhan tumbuh menghijau menyejukkan mata. Begitupun dengan Harya dan Ratna, semakin hari semakin bertambah subur benih-benih cinta di antara mereka. Sering mereka bertemu, tak hanya saat Harya pulang dari mencari kayu bakar, tapi juga saat Ratna pulang dari sawah, saat latihan menari, juga saat berkumpul di-balai desa. Pun saat ini, duduk di ruang tengah, mereka berdua sambil bercengkrama, cerita apa saja. Tertawa bahagia. Sangatlah berbeda dengan suasana bilik sebelah, di mana Lastri terdiam, beku, kaku, dengan rembesan air mata deras mengucur dari kelopak matanya. Sudah tahu ia hubungan adik dan pemuda itu, namun seringkali Harya berkunjung di rumahnya, tak pernah bibinya memberi ijin keluar atau pura-pura mengeluarkan jajanan dan minuman untuk mereka. Ia hanya bisa melihat Harya dari sudut-sudut bolong bilik kamarnya. Mendengar gelak tawa adiknya dengan seorang pemuda yang tak di pungkiri lagi, ia pun mencintainya. Hatinya di landa cemburu. Tak tahan, Lastri beranjak ke meja rias, menatap wajahnya yang sembab air mata. Hidung, pipi, juga rambutnya yang hitam lurus , legam karena selalu di olesi minyak kelapa. Ia usap sisa air mata yang masih menggenang di pelupuknya. Mengambil secarik kertas dan pena, menulis sebuah surat. Selesai dengan tulisannya, berseru kecil ia ke bilik sebelah, tempat bibi emongnya tidur. Sengaja di buat demikian , biliknya bersebelahan dengan bilik itu, biar sewaktu-waktu semua kebutuhannya bisa cepat terpenuhi. Melalui jendela yang ada ia berseru “Bi..kemari…!!”. “Ada apa nduk…?” “Tolong bibi kasihkan surat ini ke pemuda yang ada di ruang tengah itu.”. “T..api” “Tolong bi…, bibi tidak ingin melihat saya tersiksa kan?” Lastri memelas. Tak tahan wanita tua itu melihatnya, tak boleh wanita secantik dia menangis sedih. Tak pantas, seharusnya gadis secantiknya tertawa ceria, selalu di liputi kebahagiaan. “Baiklah nduk…” wanita tua itu mengalah, Sepulang dari bertemu dengan Ratna, bergegas Harya untuk segera pulang, ke rumahnya di lereng Meru, desa Ratus. Ia harus sampai di sana sebelum senja. Kasihan kakek yang sudah renta harus menyalakan lampu-lampu teplok sendiri. Saat menuruni jalanan menanjak di antara pohon-pohon bambu dan di bawahnya aliran kali mengalir, sayup-sayup ia mendengar suara seseorang memanggil. “Nak…tunggu…!!”. Ia berbalik, perempuan tua berlari ke arahnya, wajah perempuan itu tampak lelah, sedikit keringat bermunculan di keningnya. “Ada apa bu?”, “Ini nak, ada titipan surat…”. “Dari siapa bu?”, “Nanti akan tahu sendiri, ya udah nak, tak tinggal dulu. Masih ada kerjaan di rumah” wanita tua itu berbalik kembali. Malamnya, saat di angkasa bulan terlihat separuh. Dan lereng Meru sepi dengan malam, kakek sudah terlelap sejak lolongan anjing yang pertama. Sesepi itu Harya terduduk di tepian ranjang yang terbuat dari bambu, di depan rumah menghadap lereng. Surat titipan itu masih rapat, belum terbuka. Sengaja ia hendak membacanya malam hari, setelah semua pekerjaannya rampung. Surat berkertas putih itu, hanya di lipat sederhana menyerupai bentuk jajar genjang. Ia buka dan mulai membacanya.Harya…tak usah bingung, dengan aku yang sudah mengenalmu. Aku melihatmu pertama kali saat bepapasan sepulang aku mencuci di kali. Tahukah kau, jika dengan sifatmu yang acuh itu, walau awalnya aku merasa sakit, namun tak bisa aku lupa akan hal itu. Pandangan yang menyiratkan bahwa kau tak berhasrat untuk mengawiniku…menunjukkan kau tak silap dengan apa yang tampak di lahir saja. Harya…atas nama gadis kembang desa Watu Gunug, aku ingin bertemu denganmu, esok sebelum matahari beranjak sepertiga bumi…temui aku di kali…karena hanya waktu itulah aku bisa keluar dari rumah. Lastri***Seperti yang telah biasa di lakukan Lastri, saat angkasa di sepuh dengan warna-warna sejuk, dan matahari belum sempurna berkelindan di ufuk timur, ia sudah sibuk bermain air di kali. Kali ini ia tidak membawa tanggok yang biasa untuk membawa cucian. Ia hanya membawa minyak kelapa, rendaman daun sirih dan melati, sebagai peralatan mandi. Serta jarik yang di gunakan mengeringkan badan. Sesekali diantara kesibukannya menyibak-nyibak air, matanya menatap perbukitan, dimana jalan yang biasa di lalui orang-orang. Namun sampai lelah ia menunggu tak jua ia menemukan apa yang ia cari. Matahari hampir separuh hari, panasnya kini sudah terasa lumayan terik, udara yang berhembus dari perbukitan membawa hawa panas dan membakar kulit. Ikan-ikan di dalam airpun kini tampak bersembunyi di balik lumut atau batu-batu yang ada di dasar kali. Semua berusaha menghindar dari panasnya matahari. Tapi berbeda dengan Lastri, ia masih asyik bermain air, mengalirkan ke lengan putihnya, leher, meresapi kesegarannya, rambutnya yang panjang pun tampak semakin indah di gerai air kali, menjuntai-juntai di kulit bahunya yang kuning langsat. “Lastri…” tiba-tiba suara seseorang mengagetkan lamunannya. Ia berbalik menuju arah sumber suara. Seorang pemuda tampak menuruni perbukitan menuju ke arahnya. “Harya udayana…” desis Lastri, Lastri menyambut tangan Harya, menuntunya untuk duduk di jamban kali, menjulurkan kaki ke dalam air, dan merasakan kesegarannya. Tangan mereka masih bergenggaman erat. “Lastri, ada perlu apa?” “Harya…aku mencintaimu, maukah kau mengawiniku?” jelas dan lancar Lastri berucap demikian, berbeda dengan Ratna dan perempuan-perempuan lainnya, yang harus berpikir beribu kali dan malu-malu untuk mengucapkannya. Harya tak menjawab. Ia belum yakin dengan wanita di hadapannya, apa benar dia Lastri? Gadis kembang desa Watu Gunug. Apa jadinya jika ada warga yang tahu ia berdua dengan gadis yang mereka anggap gadis suci. “Aku menyerahkan jiwa raga untukmu” rajuk Lastri sambil melepas kemben penutup tubuhnya. Harya membisu, beku dengan apa yang ada di depannya. Pun saat tangan Lastri bergerak menuntun tangannya, bibir berpagut, kemudian saling bergumul. Batang-batang bambu berdesir malu di sapu angin, angkasa bersih tak berawan hanya sedikit burung-burung Pondang berkicau menertawakan di pucuk-pucuk pohon jati. Ikan-ikan Pari berseliweran di air berkejaran dengan pasangannya, setelah kena, mereka sembunyi di balik lumut, saling beradu mulut dan kemudian seliweran lagi di riak-riak air kali yang mengalir.***Warga mengekang Lastri, gadis yang sepantasnya hidup bahagia dengan anugerah kecantikan yang ada padanya. Mereka melarangnya agar tidak sembarang bergaul, mengurungnya di rumah. Layaknya sebuah barang antik yang hanya bertangan bersih, wangi dan orang kaya yang bisa memegangnya. Lastri bingung dengan apa yang ia rasakan. Tak tahan melihat adiknya bermesraan dengan pemuda yang juga ia cintai, akhirnya ia kalap, hingga akhirnya ia lampiaskan semua hasrat yang sudah lama terpendam. Terus ia melakukannya, setiap waktu, setiap ada kesempatan. Tak ada yang bisa mencegahnya. Warga desa dan ki Suriamenggala masih berharap dengan kecantikan Lastri. Mereka yakin dengan kecantikan yang di milikinya desanya akan ikut terpengaruh dan punya wibawa di mata desa-desa sekitar. Sehingga melihat perubahan pada Lastri, mereka tetap diam tak melakukan tindakan, apalagi mencegah. Kekuatan adat juga saat itu terasa tak bertuah, arwah-arwah kembang desa yang telah bersemayam di kuburan desa membiarkan Lastri melakukan perbuatan itu. Padahal sebelum-sebelumnya, setiap kembang desa yang belum di ambil lelaki kaya, pasti di jaga kesuciannya oleh arwah–arwah leluhur. Tapi tak tahu kenapa saat ini tidak. Mungkin karena semasa hidup sebenarnya mereka juga tak rela dengan pemaksaan adat, sehingga alih-alih membiarkan kejadian di kali itu untuk dijadikan pelajaran bagi warga desa Watu Gunug. “Ini kehendak dari leluhur-leluhur kembang desa yang telah bersemayam, mereka mau mengajarkan Lastri untuk bisa bersikap baik kepada semua warga kampung kita. Kelak nantinya jika sudah mempunyai lelaki kaya dan hidup enak” ucap ki Suriamenggala. Bagaimana dengan Harya? Bukankah ia dahulu sangat santun dengan wanita? Dan tak berhasrat dengan kecantikan Lastri? Itu hanya tipu muslihat untuk menarik hati Lastri. Harya anak haram, ia lahir dari perbuatan hina, ia adalah anak hina, sekarang ia membawa Lastri untuk bisa menemaninya di lembah kenistaan itu. Ia ingin tak hanya dia yang hidup dalam cemoohan, ia mengajak turut serta Lastri dalam kenistaan itu. Tak hanya dengan dirinya, tapi juga dengan pemuda-pemuda desa Watu Gunug, Lastri kini menjadi gadis yang semua pemuda bisa merasakan tubuhnya dengan mudah. “Ratna!!” Harya berseru mencoba mengejar Ratna. Siang itu ketika Harya ke rumah Ratna. Dia tak perduli, terus menutup pintu rumah, membiarkan Harya di luar yang masih mengucapkan kata-kata cinta berusaha menyakinkan hatinya. Ratna menangis, hatinya remuk redam setelah mendengar kabar bahwa pemuda yang ia cintai selingkuh dengan kakaknya. Orang tua mereka sudah renta, tak mampu berbuat banyak, hanya duduk di amben, meratapi melihat tingkah anak mereka. Warga yang dulu dengan senang hati merelakan tenaga membantu di rumah mereka, kini sudah tidak lagi. Semua tak ada yang bisa di harapkan. Kecantikan Lastri berbuah malapetaka.*** lima bulan berlalu… Suatu malam, saat banyak wanita berkumpul di balai desa. Tak seperti biasanya, jika malam sebelumnya hanya ada Ratna di antara mereka, kini duduk seorang wanita yang sangat cantik. Tak salah, ia adalah Lastri. Di sampingnya Harya dan beberapa pemuda ikut berkumpul. Malam itu awal mula balai desa menjadi ajang pemuasan nafsu mereka. Ratna yang sedang patah hati, pun kalap, ia mengikuti jejak kakaknya. Watu Gunug kini menjadi desa yang ramai dan meriah. Setiap malam, banyak wanita-wanita cantik yang melampiaskan hawa nafsu bercengkrama di balai desa, desa itu terkenal sebagai tempat memburu kenikmatan bejat, sesat. Makin hari, banyak gadis-gadis dari desa sekitar yang berpindah ke desa itu, berjualan, sekedar memanfaatkan keramaian atau juga pindah tempat untuk ikut merasakan keramaian. Kabar desa Watu Gunug cepat meluas ke desa-desa lain, hingga banyak saudagar kaya yang berkunjung di daerah itu, ingin juga merasakan kenikmatan yang ditawarkan gadis-gadis desa. Tak tahu siapa yang salah. Semua telah terjadi. Daun-daun bambu yang telah bersemayam di tanah tidaklah mungkin bisa kembali bergantungan pada tangkainya seperti semula. Hanya bisa berharap tumbuh daun-daun muda yang akan memberikan cerita baru.

Read More..
 
Cerpen Cinta - Petualangan cinta Sela

Pagi ini matahari tersenyum tanpa gigi, artinya mendung bo!suasana ini menambah mood Sela hari ini makin kacau.Jelaslah begitu karena kemarin Agung, sms kasi kabar kalau dia ga jadi libur hari ini, bete kan ?padahal sekarang hari sabtu.Waktunya buat pasangan-pasangan muda hangout keluar untuk dating.Wajah Sela makin tertekuk karena hari ini juga dia ga ada jadwal kuliah, jelaslah waktunya sekarang dia merasakan kesedihan yang tak terhingga karena dia harus diam dirumah seharian.Tapi, entah kenapa tiba-tiba hari itu Sela punya ide yang sangat ganjil, dia ingin tahu sisi lain dari Agung yang tak pernah dia tahu.Dia tersenyum dan loncat dari kasurnya.Dia membeli kartu perdana baru XL itu loh kartu murah dan simpel, he he iklan kali ya..........Sela kirim sms buat Agung " hai sayang, lg apa ? aku kangen dweh "dia menunggu cukup lama balasan sms dari Agung.Selesai mandi pun belum ada balasan dari Agung.Dalam hatinya dia berkata " sabar, sabar calon bhayangkari harus bisa ngerti".Akhirnya batas sabar Sela pun habis, dia beranikan diri telepon agung, padahal dia takut dengan begitu Agung mengira dia tidak memahami pekerjaannya." halo sayang " terdengar suara Agung dari ponsel Sela. " hai, lagi apa say? aku kangen".Agung menjawab " soir, say aku ga punya pulsa, aku juga kangen.Tapi gimana dwonk kan gi kerja!Sela pun menjawab " ya, udah lanjut ya"!telapon terputus setelah memberi kiss jarak jauh.Sela kemudian ganti kartu dan menggantinya dengan kartu baru yang baru di beli tadi.Dia kemudian kirim sms ke Agung " hai, cowo! g apa sieh?" dan tidak lama kemudian tanpa hitungan menit Agung menjawab sms itu " hai juga, siapa ya ?"Lemas badan Sela karena itu.Cukup tahulah bagi dia siapa Agung sebenarnya. Cukup ga masuk akal jika Agung tidak punya pulsa terus bisa sms ke orang lain.Sela langsung telepon Agung, dan setelah itu terjadilah perang kata-kata, Sela mengungkapkan Fakta dan Agung pun bermain kata untuk alasan yang dia ungkapkan.Akhirnya ya Sela memutuskan putus!Sela menangis tersedu- sedu, dia teriak ungkapkan emosinya!tapi tiba-tiba dia tersenyum lagi." Alex" serunya. Alex adalah temannya Agung yang dulu juga pernah naksir Sela.Tapi terhenti perhatiannya karena Sela memilih Agung yang juga pada hari yang sama nembak Sela." hai, lex, apa kabar ?" Sela kirim sms dan tidak lama kemudian datang sms balasan dari Alex." hai , kabar baik,Ada apa Sel ? kenapa ada apa ma Agung ?"Sela pun menjawab sms itu " dia dah kecewakan aku, lex.Banyak kebohongan yang dia kasi ke aku!" " Begitulah Sel, biasanya kita suka memilih yang salah disaat diberi kesempatan memilih" isi dari balasan sms Alex." ya, masi adakah rasa itu buatku, masi adakah kesempatan ku perbaiki kesalahanku?"Sela menjawab sms Alex." selalu ada untuk cinta, aku jemput jam tujuh ya".Sela tersenyum matanya berbinar lagi, dia sama sekali dah lupakan kesedihannya beberapa menit yang lalu.Dalam hatinya dia berkata " makasih ya mam, udah beri aku nama Sela yang artinya sedih ga pernah lama".

Read More..
 
Cerpen Cinta - Salah Jatuh Cinta

pagi ini memang sangatlah cerah. Begitu juga dengan wajah Hanny. Tidak kalah cerah dengan matahari. Dia hari ini terlihat senang sekali. Dari rumah dia hanya tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila. Begitu juga di sekolah. Lebih banyak senyumnya daripada mendengar penjelasan guru. Teman-temannya heran melihat kelakuan Hanny semakin lama semakin aneh.Bel istirahat sudah berbunyi. Kantin sekolah sudah terlihat ramai dengan anak-anak yang kelaparan. Terlihat dari ujung meja Elin dan Yoan duduk disana. Elin sedang memakan nasi gorengnya sedangkan Yoan menyeruput es jeruknya sambil melamun.“Elin...Yoan...” teriak seseorang yang berlari mendekati meja mereka.Keduanya menyipitkan matanya. Dilihatnya seorang wanita dengan rambut sepanjang punggung dengan bando yang terlihat manis. Seketika Elin dan Yoan menghela nafas panjang dan melanjutkan makan mereka. Mereka tahu bahwa itu pertanda mereka harus mempersiapkan telinga baik-baik.“Elin...Yoan!!!” seru Hanny yang duduk didepan mereka. Wajah makin berseri-seri setelah ia sampai ke meja Elin dan Yoan.Elin berhenti makan dan menatapnya. “Apa?” tanyanya.“Idih, lo judes amet sih ama gue. Gue, kan, temen lo bukan musuh lo,” jawab Hanny sudah terbiasa dengan sikap Elin yang kadang-kadang judes.“Gimana gak judes ama lu. Lo aja yang tiap hare ketemu kami cuman ngomongin co...wok... melulu. Bosen tau!” balas Yoan.“Tapi, gue perlu telinga kalian nih! Please...” mohon Hanny sambil mengedip matanya ke Elin dan Yoan.Elin dan Yoan saling menatap. Tatapan itu bisa diartikan bahwa mereka setuju bahwa telinga mereka dapat konek.“Oke, oke. Sekarang lo mau curhat apa sama kita? Palingan soal Danu.” kata Elin.“Bukan. Bukan Danu lagi.”“Emang sekarang siapa? Andre? Moza? Atau Kevin yang anak pejabat itu dan idola cewek seantero sekolah?” tanya Yoan pada Hanny dengan menyebutkan nama cowok yang pernah di gebet Hanny.“Semua itu salah. Bukan Andre, Moza ataupun Kevin,” bantah Hanny.“So?”“Gue lagi jatuh cinta ama Ardlan,” jawab Hanny yang memperkecl volume suaranya.“What?! Ardlan!!!” teriak Elin dan Yoan bersamaan.“Sssttt!!! Jangan keras-keras dong! Nanti ketahuan ama Ardlan-nya. Kalo ketahuan, kan, malu,” kata Hanny sambil melihat sekeliling kantin, takut ketahuan teriakkan Elin dan Yoan.“Hei, hei! Gue gak salah denger, kan?” tanya Elin gak percaya.Hanny menggeleng-gelengkan kepalanya. “Hanny my honey. Kayaknya lo salah orang deh. Lu salah jatuh cinta. Ardlan itu cowok gak baik. Matre, mainin cewek dan ngegombal,” kata Yoan.“Gue suka gombalannya. Dia bilang gue seperti madu yang manis banget. Dia gak sejelek kalian kira kok. Kemari aja dia nganterin gue ampe depan rumah. Dan...dan dia juga cium kening gue. Lembut banget,” balas Hanny manja.Elin menghela nafas panjang. “Hanny, lu bego atau apa sih? Lu belum pernah denger kalo Ardlan itu pernah hamilin anak orang dan gak mau bertanggung jawab.”“Tapi, Ardlan itu tipe gue. Ganteng, kaya. Gak mungkin, kan, gue ngebet Ujang yang miskin, berjerawatan dan nggak ada sisi gantengnya. Itu bukan tipe gue.” Hanny menatap Ujang yang sedang membeli makanan sambil mengorek hidungnya dengan tatapan jijik.“Lo jangan liat dari luarnya dong. Dalamnya juga. Ardlan dari luar, ya, gue akui dia ganteng dan kaya, tapi dalamnya itu lho ancur berantakan,” geram Elin.“Iya tuh, Han. Ardlan dari luar bagus tapi, dari dalam kayak tong sampah. Mending tong sampah, masih ada bagus-bagusnya,” timpal Yoan.“Huh! Kok kalian gak dukung gue sih? Nanti gue bad mood lho!” ancam Hanny memonyongkan mulutnya.“Lebih baik lo bad mood daripada lo pacaran ama tong sampah itu,” kata Elin bangkit dari duduknya. “Yoan, kelas yuk!”Yoan ikut berdiri dan siap berjalan keluar kantin, tetapi mereka dihalangi Hanny yang sudah ada didepan mereka.“Kalian mau kemana?”“Kelas,” jawab Elin datar.“Jangan dulu! Gue perlu persetujuan kalian tentang hubungan Ardlan dengan gue. Kalian setuju kagak?” tanya Hanny memelas.Elin dan Yoan saling menatap. Setelah menatap dan (mungkin) berbicara lewat telepati, mereka kembali melihat ke wajah Hanny yang sedang jelek-jeleknya kalau memelas pada mereka. Hanny kembali tersenyum ke mereka.Elin dan Yoan memutar bola matanya. “Terserah!” seru mereka bersamaan.“Hore!!! Thanks!!!” Hanny langsung memeluk kedua sahabatnya yang telah menemaninya dan sabar mendengar curhatannya dari SMP. “Kalian emang temen yang selalu mendukung gue...”Mereka melepaskan pelukan dari Hanny. Wajah Hanny yang tadinya jelek sekarang kembali manis seperti madu- apa yang dikatakan Ardlan pada Hanny.“Tapi kalau terjadi apa-apa ama lu, lu bilang ama gue. Gue bakal labrak tu orang dan bunuh!!!” kata Elin dengan penuh amarah.“Sip!!!” “And lo jadian ama dia, lu pokoknya harus jaga diri lu baik-baik, ya?” kata Yoan.“Oke,oke, enyak...” ***
Sore harinya,Dengan mobil BMW warna hitam, Hanny pergi menuju bimbingan belajarnya. Bentar lagi ujian kelulusan, jadi dia setiap sore bersama Elin dan Yoan belajar di sebuah bimbingan belajar yang terkenal. Di bimbingan belajarnya, Hanny merasa dia terbantu karena dia selalu kesulitan untuk memahami pelajaran sekolah. Bukan karena masalah gak ngerti atau gurunya gak pandai ngajar. Tapi di sekolah, dia hanya memikirkan Ardlan ato cowok lain yang dianggep kaya dan ganteng.Dengan gayanya yang fashionable dan bisa memesona semua laki-laki, Hanny berjalan masuk kedalam rumah, dimana dia akan belajar. Saat dia melewati ruangan dimana siswa sedang belajar, semua siswa laki-laki bersuit nakal pada Hanny. Hanny membiarkan suitan nakal yang diberi padanya.Lo bukan tipe gue. Gue gak bakal tertarik pada kalian yang miskin dan gak ada sisi kegantengan di sesudut muka-muka yang kampungan itu, batin Hanny sombong.Hanny memasuki sebuah ruangan yang didepan bertuliskan ‘Royal Class’. Inilah ruang belajar Hanny. Semua kebutuhan Hanny harus yang mewah termasuk kelas belajarnya juga. Dia duduk kursi didepan papan tulis. Dikeluarkannya peralatan tulisnya dari tasnya. Dia melihat seorang cowok yang sedang duduk disampingnya dan tepatnya didepan meja guru sedang sibuk mengerjakan soal. Hanny mengerut dahinya. Tumben ada murid baru yang masuk sebelum guru berkonfirmasi dengannya dan teman-temannya.“Mbak, anak baru?” tanya Hanny setelah berpikir agak lama.“Bukan. Dia yang akan menggantikan Mbak selama Mbak pergi ke Malaysia,” jawab Mbak yang mengajari mereka. Dia dikenal Mbak Yuni yang baik terhadap siswanya.“Kuliah?”“He-eh. Jadi kamu kerja tugas yang ada dipapan tulis. Kalau yang lain datang, bilang pada mereka kerja soal yang dipapan tulis. Mbak ama dia masuk keruangan itu.” Mbak yuni menunjuk ke sebuah ruangan tertutup tetapi ada kaca untuk dapat melihat kedalam yang biasanya dipakai untuk tempat test guru atau murid. “Nico, kita masuk keruangan itu, ya.” Setelah mereka berdua masuk kedalam ruangan, Elin dan Yoan datang. Dengan cepat, Hanny memanggil mereka berdua ketempat duduknya. Dia ingin ngobrol dengannya.“Apa sih??? Tentang Ardlan lagi? Males gue...,” kata Elin kesal terhadap Hanny yang menariknya.“Bukan...”“So?”“Tentang tu cowok.” Hanny menunjuk ke cowok yang bersama Mbak Yuni didalam ruangan yang mereka tempati.Elin dan Yoan menyipitkan matanya. Sebelum bertanya, mereka berdua langsung menatap Hanny dengan curiga.“Apa?” tanya Hanny tertawa kecil.“Lo suka ma dia?” tanya Yoan seperti polisi mengintrogasi pencuri ayam.“Gue yakin lo suka, kan, ma dia,” timpal Elin.“Sejak kapan gue bilang begitu?” jawab Hanny.“Kami ini tau sifat lo, Han,” kata Yoan.“Mana mungkin sih gue suka cowok seperti dia. Udah miskin, gak ganteng-ganteng amet lagi. Gak level ama gue. Ardlan yang baru selevel ama gue,” jawab Hanny menyombongkan dirinya.Elin mengerutkan dahinya berlipat-lipat mendengar jawaban Hanny. “Darimana lo tau kalau dia miskin?”“Ya, tau lah. Liat aja. Guru kerja pasti ada maksudnya. Maksudnya dapet uang. Jadi itu alasannya mengapa gue bilang kalo dia itu miskin.”Elin dan Yoan menggelengkan kepalanya. Mereka emang sudah terbiasa dengan omongan Hanny yang terlalu menyombongkan dirinya dan merendahkan diri orang miskin. “Terserah. Gue gak peduli lagi...,” kata Elin putus asa.Hanny menatap kedalam ruangan dimana Mbak Yuni dan cowok itu lewat jendela. Dia bukan selera gue! batin Hanny yakin. ***
"Oke. Hari ini kakak ini yang akan mengajari kalian.” seru Mbak Yuni di depan kelas bersama cowok berumuran delapan belasan. Hanny, Elin, Yoan dan murid lainnya dikelas menggerutu terhadap putusan Mbak Yuni kalau ia bakal digantikan oleh cowok kuliahan itu. Mbak Yuni sebenarnya adalah guru yang terkenal pandai mendidik dan baik. Tetapi dia malah memutuskan untuk berhenti mengajar dan melanjutkan pendidikannya yang sudah lama tertinggal.“Anak-anak, meski Mbak tidak mengajar disini lagi, Mbak akan sering-sering datang kesini kok. Lagi pula kakak ini juga baik dan pandai seperti Mbak. Jadi kalian akan mudah beradaptasi dengan kakak ini.” hiburnya tersenyum manis.“Mbak, ngapain juga harus berhenti ngajar. Mbak, kan, bisa ngajar sambil kuliah.” protes Elin.“Maafkan Mbak, ya. Mbak tetep tak bisa. Oke, Mbak minta maaf. Sekarang kakak ini akan perkenalkan dirinya. Silakan, Nic!” Mbak Yuni mempersilakan cowok itu memperkenalkan dirinya.Cowok itu berdiri maju. Dia tersenyum manis. “Selamat sore! Nama saya Nicholas Lomanika. Kalian bisa panggil saya Nico saja.”“Jadi kalo panggil Monika boleh kagak?” potong seorang murid.Semua tertawa mendengar pertanyaan itu.Nico hanya tertawa kecil. “Monika adalah nama perempuan. Saya kuliah di universitas Jaya Baru. Salam kenal semua.” Dia mengakhiri perkenalan dirinya. “Ada pertanyaan?”Jaya Baru?! Itu, kan, universitas yang paling bagus dan paling mahal. Mmm... Dia kaya ato gak sih? Dari wajahnya, dia itu miskin. Emang bisa masuk ke Jaya Baru? tanya Hanny dalam hati dengan bingung.“Umur kakak?” tanya Elin.“Umur saya 18 tahun.” jawabnya sopan.“Kakak udah punya pacar?”“Ada. Emang kenapa?” tanya Nico balik dengan tertawa.“Kagak. Cuma nanya.”“Oke! Hari ini kita bebas aja, ya? Lagipula besok, kan, libur dan kakak akan beri kalian permainan yang lumayan seru,” seru Nico. ***
Dengan agak lemah, Hanny memasuki ruangan kursusnya. Didalam ruangan masih sepi. Cuma ada guru baru itu. Tidak ada satupun yang datang. Hanya ada guru itu dan Hanny didalam ruangan itu. Hanny menatap jam dinding yang tergantung didalam ruangan. Masih terlalu pagi. Dia menatap guru itu lemah. Akhir-akhir ini Hanny agak lemah dan malas kalau disuruh ke kursusnya. Sudah satu bulan guru pengganti Mbak Yuni itu mengajar ditempatnya. Dan sudah satu bulan juga Hanny malas datang untuk belajar. Dia begitu malas melihat guru barunya itu. Selalu menaruh perhatian padanya. Sempat Hanny berpikir kalau guru itu suka padanya. Dan lagi-lagi, Hanny mengatakan bahwa dia bukan levelnya meski guru itu lebih tua daripadanya.Hanny duduk tepat didepan guru itu. Dia tidak mau melihat wajah guru itu meski guru itu selalu menatapnya. Dikeluarkan alat-alat tulisnya.“Hanny, apa ada tugas atau ulangan dari sekolah?” tanya Nico sopan dan ditambah senyumannya yang khas.“Ada! Tolong ajarin!” jawab Hanny judes.Nico mendekati bangku Hanny. Dia segera duduk disampingnya. “Sini kakak bantu.”Hanny tampak kaget saat Nico duduk disampingnya. Dia tidak menyangka kalau Nico senekad itu. Rasa marah ingin memarahi Nico yang telah duduk disampingnya. Tetapi itu tidak jadi. Nico sudah baik untuk membantunya. Masa memarahinya.Nico dengan santai menjelaskannya. Hanny hanya mengangguk- angguk kepalanya saat Nico menanyakan mengerti atau tidak. Sesekali Hanny melirik Nico yang duduk disebelahnya. Wajah Nico tak jelek-jelek amet, tapi dia miskin, pikir Hanny tersenyum.Nico berhenti mengajarnya. Dia berhenti karena dia melihat Hanny melamun. “Hanny, apa kamu mendengar penjelasan kakak tadi?” tanyanya.“Ada. Dari tadi kok.” jawab Hanny kembali sadar.“Kakak dari tadi liat, kamu hanya bengong. Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?”“Ah, enggak kok, kak. Hanny gak pikirin sesuatu.” jawabnya dengan tertawa kecil. Dia berbohong. Gak mungkin, kan, kalau dia mengatakan bahwa sedang memikirkan pria itu.“Ya sudah. Kita lanjutin. Sepertinya anak-anak yang lain bakal telat.” ujar Nico melihat ke jam dinding yang tergantung didepan kelas. Setelah itu, dia menlanjutkan penerangannya pada Hanny.Rupanya Kak Nico baik juga, batin Hanny tersenyum lagi setelah melirik wajah Nico sebentar. ***
Biasanya setiap hari Minggu, Hanny selalu main kerumah Elin maupun Yoan. Biasanya, Elin dan Yoan main kerumahnya. Karena minggu ini adalah giliran Hanny mengunjungi Elin, dengan mobil BMW-nya, dia pergi kerumah Elin yang tidak jauh dari rumahnya. Hanya beberapa blok dari rumahnya yang super elite itu.Sekarang mereka sedang berada dikamar Elin yang luas. Ruangan yang sangat nyaman dengan satu kasur besar, AC, lemari, meja hias dan hiasan poster band-band rocker kesukaan Elin. Kamar tersebut juga berantakan Kadang-kadang Hanny menyuruh Elin untuk membereskannya, tapi Elin selalu protes pada Hanny. Ya, seperti hari ini. “Aduh... Hanny banny sweety. Lo, kan, bukan emak gue, jadi ngapain lo urusin gue. Suka-suka gue donk maunya gimana. Emak gue aja gak sewot,” protes Elin lagi.“Gue gak tahan liat kondisi kamar lo yang amburadul kayak gini. Gak nyaman liatnya. Dan gak nyaman untuk gue curhat...,” balas Hanny.“Ya kalo gak tahan gak usah liat. Tutup aja mata lo. Jadi gak kelihatan, kan? Udah jangan banyak comel. Curhat aja yang lo mau,” gerutu Elin.Hanny akhirnya menyerah dan tidak mau mengurusi kamar Elin yang seperti tong sampah itu. Dia duduk dipinggiran kasur Elin yang diikuti Elin dan Yoan.Yoan dari tadi duduk diam tanpa ikut debat dengan Elin dan Hanny. Dia sudah dengan pemandangan itu setiap hari. Tidak sekolah, jalanan, mobil maupun dirumah. Jadi sekarang dia hanya memasang telinganya baik-baik untuk mendengar curhatan Hanny yang hampir keluar dari mulut Hanny setiap bertemu mereka.Hanny mengdeham sebelum ia berbicara. Lalu ia berkata, “Gue mau curhat tentang hati gue,” ucapnya serius.“Hati? Kenapa? Lo disakitin Ardlan?” tanya Yoan sedikit khawatir.Hanny menggeleng. “Bukan itu. Hanya saja gue rasa gue jatuh cinta pada orang lain dan bukan lagi Ardlan.” Dia menghela nafas. “Lagipula kemarin pagi saat gue dan Ardlan ketemuaan di cafe, gue sudah putus ama dia.”Elin dan Yoan saling menatap dengan mulut agak terngakak. Lalu mereka berdua melihat ke Hanny yang sedang serius. “Apa?” seru Elin dan Yoan bersamaan.“Gue gak cocok lagi dengannya. Dia bukan tipe cowok yang gue pilih. Meski tipe cowok gue tajir dan ganteng, gue merasa dia hanya cowok yang memanfaatkan gue. Dia cowok matre dan dia pernah mengajak gue melakukan ‘begituan’.” “Rupanya lo baru nyadar kalo Ardlan itu penge...” Elin tidak melanjutkan perkataannya karena Yoan menyenggol lengannya untuk tidak berkata begitu pada Hanny yang sedang sedih.“Gue tahu kalau kalian pikir gue ini cewek yang bodoh yang mau saja terbuai laki-laki yang tajir dan ganteng saja tanpa melihat hatinya yang serius atau tidak dengan gue. Tapi kali ini tidak lagi. Mata gue terbuka.” kata Hanny sedih karena bukan hanya putus gara-gara Ardlan cowok matre dan pernah mengajaknya untuk ‘begituan’, tetapi Ardlan sudah menyakitinya dengan selingkuh dengan cewek lain. Padalah dia sangat mencintainya.Mendengar Hanny berkata begitu, hati Elin dan Yoan tersentuh. Keduanya memeluk Hanny dengan erat.“Kami tidak berpikir begitu tentang diri lo seperti itu. Hanya saja sifat lu kadang-kadang menyebalkan saat melihat cowok yang miskin dan tidak ganteng,” hibur Elin.“Sudahlah. Lupakan Ardlan. Sekarang dia hanyalah masa lalu lo. Dan lo harus melihat masa depan lo.” Yoan juga mencoba menhibur Hanny.Hanny memejamkan matanya. Dia begitu bahagia. Bahagia karena masih ada orang terdekat yang peduli terhadapnya. Semenjak mamanya dan papanya bercerai, dia semakin kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Ia yang tinggal dengan mamanya, semakin lama ia tidak berhubungan dengannya karena mamanya sibuk mengurusi perusahaan. Kadang-kadang ia juga berpikir tidak ada gunanya dia hidup didunia ini. Tapi dia punya kakak perempuan dan temannya yang selalu mendukungnya.“Thanks. Gue jadi terharu.” kata Hanny yang sudah mengeluarkan air mata.Elin dan Yoan melepaskan pelukan mereka. Dilihatnya temannya sudah menangis. “Udah. Cup cup cup. Jangan nangis donk! Lo kok jadi cengeng begitu sih?” Elin menyodorkan selembat tisu pada Hanny dan dia pun mengelap air matanya yang hampir membanjiri wajahnya.“Oya, kita lanjutin curhatannya, ya? Katanya lo jatuh cinta ama orang lain, tapi ama siapa?” tanya Yoan penasaran.“Dia...mmm...” Hanny ragu-ragu menjawab pertanyaan Yoan. Dia masih tidak percaya bahwa dia akan jatuh cinta atas kebaikannya.“Siapa” tanya Yoan lagi tidak sabar.“Dia...dia guru kita. Kak Nico.” jawab Hanny ragu-ragu.Elin dan Yoan kembali terngakak mendengar pengakuan Hanny. Ruapanya yang membuat Hanny berubah memandang cowok adalah Nico, guru mereka. “Gue gak salah, kan, jatuh cinta ama Kak Nico?” Elin mendekatkan dirinya ke Hanny. Dipegang kening Hanny. Gak panas. “Lo gak sakit, kan?”Hanny menggeleng.“ Bukannya lo pernah bilang kalau Kak Nico itu bukan level lo. Dan hanya Ardlan saja yang selevel ama lo. Sekarang lo malah jatuh cinta ama dia. Apa gak salah. Kesambet setan apa sampai lu ngeliat cowok ampe begitu?” ujar Elin tak percaya.“Mulai sekarang gue udah berubah. Gue enggak mandang cowok dari luar, tapi dalam hati juga. Mau dia jelek, miskin, tapi gue hanya liat hatinya yang baik.” kata Hanny yakin.“Tapi, kan, dia udah punya pacar, Han.” ujar Yoan.“Tapi juga gue harus nyatain perasaan gue. Gue paling gak bisa memendam perasaan gue pada cowok. Mungkin saat gue nyatain pada dia, dia bisa suka ama gue dan putus ama pacarnya. Gue juga liat kalau dia suka merhatiin gue.”“Lo kege-eran kale. Dia bukan perhatiin lu tapi nilai lu yang jeblok habis-habisan.” kata Elin.“Yang penting gue harus nyatain perasaan cinta gue mesti selalu cowok yang duluan nyatainnya pada gue. Gue enggak mau perasaan ini tidak terbalas!” *** Hanny mondar-mandir didalam kamarnya sambil memengang hapenya. Dia tidak tahu apa yang dia perbuat setelah mendapatkan nomor Nico. Dia mendapatkannya dari Yoan yang mencari informasi ditempat lesnya. Tentu saja dengan nama samaran agar tidak ada salah paham. Ia sedang berpikir apa sebaiknya dia mengajak Nico ketemuan. Tapi dia tidak mempunyai keberanian untuk itu.Tiba-tiba ketokan pintu kamar Hanny terdengar keras. Suara itu membuat lamunan Hanny lari sehingga hape yang dipegangnya hampir terjatuh. Bersyukur ia cepat sadar dan menangkap hapenya, kalau tidak dia bakal tidak dibeliin hape oleh mamanya lagi. Dia mengelus-elus dadanya.“Siapa sih ketuk pintu keras-keras?!” gerutunya berjalan mendekati pintu kamar. Dibukanya pintu kamar. Bi Lola-pembantunya- berdiri diluar.“Non, mama bilang kalau besok jangan pulang kemaleman. Soalnya ada acara makan malem dirumah. Kakak Non pulang dari Yogya besok. Jadi mama suruh Non untuk siap-siap besok. Jangan keluyuran lagi.” ujar Bi Lola langsung tanpa basa-basi.Hanny menghela napas panjang. Dia kecewa pada mamanya. Kenapa harus selalu menyampaikan pesan melalui perantara bukan dirinya sendiri. Itu membuat dia dan mamanya makin kurang berkomunikasi. “Gue ada les besok.”“Mama bilang, lesnya ditunda dulu. Soalnya Kakak Non mau kenalin calon suaminya.” kata Bi Lola lagi.Hah! Calon suami??? Sejak kapan kakak pacaran??? Kok gak pernah bilang-bilang sih, kata Hanny dalam hati, masih terkejut mendengar perkataan Bi Lola.“Gimana Mbak?” tanya Bi Lola menatap Hanny.Tanpa menjawab pertanyaan Bi Lola, ia langsung membanting pintu kamarnya tertutup dengan keras. Dia masih tidak percaya bahwa kakaknya bentar lagi akan nikah. Setelak kematian Rangga-pacar kakaknya-, kakaknya tidak pernah pacaran. Dan kini tanpa kabar sama sekali pada Hanny, dia sudah mempunyai calon suami.Dengan terpaksa, dia harus membatal ajakannya terhadap Nico. Tetapi masih ada hari esok. Jadi, dia akan memberanikan diri untuk mengajak Nico jalan-karena selama ini, dia tidak pernah mengajak pria manapun sebelum pria yang menyukainya mengajaknya. Dia harus menyatakan perasaannya pada Nico sebelum terlambat. *** Dengan gaun yang dibelinya minggu lalu bersama Elin dan Yoan, Hanny sudah siap untuk menyambut kepulangan Olinka-kakaknya- dari Yogyakarta. Gaun putih dengan banyak manik-manik yang membuat Hanny terlihat seperti pengantin sungguhan. Rambutnya diurai sampai punggungnya. Wajahnya sudah dilengkapi alat make up-nya. Dia makin terlihat cantik.Beberapa saat kemudian, ia pun keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah. Dilantai bawah, ia melihat mamanya pun sudah siap. Makanan terletak rapi di ruang makan. Suasana ruang tamu menjada lebih nyaman karena gorden dan bunga-bunga plastik sudah ditukar dengan yang baru. Hanny terus berjalan keluar rumah tanpa memperdulikan mamanya yang tadi melihatnya dan memanggilnya. Dia masih kesal dengan kejadian kemarin. Mamanya sudah tidak perduli padanya jadi dia juga begitu. Dia terus berjalan ke teras rumahnya yang luas.Tidak beberapa saat Hanny keluar dari rumah, sebuah mobil mewah masuk ke garasi rumah Hanny yang luas juga. Hanny tersenyum dan mendekati mobil itu. Pintu mobil terbuka. Dilihatnya seorang wanita keluar dari dalam. Tentu saja Hanny mengenalnya. Dia adalah Olinka, kakanya yang baru menyelesaikan kuliahnya di Yogyakarta. Hanny langsung memeluknya.“Hanny! Kamu makin cantik aja. Kakak merindukanmu.” ujar Olinka senang.“Aku juga.” Hanny melepaskan pelukannya lalu menatap Olinka. “Kakak kok gak bilang kalo kakak udah punya calon suami sih?”“Sorry! Kakak mau bikin suprise buat kamu.” jawab Olinka mencubit pipi adiknya yang tembem. “Jadi calon suami kakak mana?” “Tunggu, ya? Nic, ayo keluar! Jangan didalem terus!” Olinka berbisik pada Hanny, “Katanya calon istri kakak kenal kamu lho!” Hanny tersenyum. Dia masih penasaran siapa yang bisa menaklukan hati Olinka sehingga kakaknya bisa menggantikan Rangga dihatinya. Bukan hanya itu, dia juga penasaran mengapa calon suami kakaknya bisa mengenalinya. Padahal selama setahun ini, kakaknya tidak memberitahukannya dan juga tidak mengenalkan calon suaminya bagaimana calon suami Olinka bisa mengenalinya.Seorang pria yang kira-kira berusia sama dengan Olinka keluar dari dalam taksi. Dia mendekati Hanny dan Olinka. Olinka tersenyum manis pada pria itu. Hanny tidak begitu. Senyumannya memudar. Dia malah terngakak melihat pria itu. Dan pertanyaan-pertanyaannya pun sudah terjawab semua. Jantung berdebar-debar melihat pria itu.Hanny menelan ludah kering. “Kak Nico?” 77***77

Read More..
 
Cerpen Cinta - Yang Terdalam

YANG TERDALAM Pagi-pagi di pinggir jalan raya… “Youki….!!!apakabar ,?”seru Marvel,heeei....panggil Marvel yang kedua kali.Youki yang masih kaget dengan panggilan marvel tadi masih terpaku dengan posisi mlongo.... “Eh,iya vel...maaf aku masih kaget aja kamu mau menyapa aku” kata Youki sambil gagap. Udah 3 bulan aku gak ketemu dengan Marvel,gilaaa...... tambah cakep aja ni anak ( ucapku dalam hati)Kemana aja kamu vel,3 bulan gak nongol-nongol, kataku sambil menyembunyikan wajah maluku,“ooh..itu..aku....aku...aku...”Aku kenapa,? Youki memotong ucapan Marvel, “kamu sakit ya?” kalo sakit buruan ke dokter sana....”idiih...siapa juga yang sakit,belum juga selesai aku ngomongnya,makanya orang lagi ngomong itu di dengerin dulu, jagan asal potong aja...emang es potong” jawab marvel mayun, ”iya........deeh,trus mau ngomong apa tadi,?” sela Youki...”Tuh kan jadi lupa mau ngomong apa,gara-gara kamu juga,”(sambil menggaruk-garuk kepala yang enggak gatal) ”oiya..Ki lama gak ketemu kamu kok tetep ya,” ”tetep ingusan......!!!!!” lanjut Marvel,sambil tertawa lari.... ”haaaah????!!!!!!dasar Marveeeeelllllllllllllllllllllllllllllll!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!Aku udah lama banget gak ketemu sama marvel,kemudian kami memutuskan untuk pulang bareng...kebetulan jalan rumah kami searah. Ketika asyik bercanda dijalan, aku dan Marvel ketemu sama Ryo.(Aduuuuuhhhh....mati aku.....kenapa juga ketemu anak ini) ucapku dalam hati. Karena jalan yang aku lewati bersimpangan dengan jalan yang Ryo lewati, dengan cepat Ryo menoleh kearah kami....dan...”ssssrrrreeeettttttttttttttthhhhhdeeedddddd......................” Genk Moge yang dikendarai Ryo berhenti tepat dipertigaan jalan rumahku,yang pastinya aku lewati dengan Marvel nantinya. Setibanya di pertigaan itu, Ryo langsung menghampiri Marvel dan membicarakan sesuatu seolah-olah mereka pernah saling kenal. Dan aku tetap berdiri menunggu marvel menghampiriku, aku takut nanti jika aku ikut menghampiri Ryo, akan terjadi salah paham dan keributan. Ryo mantan pacarku, yaaahhh bisa di bilang aku menerima dia karena cintaku bertepuk sebelah tangan pada sesorang saat SMA, lalu aku mencoba melupakan dan membuat lembaran baru( tapi bukan berarti aku tak sayang dia)aku putus dengan dia karena aku udah gak tahan degan kehidupannya, nge-drug,mabuk, balap motor.......daaaaaaan banyak lagi deh, aku sebenarnya udah berusaha menasehati dia, tapi apa hasilnya? Aku malah ditampar dan di kasih minuman haram itu. Akhirnya aku memilih jalan putus,awalnya Ryo menolak tawaranku itu, Ryo tak mau putus dengan ku, tapi entah karena angin apa Ryo menyetujui tawaranku itu. Setelah dijalan, aku dan Marvel mengingat masa-masa saat kami masih sekolah di SMA dulu, betapa culun dan bodohnya kami...(bahkan sampai pada detik ini aku masih menyimpan perasaan itu) Di tengah perjalanan kami menemukan taman yang indah banget,akhirnya kami memutuskan untuk duduk sejenak sambil bercerita,maklum.....lama banget gak ketemu. ”You....” (panggilan akrab ku dengan marvel) ”Yaaa....” Aku mau bercerita padamu, tapi kamu harus janji gak akan bilang pada siapa-siapa bahkan Ryo sekalipun, Jarang sekali Marvel berbicara seserius ini padaku, apalagi membawa nama Ryo. Aku merasa ada yang aneh pada Marvel, tapi aaahh.... mungkin Cuma pikiranku saja. ”iya.....apa sih vel,?” kataku lembut Sejak dulu aku jatuh hati sama seorang perempuan, tapi sahabatku juga sangat mencintainya, dan sekarang perasaan itu masih utuh, bahkan sahabatku juga, aku bingung dengan perasaan yang tak pernah aku ungkapkan ini, aku tau banyak banget yang tidak setuju jika aku menyayangi dia, tapi apakah aku salah you?? ”heemmmm...tidak,” Nah....lalu apa yang harus aku lakukan?aku tau aku salah waktu, tapi aku ingin mengungkapkan ini kepadanya, tolonglah aku... ”Dia tau gak kalau kamu menyayangi dia,? Tanya ku ”Tidak..dan aku tak tau apa dia juga sayang sama aku” jawabnya singkat.. ”Lalu..apalagi yang kamu permasalahkan,kamu tinggal mengungkapkan padanya, beres” jawabku dengan nada kesal ”looh..kok kamu jadi jutek gitu sih” saut marvel ”suatu saat aku akan mengerti yang terdalam di hatinya” lanjunya ”Dia juga tidak tau sahabatku juga menyayanginya, bahkan lebih dari aku, Dia bingung apa yang harus dia lakukan, sama seperti aku yang bingung apa yang harus aku perbuat, aku Cuma takut aku tidak bisa mengungkapkan perasaan ku ini” Aku mulai bingung dengan cerita dan kisah yang marvel alami, aku merasa kasihan pada marvel, tapi disisi lain aku juga tidak bisa membohongi perasaanku sendiri bahwa aku juga sayang padanya. Aaaaahhhhh........aku harus melupakan cinta bertepuk sebelah tangan ini, mana mungkin marvel suka padaku yang ingusan ini. ”ya sudahlah...sudah sore,besok kita lanjutkan” potong marvel dalam pembicaraan kami Aku dan marvel berjalan menuju arah rumah kami masing-masing, saat itu hujan gerimis, dan aku tidak membawa payung, akhirnya aku pulang dengan basah kuyup deh. Sehabis mandi, aku masih memikirkan cerita dari marvel tadi, dan aku masih bertanya-tanya siapa perempuan itu. Pukul 9 malam aku tak bisa tidur,Aduuuh...dalam pikiranku semakin runyam dan membingungkan. Tanpa disadari akupun terbaring diatas ranjang tidurku dan membuka diary ku,lalu menuliskan sesuatu.... Dear diary... Layakkah cinta hidup semu seperti hantu..Yang melayang tanpa arah dan kedinginan...Pikiranku adalah seribu persimpangan dalam sekotak korek api,Apakah aku anomali?Aku ingin menjejak tanah..Tanpa mengambang membuatku lelah.. Tanpa terasa aku tertidur dan terlelap dalam mimpi. Esok harinya.... Ting....tung... Seorang lelaki berdiri tegap di depan pintu rumahku, aku masih bingung dengan siapa aku bertatap. Lalu aku mulai memutar otakku,dan akhirnya aku ingat... ” Andreeeeee...!!!!!!!!!!!!!!!!1” aku langsung memeluk dan berteriak, temanku semasa SMA” ”Lama juga kau tak pulang bung,?” kataku dengan nada orang batak ” Andre hanya tersipu malu dan merunduk,” Aku mempersilahkan andre masuk dan mencicipi hasil masakanku yang pertama ini. (maksutku andre orang pertama yang memakannya) “Tumben, ada apa ndre? “Kataku sambil seperti orang yang tak percaya“aku hanya ingin menyesesaikan tugasku,setelah itu aku harus pergi” Aduuuhhh...mentang-mentang jadi bos,ledekku pada andre.“Kamu bisa aja ri,”sahut andre ”hheeemmm...aku tergesa gesa ni, aku harap kamu besok bisa datang jam 7 malam di tempat biasanya kita kumpul dulu ya, ada yang ingin membayar hutang katanya” bisik andre genit padakuLoooh...kenapa tergesa-gesa, hutang apa juga? Aku tidak merasa ada yang hutang padaku. Dalam benakku aku benar-benar berpikir, aku tidak pernah memberi hutang pada siapapun akhir-akhir ini, tapi....udahlahh...mungkin aku yang lupa. ”oke deh, aku pasti datang ” Jam menunjukkan pukul 6 sore, aku udah siap dengan segala kebingunganku tentang hutang tadi, aku langsung saja berjalan menuju alamat yang Andre berikan padaku (sebenarnya bukan alamat rumah sih, itu adalah sebuah taman kecil yang dulu sering kali kami datangi)Dalam perjalanan aku sempat melamunkan hal-hal yang konyol, tentang apakah mungkin aku bisa bersanding dengan Marvel, tentang kekonyolan Andre,huuuuuuuffffhhhh..... Sampai ditaman aku tak menemukan apapun disana...aku mencoba berteriak Andre....!!!!!!!! tak seorangpun menjawabnya.. Aku merasa jenuh dan bosen banget dengan situasi ini, lalu akhirnya ketika aku ingin melangkahkan kakiku ada sesosok pria tegap yang berdiri di belakangku, dan ketika aku menoleh kebelakang dia tepat menatapku... Yaaaa....dia Andre.. Kemudian Andre memelukku(aku merasa asing aja dalam posisi yang seperti ini) dan dia menggumamkan kata-kata yang aku sendiri juga bingung dalam mengartikannya, ”gues mê amore tu à” Entah apakah aku yang bodoh atau aku yang memang bingung dengan keadaan. Aku sempat terdiam beberapa menit dan tetap merasakan dekapan dari orang yang sejujurnya bukan dia yang aku rindukan untuk memelukku, saat itu juga hujan ditaman turun dengan deras... Tiba-tiba aku merasakan kedinginan dan angin yang sebenarnya tak ku izinkan untuk menyentuh kulitkupun mulai menikmati bekunya kulitku,sama seperti bekunya hatiku yang bingung. Entah kekuatan atau perintah dari mana yang menyuruhku untuk melepaskan dekapan dari Andre, tiba-tiba tanpa aku sangka dan duga datang dua orang yang sepertinya aku kenal gelagatnya,ya mereka Ryo dan Marvel.... Sumpah aku kaget dan gak tau harus berbuat apa, awalnya aku hanya merasa Ryo aja yang ada urusan denganku, tapi ada apa dengan marvel?lalu ada apa dengan Andre? Ada apa mereka ini? Ini pikkiranku sesak banget dengan prasangka yang menduga-duga, sebenarnya aku ingin memulai untuk bertanya, tapi...aaaahhhhhh masak aku sih yang memulai. Kemudian aku juga terpaksa mengikuti jejak mereka, diam. Aku sendiri juga gak tau siapa yang menyuruh atau bahkan memerintah, tiba-tiba Marvel membuka mulutnya dan berkata, ” Siapa yang dulu,?” Serentak semua makhluk yang ada disana menoleh kearah marvel, bagaimana tidak, suasana disana sepi banget, sunyi...dan hanya suara sisa tetesan air hujan yang malu-malu akan turun. Kemudian marvel melanjutkan omongannya...”Siapa yang dulu, aku, kau, atau kau,?” Serentak Andre dan Ryo menatap Marvel, mereka mamandang dengan pandangan paham dengan apa yang Marvel katakan tadi. Nahhhh.....hanya aku yang tak paham dengan semua ini, hanya aku yang bingung dengan keadaan ini, aku hanya berfikir jika mereka mempunyai masalah kenapa harus bawa-bawa aku,? Ataukah aku mempunyai salah,? Aduuuhhhh....kenapa sih aku seperti ini, lemot banget deh...(kesadaran hatiku) Ryo membuka pembicaraan ” sebenarnya aku masih sayang sama kamu, tapi aku mulai menyadari kekuranganku, dan itu tidak cocok dengan karaktermu Ki, tapi aku akan mencoba merubah semuanya demi aku sendiri dan kamu,”(aku masih terpaku dengan diamku)lalu apa fungsi marvel disisni? Pertanyaan itu masih melekat dipikiranku. Aku tau apa yang akan dikatakan Andre padaku, dan aku berharap pikiranku ini salah. ” ki, aku tau ini sama sekali gak kamu duga, tapi aku juga gak tau kenapa ini bisa terjadi, aku sayang banget sama kamu, mungkin aku tak tau diri yaa...? tapi yaa apalahhh...terserah gimana anggapan mu padaku, tapi memang ini kenyataanya” kata Andre lembut. (baru kai ini aku dihadapkan dengan 3 laki-laki yang notabene aku kenal deket dan baik banget sama aku,uuuuuuuccchhhhhh......aku tak tau apa yang harus aku lakukan) Aku benar-benar bingung mau ngomong apa, secara aku sayang banget sama marvel sejak dulu, tapi kenapa malah dia yang mundur,dan tak ada rasa,? Apa yang harus aku lakukan?(sambil gigit kuku jariku yang sebenarnya baru aku potong tadi pagi) tanpa terasa jam menunjukkan pukul 10 malam, aku segera mencari alasan untuk pulang, karena udah larut malam, dan aku berjanji pada mereka akan membahas masalah ini besok. Keesokan harinya....Masih ditempat yang sama, Cuma kali ini agak sore yaitu jam 4. Posisi tetap sama, ada aku, marvel, andre, dan ryo..Sepertinya mereka menunggu jawabanku, tapi aku sendiri juga bingung dengan perasaan ku, aku sayang banget sama marvel, tapi apa mungkin aku juga mengungkapkan kalau aku juga sayang padanya?apa aku harus menguburnya dalam seperti di SMA dulu?mereka ternyata sahabat lama saat SMA, aaaduhhhh jangan ahhh...lalu tiba-tiba tanpa berbicara apa-apa marvel beranjak pergi dari konverensi taman, mataku langsung berlari mengejar pandangan itu dan memanggil ”maarveelll tunggu....!!!!” entah dorongan darimana yang menyuruhku memanggil marvel, ”aku tak tau harus memulai dari mana, entah dari awal atau dari belakang, yang jelas aku bingung harus gimana lagi,eee.....eeemmmm....mmmmmmmm....marvel, aaa....aaakuuuu...saaa...yang kamu, I LOVE YOU Marvel,” kataku lalu aku langsung menundukSejenak semua terdiam, aku merasa aneh juga...lalu aku berusaha menongak keatas, aku melihat pemandangan yang tak mengenakkan (menurutku). Semua tertawa terbahak dan hanya Marvel yang tersenyun genit padaku, dan disana Andre dan Ryo bilang ” akhirnya kau mengerti yang terdalam vel, saat ini yang kau tunggu sejak SMA kan,?” Marvel memelukku sambil tersenyum,dan hanya mengatakan”I LOVE YOU TOO” ***

Read More..