Cerpen Cinta - Senangnya

Senangnya, setelah lama aku gak bisa merasa berdebar-debar sore itu lain. Padahal aku ya biasa aja lho. Setelah sebulan kami kenal, akhirnya dia menemuiku. Aneh, rasa ini benar-benar aneh. Karena aku dan dia hanya tersenyum dan tersenyum. Untung waktu itu gelap. Dia tidak melihat keringat dinginku dan tidak merasakan suaraku yang bergetar bukan karena dingin, karena saat itu musim panas…T-T
Suaraku bergetar karena aku gemetar. Aku sedikit lupa bagaimana kami mengawali pembicaraan. Tapi yang jelas, beberapa menit setelah berbicara dengannya, aku bahkan lupa kalau saat itu baru kali pertama bertemu…J

Pertemuan kedua aku dan dia makan malem bareng. Di tempat yang sama aku makan dengan seseorang, tapi suasananya jauh berbeda, seperti 11-17. Tapi anehnya, debaran yang kadang muncul itu mengingatkan aku pada debaran yang muncul beberapa waktu yang lalu. Sama persis, hanya berbeda pada suasana. Semakin malam, semakin hilang, semakin jauh dari debaran yang tadinya sama. Tertawa, bercanda, hingga lupa aku akan luka yang seharusnya ada. Kebaikan yang ada di depanku, persahabatan yang menyapaku lewat dia, indah, tentram. Persahabatan? Entah apa itu bisa kusebut. Dia datang ketika seseorang yang berjanji tidak akan melakukan pembunuhan ternyata justru menambah korbannya, hingga matilah rasa itu, mati, terkubur dan dioakan olehku sendiri.

Dan begitulah, setiap hari aku selalu menunggu datangnya malam, malam yang selalu membuatku tenang, karena di akan selalu datang dan menemani aku. Saat itu aku merasa tidak ada pengaruhnya, lelaki yang melewati banyak masa denganku ternyata pergi ke kota sebelah untuk menemui kekasih yang membuatnya mabuk. Makan kekasihmu itu! Dengan sedikit sambal tomat, biar terasa pedas! Aku lupa akan lelaki itu, lelaki yang selalu merindukan kekasihnya, aku merasa aku sudah punya kekasih baru, sahabat baru. Senangnya, jika melewati masa gelap dengannya, sahabat baruku.

Sahabat yang indah, hingga aku lupa caranya bersedihJJJJ empat kali aku tertawa ketika sekali saja dia melemparkan senyum…aku merasa menjadi seseorang yang berharga untuknya, itu membuatku memberikan rasa tulusku untuknya. Saat itu aku menyadari, sahabat adalah dia. Dia bahkan menerimaku apa adanya aku.

Dia mengajakku ke taman, ada banyak warna indah di taman itu, tapi yang paling indah tetap senyum sosok di depanku yang menyodoriku sebotol air mineral ketika melihat peluhku yang datang karena rasa haus dari dalam tenggorokanku. Segar…rrrr, aku tidak pernah menikmati air putih sesegar itu, air putih dari sahabatku. Ketulusannya bahkan membuatku ingin menitikkan air mata.

Aku ingat, ketika itu, aku ingin menangis sampai pingsan, karena melihat lelaki itu mengganti warna kekasihnya(atau mungkin kekasihnya sudah ganti), sahabatku dating dan mengajakku pergi, ke tepi pantai, ke atas gunung, ke tengah kota…hingga aku tertawa. Aku lupa pada lelaki yang mengganti warna kekasihnya itu. Aku merasa lebih dari cukup telah mempunyai sahabat baru, hingga namanya aku pastikan akan aku ingat sepanjang hidupku…hingga senyumnya akan aku patenkan sebagai senyum seorang sahabat. Benarkah hanya sahabat? Entahlah, kegembiraan, rasa suka yang terbingkai membuatku enggan melepaskan sahabatku hingga jadi kekasihku, aku takut melukai sahabatku seperti yang dilakukan lelaki yang mengganti warna kekasihnya itu padaku.

Hingga tiba saatnya nanti, akan aku tunjukkan jawaban yang dia minta, di tahun yang baru dengan senyum dan tawa yang baru. Hingga setiap hari, setiap pagi bahakan aku bisa bersamanya, dan setiap malam menemaniku bercerita pada layar yang berkedip-kedip.

 
You can follow any responses to this entry through the Contac Us. You can leave a response.