Cerpen Bukan Dreams Come True

Oleh : Wittz

“Hwaa!!“

“Aahh…!!!“ teriakku.

“Ha…ha… mang enak gue kerjain! Aduh kacian Chita The Chicken jadi ketakutan,“ tawa cempreng milik Coky membuatku geram setengah hidup.

“Brengsek lo! Ini tuh tempat keramat tau gak! Awas lo kalo sampe nakut-nakutin gue lagi!“ ujarku ketus. Coky masih tertawa ngakak.

Bangunan peninggalan Belanda ini memang terlihat klasik sekaligus angker. Dan jeleknya aku dan si usil Coky yang mengadakan observasi di sini. Sebenernya kami berdua ditemani Pak Sukri sebagai pemandu. Tapi tetap saja aku kesal sama anak-anak. Masa gara-gara aku tertinggal satu bab pelajaran sejarah lantas aku harus bergabung dengan Coky si Jail dari Rawa Belong. Anak-anak yang lain sendiri asyik mengadakan observasi di lingkungan sekitar bangunan tua ini. Yahh … nasib!!!

“Lo tuh ngapain lagi, sarang laba-laba aja pake dipotret segala,“ celetukku saat melihat Coky asyik menjeprat-jepret sarang laba- laba dengan kamera digitalnya.

“Yach.. mungkin aja laba-laba ini nanti bakalan gigit gue. Trus gue termutasi dan jadi dech Coky The Spiderman!“ Duhh… Corky, imajinasi lo tuh tinggi bener sih.

Aku masih memeriksa ruang rapat para petinggi Belanda abad 18 di bangunan tua ini. Ck..ck.. hebat semua benda yang berada di sini masih terlihat kokoh dan utuh. Cermin? Kulihat sebuah cermin antik di sebelah rak buku. Cermin yang cantik, bingkainya terbuat dari campuran emas dan perunggu. Kutatap wajah orientalku di cermin. Namun kulihat juga seorang laki-laki dengan wajah menyeramkan. Laki-laki itu…berada tepat di belakangku? Aku lantas berbalik, tak ada orang? Aneh padahal jelas-jelas tadi di cermin aku melihat laki-laki itu. Kubalikkan tubuhku kembali.

“Bbaa!!!“

“Hah…! Coky!!! Lo jangan jadi setan di antara setan gini deh!!! Brengsek banget sih loe jadi manusia!“ umpatku.

“Yee…gue kan mau ngasih lihat topeng sama jubah yang gue temuin di di ruang kesenian. Dasar loenya aja yang chicken. Yee.. ye..ye Chita The Chicken!!!“ ledek Coky.

“Gue bukan chicken !!!“ teriakku.

Corky malah makin tertawa cekikikkan. Sumpah, Corky tuh jahat banget sih! Lihat saja nanti pembalasan tanpa akhir dariku !

Matahari perlahan-lahan tenggelam, langit pun mulai gelap. Aku, Coky dan Pak Sukri masih berjalan-jalan di koridor. Yach, tampaknya PLN enggan memfasilitaskan listriknya ke bangunan tua ini.

“Wahh gelap bener, Pak Sukri,“ eluh Coky. Ternyata anak itu bisa mengeluh juga.

“Listriknya cuma kuat buat lampu bagian depan gedung doang, Mas. Yahh sekalian buat penerangan jalan,“ jawab Pak Sukri.

“Emangnya pemerintah gak mau ngurusin, Pak? Gedung ini kan termasuk peninggalan sejarah!?“ protesku demi mendengar jawaban Pak Sukri.

“Katanya dulu sih emang mau direnovasi, Mbak. Terus mau dijadikan museum. Tapi rencana itu gagal gara-gara gosip kalo di gedung ini ada ‘penghuni‘ nya. Jadinya ya..kayak gini aja udah,“ jawab Pak Sukri.

“Sebentar ya, Bapak mau ke depan. Mau menyalakan genset dulu. Kan gak enak gelap-gelapan gini, kalian di sini saja ya,“ ujar Pak Sukri.

“Tenang, Pak. Kami gak akan lari ke mana-mana. Kalo Cuma berdua begini saya malah lebih leluasa bisa godain Chita. He…he…he…“ sahut Coky. Gak akan lari ke mana-mana? Yakin loe, Cok?

“Apa loe! Awas loe kalo berani kurang ajar sama gue!!! “ ancamku.

Tapi sepertinya ancamanku tidak mempan. Buktinya Corky malah sibuk melihat-lihat topeng yang dipakai untuk menakut-nakutiku tadi. Untuk beberapa saat dia tidak mempedulikanku. Dia sekarang sedang asyik memotret obyek-obyek yang ada di ruangan ini. Bego banget sih itu anak, jeprat-jepret di ruangan yang cahayanya remang-remang kayak begini. Sok fotografer banget lagi gayanya.

Gubrakk…duggh… aku terjatuh. Uhh…sakitnya..mana gelap bener lagi. Omong-omong si Coky di mana ya? Aku berusaha melihat di kegelapan. Jadi serasa Dark Angel begini.

“Chit… Chit? Chita…loe kenapa Chit?“ panggil Coky. Duhh…kacian si jail Coky jadi sendirian.

“Chita…loe di mana? C’mon, loe mau ngerjain gue? Basi banget loe! April Mop udah lewat! Chita keluar dunk…“ Coky terus memanggilku.

Dari nada suaranya, kayaknya sich Coky rada takut. Kasihan deh loe Cok ! Loe kira ngerjain orang cuma tanggal 1 April doang ? Gak ada salahnya kan kalo gue memberi loe ‘pelajaran’ di malam Jum’at Kliwon! Angin bertiup semilir, membuat hatiku tenang. Tapi, kayaknya malah membuat bulu roma Coky berdiri. Dan kayaknya Coky memang sedang ketakutan. Huh! Biar rasa, siapa suruh ngisengin gue!!!

“ Chita! It’s not fun. Ya..ya gue tau loe pasti marah karena soal tadi. Oke gue minta maaf sekarang loe keluar dech!? “

Namun, yang didengar Coky malah suara-suara aneh dari lantai paling atas. Suara itu sangat jelas terdengar, seperti suara perdebatan seseorang. Mungkin mereka ’penghuni‘ bangunan tua ini. Tak apalah, toh tidak merusak semua rencanaku. Coky kembali dikagetkan dengan bunyi jejak langkah seseorang langkah-langkah yang terseret. Kulihat sesosok bayangan manusia, wajahnya yang rusak penuh noda darah. Kain kafan yang menutupi tubuhnya sudah tidak utuh lagi. Aku bergidik ngeri, bagaimana dengan Coky ya?

Coky mengarahkan senternya ke arah datangnya suara. Tubuhnya lemas saat melihat apa yang ada di depannya. Ia menutup matanya persis seperti anak kecil lagi main petak-umpet. Mulutnya komat-kamit dan tak lama kemudian ia membuka matanya. Hilang? Makhluk itu sudah tidak lagi berada di depannya. Apakah doanya manjur? Kayaknya sih gak juga, tak lama setelah itu. Sebuah bayangan putih melesat tepat beberapa meter di atasnya.

“Chita! Ini pasti lelucon yang loe buat! Oke Chit, gue kalah. I’m lose! Ayolah Chit, kita ke sini kan buat ngerjain tugas dari Bu Elda. Bukan main petak umpet kayak gini!“ teriak Coky.

Braakkk…Tampaknya seluruh daun pintu yang ada di gedung ini terbanting keras. Tapi oleh siapa? Dan Coky kayaknya makin ketakutan saat kakinya menyentuh sesuatu. Dengan takut-takut Coky melihat apa yang menyentuh kakinya. Sesosok pria tua berpakaian ala pejabat Belanda abad 18, tergeletak tak berdaya. Dari tubuhnya tercium bau busuk yang menyengat. Matanya nanar menatap Coky penuh benci.

Tanpa banyak bicara Coky berusaha lari keluar dari gedung itu. Tampaknya kegaduhan Coky membuat kaget puluhan kelelawar yang bersemayam di gedung ini. Coky pun makin ketakutan Duggh… tubuhnya menabrak seseorang yang ternyata Pak Sukri.

“Pak Sukri, tolong, Pak. Di lantai atas banyak….Pak Sukri, muka Bapak kenapa?“ tanya Coky.

“He…he..Gak apa-apa kok. Cuma terlindas truk kontainer setahun yang lalu. Kebetulan makam Bapak gak jauh dari sini, jadi Bapak tetap bisa bekerja menjaga gedung ini,“ jawab Pak Sukri dengan senyum menyeringai.

Coky mundur beberapa langkah mungkin ia berharap semua ini hanya mimpi.

“Hwaa….!!!”

 
You can follow any responses to this entry through the Contac Us. You can leave a response.