Romantic Everywhere

Oleh : Diah Kalsitorini

"Lo nggak mungkin jadian sama Putra! Nggak matching! Lo baru kenalan sebentar!” kata David berapi-api pada Dinar. Dinar bengong.
”Nggak mungkin? Apa yang nggak mungkin? Di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin, Da! Pohon semangka aja berdaun sirih…” kata David.
”Yee, itu mah lagu! Maksud gue, lo sama Putra jauh banget karakternya. Nggak bakalan nyambung!” kata David lagi.
”Masak sih?”
”Iya. Gini nih. Lo cuek abis. Sementara Putra orangnya tertata dan serba jelas. Lo tomboy abis, Putra lembut. Lo orangnya to the point, sementara Putra romantis abis!” ujar David semangat.
Dinar menatap David.
“Tunggu…. Gue curiga…”
“Curiga apaan sih? Dikasih tahu malah nyurigain gue…”
“Kok lo bisa tahu banget karakter si Putra luar dalam sih? Lo pernah jadian sama dia ya?” tanya Dinar.
”Ampun deh. Emangnya jeruk makan jeruk? Lo jangan becanda deh. Putra itu sahabat gue sejak SD. Jadi gue paham, betul karakter dia. Nah, kalau pacaran cuman sebentar trus putus, buang-buang waktu aja kan???”
”Pokoknya gue mau coba, gue udah terlanjur sayang sama dia….”
”Ya udah. Pokoknya lo jangan kaget ya kalau watak asli dia keluar?”
Akhirnya Putra jadian sama Dinar.
Baru seminggu jadian, kata-kata David mulai terbukti perlahan… Ternyata sifat Putra romantis banget! Nggak ketulungan romantisnya! Manggil Dinar dengan kata-kata dikau. Nyebut dirinya sendiri daku.
”Put, kita nyebut lo gue aja ya? Nggak usah dikau dan daku segala…” kata Dinar suatu ketika.
”Tapi daku lebih comfort dengan panggilan itu sugar….”
”Aduh, jangan panggil gue sugar. Nanti gue dirubung semut….” kata Dinar risih.
”Udahlah, Honey, nggak usah protes mulu. Lo tahu kan bahwa dikau my sweetheart???” selalu itu jawaban Putra.
Sebenarnya nggak masalah sih. Tapi sifat romantisnya yang nggak ketulungan membuat Dinar jadi bahan ketawaan temen-temennya. Awalnya, saat Dinar ngajak Putra ke ultah Mitha, Putra nunjukin sifat romantisnya tanpa malu-malu di hadapan banyak orang.
“Dikau jangan makan kebanyakan, Honey. Nanti kolesterol…” kata Putra mengingatkan.
“Sesekali nggak papa, Put…”
“Aduh, daku takut dikau sakit, Candy….”
Temen-temen Dinar pada kaget. Terutama Riva, sahabat Dinar. Langsung menarik tangan Dinar minggir.
“Din! Lo dapet cowok gituan di mana???” kata Riva kaget.
”Dia sahabat David, sepupu gue. Gue kenalan di rumah David…”
“Ih, kok cara ngomongnya aneh gitu? Dari tadi gue ngedengerin dia manggil elo dengan berbagai macam nama dari keluarga gula-gulaan. Dari honey, sugar, sweetheart, candy. Jangan-jangan bentar lagi nama lo jadi gulali…” kata Riva.
”Gimana dong? Itu gaya dia. Dan gue udah cinta banget sama Putra. Anaknya baik….”
”Tapi lo musti ajarin. Kalau di tempat umum, gaya bicaranya jangan seperti pujangga jaman balai pustaka. Ini udah jaman manusia bisa tinggal di Bulan! Udah nggak ada kata-kata Dikau dan daku lagi…!!!”.
Ya, Dinar awalnya cuek aja dengan istilah dikau dan daku. Bagi Dinar lucu banget sih. Tapi lama-lama, gara-gara kena provokasi teman-temannya, Dinar jadi mikir. Betul juga. Putra gayanya nyebelin banget. Kuno dan nggak gaul. Hari gini romantis???
Apalagi di rumah Dinar ada pembokat (ups! Jadul bener yak?) baru yang romantisnya nggak ketulungan. Namanya Bik Darma. Gaya bicaranya lembut dan nggak jauh beda sama Putra!
”Non, dikau mau Bibik masakin apa, Cantik?” gitu gaya Bik Darma nawarin masakan.
”Apa aja deh, Bik…”
”Wah, daku bingung nanti. Kalau Manis mau, Bibik masakin udang tepung. Apa Manis mau???” tanya bik Darma.
”Mau deh, Bik….”
”Baiklah, Rembulan….” kata Bibik lagi.
Aduh!! Dinar puyeng!!!
Masak sih namanya jadi banyak banget? Ada manis, cantik, rembulan.
”Kali pembokatmu, lines Din. Hiiii….” kata Riva lagi.
”Masak sih? Bik Darma usianya kan udah 60 tahun!”
”Iya! Abis manggilnya kayak orang lagi pacaran aja. Coba kamu pikir….”
Dinar langsung mikir.
”Eh, tunggu dulu! Gue belum selesai ngomong lo udah start mikir. Bik Darma jadi janda sejak usia berapa? Lo udah pernah nanya?”
“Udah. Sejak usia 17 tahun.”
”Nah, masak sih bik Darma betah ngejomblo sekian lama? Mustinya dia nikah lagi dong…”
”Iya, ya?” Dinar garuk-garuk kepala.
”Coba lo tanya sama si Bibik…”
”Bik, Bibik lines nggak, sih?”
”Iya. Tapi dulu….”
”Hah???”
Dinar kaget.
”Makanya dulu banyak yang tergila-gila sama Bibik….” jawab Bibik lagi.
”Haaahhhhh????” Dinar makin bengong.
”Emangnya kenapa, Non? Sampai sekarang masih kelihatan ya?” kata bibik main mata sambil monyongin bibirnya buat Dinar.
Dinar langsung pingsan..
Ketika sadar, bibik nampak di sebelah Dinar, sedang mengusap kepala Dinar lembut. Dinar ketakutan.
”Jangan, Bik! Jangan! Bibik bener-bener lines!”
”Gimana lagi Non? Itu udah bawaan lahir….”
Dinar kembali pingsan. Tapi ketika sadar yang kedua kali, Dinar ada ide bertanya pada bibik.
”Emang Bibik tahu apa itu lines?”
”Tahu. Lines itu genit kan? Kemayu. Centil. Iya kan, Non???”
Dinar tersenyum.
”Yeee, Bibik. Itu mah kenes!!!”
”Emang lines itu apa, Non?” bibik ganti bertanya.
“Cewek suka sama cewek!”
”Astaghfirullahalazim… laa haula walaa quwataa illa billa…. Ya Allah jauhkan Bibik dari segala fitnah….” bibik langsung khusyu berdoa.

***

Wah, romantis everywhere!!!!
”Kita putus ya, Put?” kata Dinar suatu ketika.
”What??? Apa my dear? Putus??? Baru jadian satu bulan. Apa kata dunia nanti???”
”Nggak usah pikirin apa kata dunia….”
”Tell me, Darling. Apa ada yang lain di hati dikau?”
“Nggak ada untuk sementara waktu…”
“My tears…. apa salah daku? Apa karena daku terlalu romantis? Beginilah daku apa adanya. Dikau harus paham…. Daku dibesarkan dari keluarga penyair. Dikau kenal Khairil Anwar?”
“Tau banget! Pujangga yang mengarang buku berjudul AKU itukan?”
”Bener, My Ocean….”
”Kenapa? Dia kakek elo???”
”Bukan. Tapi sekeluarga daku ngefans sama dia. Gara-gara dia, kakek daku, nenek daku, mama, papa, tante, om, semua alih profesi jadi penyair….” kata putra pelan.
”Hah??? Satu trah jadi penyair semua???”
”Betul. Keluarga daku sangat penuh kasih sayang dan selalu lembut dalam mengungkapkan sesuatu. Karena sesuatu itu akan makin indah jika diungkapkan dengan hati…. Coba dikau renungkan. Daku beri kesempatan dikau tafakur malam ini. Kenapa yang sudah Tuhan pertemukan musti dipisahkan?” kata Putra sungguh-sungguh.
Dan malamnya, di taman, Dinar mencoba merenung seorang diri. Bener juga. Apa sih salahnya Putra? Dia cakep, lembut, baik hati, penuh kasih sayang, romantis, memperlakukan Dinar bak seorang putri.
Masak sih Dinar harus dengerin kata-kata teman-temannya? Ah, Dinar puyeng!! Tiba-tiba Dinar mendengar suara tangis dari arah kolam renang. Suara kak Sita!!! Dinar berdiri menghampiri kakaknya.
”Kak??? Kakak nangis???”
”I… iya, Din. Apa kedengerannya kakak lagi ketawa?” tanya Kak Sita sambil tersedu.
”Lo kenapa, Kak? Kirain kuntilanak malem-malem nangis…”
”Gue sedih, Din. Sejak dulu sampai sekarang, gue nggak pernah dapetin cowok yang bener. Gue baru putus lagi sama Adel…”
”Apa??? Putus sama kak Adel???”
”Iya, Din. Gue nggak tahan. Dia kasar banget. Memperlakukan gue semena-mena. Kalo bicara kasar. Nggak ada lembut-lembutnya sama sekali. Nggak ada kasih sayangnya sama sekali. Apa semua laki-laki begitu?”
”Ya ampun….”
”Lo bayangin deh, Din. Sejak pacaran pertama kali, nggak pernah nyebut gue dengan kata-kata indah. Nama gue bagi dia, Heh! Apa sih susahnya manggil Sita, sayang, atau cinta? Gue kan cewek, Din! Gue mau diperlakukan dengan penuh kelembutan sesekali…’ kata kak Sita sedih.
Dinar mengangguk mengerti.
”Din, masih adakan cowok romantis di dunia ini? Yang mau bersikap lembut sama kita??? Katakan pada kakak, Din! Katakan!!!” kata Kak Sita histeris.
”Ada, Kak. Pasti ada. Pasti ada….” jawab Dinar menghibur kakaknya.
”Di mana???”
”Di hotel, di resto mahal. Kalau kakak nggak percaya, pas Kakak mau turun mobil, kakak dibukain pintu. Mau masuk, juga dibukain pintu. Mau duduk, kursi disipain, makan, diladenin. Romantis kan?”
Kak Sita bengong ngedenger jawaban Dinar.
Tapi paling nggak, kejadian barusan jadi semacam secercah ide buat Dinar. Betapa banyak cewek yang merindukan sosok cowok romantis dalam hidupnya. Lalu kenapa Dinar yang udah punya cowok seromantis Putra musti dia putusin????
Dinar tersenyum lega. Ternyata dia sangat beruntung punya cowok seperti Putra. Dinar mengangkat teleponnya.
”Halo??? Putra? Ini daku. Dinar….”
”Dinar???”
”Ya. Daku udah putusin, daku nggak jadi putus sama dikau. Karena Dikau ternyata cowok yang baik, lembut, dan romantis…” kata Dinar pelan.
”Dinar….”
”Maapin gue ya, Put? Kita nggak usah dengerin kata-kata temen-temen lagi. Yang ada kini hanya kita berdua. U n me….” kata Dinar lagi.
”Dinar? Lo pake kata-kata daku dan dikau?”
”Ya, kenapa enggak. Ternyata romantis itu indah… Apalagi ini bulan September. Bulan penuh cinta. Gue mulai mau belajar jadi cewek romantis. Udah ya, Put? Daku mau bobok. Have a nice dream, My Dear… Mmuah…” Dinar menutup teleponnya.
Lalu tertidur lelap.
Lelap banget…..
Meninggalkan Putra yang masih termangu tak percaya di dalam kamarnya melihat perubahan sikap Dinar….

Sumber : Aneka Yess Online

 
You can follow any responses to this entry through the Contac Us. You can leave a response.