Bisikan Angin Sepanjang Zaman

Ada kalanya camar lelah terbang menyapa anginangin tanpa bentuk yang hanya berasarasa. Anginangin menelisik ke tiap lubanglubang sekedar menakzim apapun. Zaman semakin berkerut seperti wajah lansia penyot. Letihnya dari teknologi yang membunuh segala samudera. Angin mencatatnya sebab dialah semua akan terungkap. Telingamu selebar benua, pantaslah dengar bisikbisik angin mengeluh sendu.
Teropong ke luas jagad meski tidak perlulah sampai ke nebula. Bukankah kini napasmu semakin sempit karena asap kotor perlahan menarik ruhmu? Cerobong pabrik dan knalpot hitam menjalar semau. Barang kali, jika bisa mengintip lewat rahim pada seluas bumi, para jabang bayi enggan bersapa dengan angin dunia bahkan memilih diam dalam rahim. Sebab buku catatan pesakit asma tumpukmenumpuk.
Janganlah kita membuat kisah trauma para pendatang kehidupan. Karena teknologi pembunuh yang kian bawa kebulan virus asap bisa terendap. Masuk garasi. Pabrik mati. Atau saringlah jadi pahlawan super di antara keliar angin yang tak pernah berujung pada hitungan. Atau kayuhlah rodaroda jari dalam peluh tenaga sepasang kaki berbetis dan cepatnya langkah menantang angin. Di sanalah, kau terbebas.
Bicara pula pada pepohon, sekiranya mereka mau menghirup kebulan asap untuk membingkis pada kami sebuah jernih untuk paraparu kami. Hingga tak usalah pegunungan dengan sawah aduhainya berhijrah ke kota. Karena nuansa hijau bisa lahir juga dalam detik terakhir yang tanggalkan ringis sakit.

 
You can follow any responses to this entry through the Contac Us. You can leave a response.