Cerpen KORUPTOR DAN TUKANG SEMIR

ini ada dan benar-benar terjadi di sekitar kita

KORUPTOR DAN TUKANG SEMIR

Yongki Kastanya

Malam. Daya, seorang waria muda yang baru saja keluar dari tahanan polsek Mahaka dengan keadaan yang babak belur, enam hari yang lalu karena dituduh mencopet di bus kota, datang ke tempat kerja barunya, sebagai tukang semir, di pojok barat alun-alun kota Mahaka. Siksaan para polisi padanya selama lima hari di polsek membuatnya pincang permanen dan satu bola matanya menonjol ke depan, sehingga ia sulit mencari pekerjaan baru yang rata-rata mengutamakan kesempurnaan fisik. Maka jadilah ia seorang tukang semir.

Pekerjaan sebagai tukang semir bukan pekerjaan asing bagi Daya. Ia tampak sangat menikmati pekerjaan itu meski sedikit orang yang mau memakai jasanya karena ia seorang waria. Seperti hari ini, meski ia sudah duduk empat jam di kursi kerjanya yang berupa balok kayu, senyumanya masih tersungging walau kotak uangnya belum terisi sesenpun. Sesekali ia memandang menara masjid di depan alun-alun kota, berharap Tuhan beriba padanya. Dan, doa seorang waria itu didengar juga oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sebuah mercy hitam bersopir, berhenti tepat di depan Gedung Kesenian Mahaka, yang terletak di seberang jalan dari alun-alun kota. Seorang pria bersetelan jas hitam, parlente, dan beraura pejabat, keluar dan turun dari mercy hitam itu. Sepertinya ia salah satu tamu undangan pesta dewan kota yang diselenggarakan walikota Mahaka, di Gedung Kesenian malam ini, yang disinyalir oleh LSM yang bergerak di bidang pemberantasan korupsi sebagai kegiatan silaturahmi antar para koruptor-koruptor berdasi yang duduk di dewan kota Mahaka. Anehnya, pria itu tidak langsung melangkah masuk ke Gedung Kesenian Mahaka, tempatnya berpesta, melainkan melangkah ke alun-alun kota, lebih tepatnya ke tempat Daya bekerja.

Ketika pria itu menyeberang, tiba-tiba saja petir menyambar disusul hujan mengguyur deras. Sang sopir yang merangkap ajudan setia memayungi pria itu dari belakang, saat akan menghampiri Daya.

Sembari berjalan, pria yang diketahui bernama Azam Syan Uzman, ketua fraksi I dewan kota Mahaka itu berbincang pada ajudannya.

Jang, apa benar di sana itu tukang semir?”

Benar, Pak. Anda beruntung masih menemukannya di sini.”ucap Ujang, sang ajudan, yang tahu majikannya resah sejak ia tak sengaja menginjak kotoran kuda di pom bensin, saat perjalanan tadi.

>>>>

Nona, Kau tukang semir?”Azam Syan Uzman mendekati Daya.

Daya yang sudah sering dipanggil Nona meski ia waria segera mengangkat muka, lalu mengangguk, “Ya. Benar.”

Syukurlah. Kalau begitu, cepat bersihkan sepatuku, lalu semir!”Azam segera mengambil duduk di bangku pelanggan yang sudah tersedia di depan Daya. Ia tampak nyaman, meski tempat itu terbilang kotor dan di pinggir jalan.

Ba…Baik, Tuan!”Daya segera melakukan pekerjaannya dengan girang.

Ia bersyukur dalam hati, “Alhamdulillah.”

>>>>

Ketika Daya tengah membersihkan sepatunya, Azam terus saja mengamati penampilan Daya yang baginya aneh sebagai wanita. Namun, ia lebih penasaran pada bola mata Daya sebelah kanan yang bengkak juga menonjol, serta memar dan lebam-lebam hitam yang menghiasi wajah, kulit tangan, bibir, dan leher Daya.

Nona, apa kau usai disiksa suami, kekasih, teman, atau orang tuamu?”Tanya Azam dengan nada bercanda.

Daya mengangkat muka sembari tersenyum heran,

Tidak. Saya tak memiliki mereka semua. Jadi, tidak satupun dari mereka yang menyiksa saya, Tuan.”

Benarkah? Kalau begitu,,,,,siapa?”

Polisi. Para polisi itu yang memukul saya, Tuan.”

Polisi? Apa kau bercanda?”Azam tertawa tak percaya.

Jika anda orang miskin dan orang lemah seperti saya pasti anda akan percaya.”

Mendadak, Azam diam.

Dan tak lama kemudian ia kembali bertanya.

Kenapa mereka memukulmu seperti itu?”

Karena saya dituduh sebagai pecopet di bus kota.”

Dituduh? Berarti kau bukan pelakunya?”

Semua orang menganggap saya adalah pelakunya, karena saya tidak seperti Tuan, atau Agnes Monica. Bagi saya, itu tak ada bedanya dengan kebenaran bahwa saya pencopet. Karena, Inilah kehidupan. Apa yang terlihat jauh lebih berlogika daripada yang tak terlihat. Apa yang sempurna jauh lebih istimewa daripada yang tak sempurna.”

Azam hanya tertawa, dan terus bertanya, “Memangnya, berapa rupiah isi dompet yang kau curi hingga kau tersiksa seperti ini?”

Sepuluh Ribu Rupiah.”

Sepuluh ribu rupiah? Hanya sepuluh rupiah?”teriak Azam tak percaya sembari tertawa terbahak-bahak.

Tepat di belakang Azam dan Daya, terlihat seorang pria tua tengah membereskan tabloid dan surat kabar yang tergantung di kawat etalasenya, karena ia akan pulang. Satu per satu tabloid dan surat kabar dimasukkannya ke dalam kardus bekas mie instan. Dan, di antara surat kabar juga tabloid yang masih tergantung di etalasenya, mayoritas adalah tabloid yang beredar enam hari yang lalu, yang memuat berita paling heboh saat itu, yaitu:

AZAM SYAN UZMAN, KETUA FRAKSI 1 DEWAN KOTA MAHAKA YANG DIDUGA MENYELEWENGKAN UANG RAKYAT UNTUK PENDIDIKAN DAERAH TERTINGGAL DI MAHAKA SEBESAR 100 MILYAR RUPIAH, DIPUTUSKAN TIDAK BERSALAH, DAN SEMUA TUDUHAN YANG DITUJUKAN PADANYA DICABUT SECARA HOORMAT OLEH PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI MAHAKA.

——————————————————————————————————-

Mahaka, enam hari yang lalu

Azam Syan Uzman, ketua fraksi I dewan rakyat Mahaka, yang juga menjadi tersangka penggelapan uang rakyat sebesar 100 milyar rupiah sehingga menjadikannya tahanan dugaan kasus korupsi oleh KPK (komisi pemberantasan korupsi) Mahaka selama dua bulan, hari ini menghadiri sidang putusan majelis hakim di pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Mahaka. Sepanjang perjalanan, pria berusia empat puluh lima tahun itu terus menyungging senyum sembari melambaikan tangan pada puluhan pendukungnya yang berdemo di sekitar area pengadilan dengan membawa spanduk besar yang bertuliskan, BEBASKAN AZAM SYAN UZMAN. Hal itu tentu semakin membuatnya bangga dan semakin yakin kalau ia tak akan divonis bersalah. Hasil dari dua pengadilan sebelumnya menunjukkan tak ada bukti yang memberatkan tuduhan KPK padanya, kecuali sebuah rekaman pembicaraan antara dirinya dengan enam anggota dewan yang kini juga menjadi tersangka. Namun, bukti otentik tersebut dianggap tak kuat oleh majelis hakim dan juri persidangan saat itu, karena beberapa ahli telematika yang dijadikan saksi ahli meragukan seratus persen keaslian suara di rekaman itu yang diduga sebagai suara para tersangka. Ini semakin menambah peluang Azam Syan Uzman bersama enam rekan lainnya bebas dari dakwaan KPK.

Turun dari mobil di pelataran gedung Tipikor Mahaka, Azam Syan Uzman disambut puluhan pejabat yang menjadi pendukungnya. Ia tampak bak seorang raja. Orang-orang di sekelilingnya berebut menyalami tangannya, juga mecium telapak tangannya sembari meneriakkan, ALLAHUAKBAR. Azam sama sekali tak terlihat seperti seorang tersangka. Ia tampil parlente, mewah, dengan pengawalan pribadi bak seorang selebritis di karpet merah. Para polisi serta para petugas keamanan di pengadilan Tipikor pun tak sunkan memberi hormat dan menyapa dengan nada ramah padanya. Itu membuat Azam makin percaya diri saat melenggang menuju ruang persidangan, dengan tak luput memberi senyum pada puluhan lensa kamera para wartawan yang terus memburunya.

Jauh dari hingar bingar pengadilan Tipikor Mahaka, saat ini Daya tengah sibuk membereskan barang-barang pribadinya di tempat kerjanya, Moon of Mahaka, sebuah pusat hiburan kaum waria dimana ia bekerja sebagai penari latar di sana. Hari itu ia harus segera meninggalkan Moon of Mahaka bukan karena ia dipecat, namun, karena ratusan orang bersorban yang menamakan dirinya MANUSIA PENGATUR MORAL MANUSIA datang berdemo di luar menuntut Moon of Mahaka ditutup segera, karena dianggap merusak moral manusia Mahaka. Awalnya, mereka hanya datang sembari meneriakkan yel tututan, namun lama-kelamaan, sikap anarkis mereka keluar. Mereka nekad merusak pagar depan Moon of Mahaka, dan masuk ke dalam gedung hiburan itu yang masih dipenuhi oleh para karyawan Moon of Mahaka yang kebanyakan adalah para waria. Puluhan anggota FORUM MANUSIA PENGATUR MORAL MANUSIA itu mengobrak-abrik dan merusak apapun yang dilihatnya di Moon of Mahaka dengan liar dan tak beradab. Bahkan tak sedikit dari mereka menyiksa, dan melecehkan beberapa waria yang tak sempat melarikan diri dari Moon of Mahaka. Tak satupun ada polisi dan pihak berwenang yang berani datang menghentikan aksi liar saat itu, hingga Moon of Mahaka menjadi puing-puing yang rata dengan tanah dua jam kemudian, usai dibakar.

Beruntung karena tahu jalan keluar melalui pintu belakang, Daya berlari menjauhi Moon of Mahaka dengan masih mengenakan kostum kerjanya, yaitu gaun ketat berpotongan dada rendah dan rok mini sepaha. Dandanannya pun menor dan meriah. Ia terus ditertawakan orang yang dilaluinya. Tak sedikit anak-anak kecil berteriak mengolokinya ‘BENCONG KESIANGAN” sembari melemparinya dengan batu saat ia berlari melalui gang-gang kecil. Namun itu tak dipedulikannya, karena saat itu ia sangat ketakutan.

Di ujung sebuah gang, Daya duduk untuk melepas lelah dan mengatur nafasnya. Namun, di saat ia menyeka darah yang terus keluar di lututnya usai terjatuh saat ia meloncat pagar belakang Moon of Mahaka, matanya dikejutkan oleh aksi mesum dua orang pria baya yang memakai baju koko menyerupai seorang ulama di sebuah mobil dengan seorang gadis remaja. Ketekejutan Daya semakin bertambah saat dua pria baya itu keluar dari mobil untuk membuang tisu, dikarenakan Daya mengenal keduanya, yang tak lain adalah dua ulama pemimpin pondok pesantren tempatnya mengaji.

Karena takut ia dianggap mengintip, Daya berlari meninggalkan ujung gang itu menuju halte bus.

>>>

Pukul Sebelas Siang, Di saat puluhan pendukung Azam Syan Uzman yang menamakan dirinya PECINTA KEADILAN bersorak seru meneriakkan yel-yel “BEBASKAN AZAM SYAN UZMAN” di luar pengadilan Tipikor, Daya menumpang bus kota untuk pulang, dengan berdiri, meski banyak kursi kosong di sekitarnya.

Bukan maksud Daya untuk terus berdiri selama satu jam perjalanan dengan bus kota. Sebab, saat ia duduk di bangku bus, orang di sampingnya mengumpat “SIAL” dan berpindah ke bangku di depannya, karena mereka tak mau duduk bersebelahan dengan waria. Lalu sang kenek menyuruhnya untuk terus berdiri, dengan imbalan potongan harga ongkos. Daya pun menuriti perlakuan yang sudah kerap diterimanya itu.

Ketika bus kota yang ditumpangi Daya berhenti di perempatan Cimalaya, tepat di depan pengadilan tipikor Mahaka, seorang gadis muda berparas cantik dan berpakaian ala muslimah naik ke bus kota, dan duduk di bangku kosong paling belakang. Melihat ada seorang gadis muda yang cantik, empat pria yang semula duduk merapat di dekat Daya segera pindah ke bangku dekat gadis muda itu. Daya hanya tertawa lirih sembari bergumam, “DASAR, BUAYA.”. Dan tak kurang dari sepuluh menit, empat pria muda itu sudah berkenalan dan berteman dengan gadis cantik berjilbab di dekatnya. Tanpa sadar, satu dompet milik seorang di antara mereka telah berpindah ke tas tangan gadis cantik berjilbab yang bernama, CEMPAKA itu.

Saat sadar dompet miliknya tak ada, seorang dari empat pria itu langsung menatap Daya dengan sorot mata penuh curiga. Daya yang tak tahu apa-apa hanya bisa bertanya, “Ada apa?”. Dan tanpa penjelasan juga komunikasi kepala dingin, empat pria itu langsung mengeroyok Daya sembari meneriakinya copet. Mungkin karena tak pernah berkesempatan memukul pencopet, para penumpang lain yang tahu ada pencopet di sekitarnya, ikut-ikutan memukul dan menendang Daya hingga perempatan Cempaka Putih.

Tepat di bibir perempatan Cemapaka Putih, sang kenek bersama para penumpang lain mendorong Daya, turun, dengan kasar. Waria muda itu terjerembab ke aspal, tepat di depan pos polisi. Empat pria yang salah satu dari mereka kehilangan dompet pun ikut turun ke pos polisi itu untuk mengadukan Daya sebagai pencopet, meski jumlah uang yang hilang itu sebesar sepuluh ribu rupiah.

>>>

Tanpa melalui proses panjang, Daya diantarkan ke polsek Mahaka Selatan, bukan untuk melakukan penyelidikan, melain untuk mendapatkan perlakuan yang berbeda. Maksudnya, semenit tiba di polsek Mahaka Selatan, Daya yang diketahui hanya seorang waria miskin dan bukan seorang selebritis atau anak pejabat, segera menerima siksaan berupa pukulan dan tendangan dari para polisi muda yang menginterogasinya. Bahkan, salah satu dari petugas polisi itu menjadikan mulut Daya sebagai penyedot juga tempat pembuangan spermanya. Sungguh mengerikan, dan sebuah ironi yang amat jauh menjomplang dengan apa yang dialami Azam Syan Uzman sekarang.

Hari ini, pengadilan berjalan cukup lancar, sesuai dengan harapan Azam. Tak kurang dari dua jam persidangan, ketua hakim pun mengetuk palu dan memutuskan vonis TIDAK BERSALAH untuk Azam Syan Uzman. Dan seluruh dakwaan padanya dicabut secara hormat.

Terdengar tepuk tangan dan teriakan ALLAHUAKBAR, yang sangat meriah di ruang persidangan saat Azam melakukan sujud syukur kemenangan.

——————————————————————————————————-

Mata Azam Terbuka. Begitu juga dengan Mata Daya.

Tuan, sudah selesai.”ucap Daya menatap Azam yang terus menatapnya dengan sorot mata iba.

Oh. Ya.”Azam terkejut, dan segera bangun dari duduknya.

Sepertinya anda akan berpesta di gedung sana. Anda tentu orang penting.”Daya berbasa-basi saat menunggu upahnya.

Azam tertawa sembari mengeluarkan uang dari dompetnya, “Jadi, Jadi kau tak mengenaliku?”

Dengan polosnya Daya menggelengkan kepalanya, “Tidak.”

Syukurlah. Setidaknya kau tak tahu apa yang baru saja menimpaku. Berapa ongkosnya?”

Tiga Ribu Rupiah, Tuan!”Daya menunjuk papan harga yang tergantung di pohon, di depan Azam.

Oh….murah sekali.”ucap Azam sembari memberikan selembar uang seratus ribu rupiah kepada Daya yang melongoh saat menerimanya.

Ambil kembaliannya!”

Tapi, kembaliannya sangat banyak, Tuan?”Daya kembali basa-basi.

Tak apa.”jawab Azam sembari berbalik menuju jalan raya untuk segera kembali ke gedung kesenian tempatnya berpesta.

Tuan, ini sangat banyak untuk ongkos menyemir sepatu!”Daya berteriak dari belakang.

Azam yang tengah menyeberang jalan, menghentikan langkah, tepat di tengah jalan raya yang tengah sepi kendaraan.

Ia tersenyum lebar lalu bergumam dalam hati. “Uang itu tak ada apa-apanya dengan seratus milyar uang rakyat yang ku curi.”

Tak apa. Ambillah!”Azam berteriak menghadap Daya, lalu ia kembali meneruskan langkah.

Namun, tiba-tiba saja, terjadi begitu cepat, dari arah kiri, sebuah motor besar yang melaju dengan kecepatan tinggi menghantam tubuh Azam hingga terdorong jauh ke sebuah batang pohon beringin di sudut alun-alun kota.

BRAAAKKKKKKKKKKKK

ARGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHHH

Semua orang di luar gedung kesenian Mahaka berteriak dan berlarian mengejar Azam, tak terkecuali Daya. Mereka semua histeris saat menemukan Azam sudah tak bernyawa dengan wajah dan tubuh digelimangi darah. Sementara sang pengendara motor tengah bertarung dengan maut, usai terlempar ke tepi trotoar jalan. Setelah seorang warga membuka helm sang pengendara motor, ternyata dia adalah pemimpin aksi anarkis di Moon of Mahaka enam hari yang lalu. Dan dalam hitungan detik saja, pengendara motor itu pun melepaskan nyawanya menyusul pria yang baru saja telah ditabraknya, Azam Syan Uzman, yang baru saja divonis tidak bersalah oleh pengadilan DUNIA yang fana ini.

Tuan, terimah kasih.”gumam Daya yang terlihat kaku menatap pria yang baru saja memberikannya uang tergeletak tak bernyawa di depannya.

~ TAMAT ~

Realita kehidupan yang tak seindah kisah Cinderela

 
You can follow any responses to this entry through the Contac Us. You can leave a response.