Cerpen Terindah

Cerpen Terindah

Oleh Feri A. Saputra

Cahaya dari monitor computer 15 inch di hadapanku yang menyilaukan mata membantuku terjaga. Segelas air putih dingin sesekali membuatku tersadar, seketika itu juga jari-jariku memainkan tombol-tombol di keyboard computer kerjaku. “aku harus menyelesaikan tugas ini” pikirku. Meski dengan memikirkan kalimat singkat itu makin menambah siksaan di kepala, berkali-kali aku salah merangkai kalimat, berkali-kali aku kehilangan kata.

Satu jam sudah berlalu dari pukul 12 malam, suasana hening dan sepi, sesekali hanya gemeretak keyboard dihadapanku yang mengusik genderang pendengaranku, bulu kudukku berdiri, tubuhku mengigil karena dinginnya udara dalam ruangan kantor berukuran 15 x 3 m ini. semua otot dan syaraf ku seakan memberontak, melawan keinginan yang menggebu-gebu.. tubuhku lelah tetapi tugas ini harus selesai, ini tekadku, ini janjiku tulisan ini harus selesai. Sebuah cerita pendek tentangnya. Gadis manis dan cantik Enggina pertama.

Ketika semua rekan kerja seperjuangan sudah pergi ke alam mimpi, mengistirahatkan membran-membran otaknya dan membiarkan fungsi memori yang bekerja pada kepalanya di dalam dinginnya ruang kantor redaksi tabloid bisnis terkemuka di Indonesia. Otakku masih bekerja, bahkan bekerja sangat keras, menemukan dan menyatukan tiap huruf menjadi sebuah kata kemudian menjadi kalimat yang apik dan menarik untuk dibaca. Tak biasanya aku mampu bekerja selarut ini, motivasiku saat ini sangat tinggi, tak seperti biasanya otakku malam ini selalu saja mengeluarkan jutaan variasi kosa kata di kepalaku, seakan tidak akan pernah habis. Padahal jari-jari tanganku sudah tidak bisa mengimbangi jutaan ide yang muncul di kepalaku, mataku sudah tidak bisa menatap dengan sempurna ke monitor, bahkan tulang punggungku sudah tidak mampu menopang berat tubuhku dengan sempurna, jika saja di kursi kerjaku tidak ada penopang bagian punggung pasti aku sudah terjengkang ke belakang.

-fas-

Aku Memang sedang termotivasi, motivasi terbesar yang pernah kualami di kantor ini, tetapi sayangnya bukan untuk menyelesaikan deadline pekerjaan sebagai seorang reporter professional, namun termotivasi untuk menuliskan sebuah cerpen, cerpen yang personal. Semua itu berasal dan bermula dari sebuah senyum yang muncul dari bibir seorang gadis berkerudung, satu angkatan kerja dengan ku dikantor. Namanya Anggina Perdana, mantan mahasiswa IKIP Jakarta atau yang lebih dikenal sebagai UNJ lulusan tahun 2007, dia jatuh cinta dengan semua kucing di dunia ini.. “kecuali kucing garong” katanya mantap ketika pertama kali berkenalan denganku.

Bukan hanya aku dan cowo-cowo teman satu ruangan di lantai 3 yang senang melihat wajahnya, tetapi semua penghuni gedung Indonesia Bussiness today sepertinya senang melihat dirinya. Jalannya mantap penuh percaya diri, dengan kaos berpadu baby dol kotak-kotak dan celana jeans warna biru gelap tampilannya sangat anggun dimata pria, ramah dan selalu mengobral senyum ke semua orang, tulang pipinya besar sehingga tanpa blas on pun pipinya akan selalu menonjol ketika tersenyum. Matanya besar dan bersinar, perpaduan bibir, hidung, jidat, mata dan pipi yang indah. Satu lagi kebesaran tuhan yang tampak indah dimataku.

Sulit untuk tidak diakui kalau aku juga tergila-gila padanya. Nggak juga sich, biasa-biasa saja, tetapi…. aku suka, duh gmana yaaa menggambarkannya… suka kadang sebel juga, dia wanita yang terbilang aktif dan easy going, makanya mudah saja bagi ku mendapatkan nomor teleponnya, dengan sedikit bercanda dan muka memelas akhirnya ia tega juga memberikan kode pribadi yang digunakannya untuk berkomunikasi langsung dengannya.

“untuk orang yang gue kenal kenapa nggak” ucapnya sambil menadahkan tangan meminta hp ku. Tangan kanannya yang halus menekan-nekan key pad nokia 6020 yang telah menemaniku 4 bulan belakangan ini. Tidak lama kemudian tangannya yang kiri merogoh hp dari saku celana jinsnya. Dan mengeluarkan Nokia seri N-73 yang bergetar.

“oh punya pulsa toch..” wajahnya tersenyum dengan mimik yang meremehkan

“sialan juga nich cewe” ucapku gondok dalam hati.

Yup, begitulah.. mau kesal tapi kadang itu yang bikin menarik dalam dirinya, sangat menyebalkan apalagi ketika niat jahilnya bermunculan ke sekujur tubuhnya. Pernah ada teman kantor yang seharian di punggungnya terdapat tulisan tangannya

“awas tukang intip”. HP ku pernah pula di banderoli label harga bekas RP 4000 yang didapatnya dari sebuah roti coklat yang disantapnya sendirian. Jahil tetapi karena dia menarik maka semua pria yang pernah di jahilinya bakalan antri minta dijahilin lagi… apa itu gak bisa disebut tergila-gila… trus ‘gue’ pake ketularan lagi.

-fas-

Sebulan kenal dengan gadis jahil berkerudung reporter utama pemegang rubric kafe dan rubric tokoh untuk tabloid info kuliner Jakarta ini, membuatku selalu deg-deg serrr ketika melihat wajahnya, kalau dia pulang liputan rasanya pengen dech memberikannya sepiring anggur kesenangannya, dengan segelas jus jeruk dingin favoritnya. Tapi karena di kantor ada larangan untuk tidak sembarangan memberikan makan kepada binatang yang dilindungi jadi aku urungkan niat suci itu.. loch!!

Dari hari kehari, aku selalu mencari celah, mencari cara, memutar otak untuk bisa berkomunikasi atau sekedar duduk dekat dengan dirinya. Tapi aku nggak mau terlihat terlalu frontal dan ganas seperti orang yang mupeng. Aku mau yang elegance kalau perlu tidak ada yang tahu... habis kalau tidak nanti aku dimasukkan dalam daftar anggota ASW, Anggies Smiling Watch. Setahuku anggotanya lumayan banyak juga, ada yang aktiv dengan kegiatan nelpon-nelpon iseng dan menggangu anggi dengan membalas kejahilan si pemilik andeng-andeng di bawah bibir ini. ada juga yang Cuma partisipan Cuma sekedar say hello ketika berpapasan langsung dengan pemilik bokong besar ini.. buat aku yang masih sedikit normal dan tukang jaga image aku gak mau dong dikategorikan sebagai ASW.

Semakin sering diajak becanda, semakin senang hati ini, semua beban berat dari kantor seakan menyusut dan menghilang terhapus senyumnya. Namun sayang gadis yang hangat, ramah dan periang ini statusnya looks single, but she’s not available any more ada yang selalu menjemputnya di malam-malam setelah deadline atau pada malam-malam minggu tanpa kejaran setoran tulisan. Dia penggemar cowok-cowok chubby, dan yang terpenting bibirnya cowok itu tidak menghitam karena sisa-sisa pembakaran nikotin. Dengan statusnya yang sekarang cukup menjatuhkan juga semangat para ASW. Tetapi bukan cowok kalau tidak punya motto “sebelum bendera kuning berkibar asal masih bisa menyenangkan hati, dan tidak menyakiti hati sebangsa adam karena tidak ketahuan, kenapa nggak”. Toh jam terbang anggi kebayakan di kantor 3 lantai ini. Dari pukul 10 sampai pukul 7 malam dia bisa ditemukan dikantor tiap hari, apalagi ketika waktu wajib setor tiba dia bisa 2 hari di ruangan yang sama. Jadi intensitas cowo baik nan beruntung yang telah berkomitmen tuk selalu menjemputnya saat ini masih kalah dengan Aku dan semua cowok kuli tinta di gedung penghasil 4 tabliod besar dan 1 koran bisnis dI Indonesia ini. Setidaknya selama ia masih bekerja sebagai pencari berita.

Aku yang jam terbangnya hanya berbeda satu minggu dengan dirinya, merasa jenuh dan lelah yang amat sangat pada bulan ke dua, semua cita-cita dan tujuan aku berkarir di media ini sudah tercapai semua. Sedangkan aku belum menciptakan tujuan-tujuan baru yang membakar semangat kerjaku. Semangat Yang membuat aku berapi-api dalam menjalankan tugas. Dalam kondisi terpuruk itu, aku bertahan, aku memutuskan untuk menghabiskan 4 bulan waktu tersisa dari kontrak kerjaku di kantor itu. Dan yang membuat ku bertahan adalah berada di dekatnya, walau sekedar bercanda, melihat senyumnya puas setelah liputannya sukses, melihat gayanya yang lucu berdebat dengan pemimpin redaksi mengenai tokoh public untuk edisi mendatang. Aku senang.

Anggi pernah mengajukan untuk mewawancarai Penulis yang sedang naik daun sang pemimpi si Ikal Andrea Hirata. Namun karena Bang Hendrik pemimpin redaksi untuk dua tabloid, sekaligus bossku merasa tidak kenal dan kurang familiar dengan tokoh baru tersebut menolaknya mentah-mentah, berbagai argument mereka beterbangan di udara, saling sindir dan saling silat komentar berbumbu rayuan menyeruak ke telinga yang ada di dekat mereka, aku dan beberapa yang kebetulan menyaksikan hal tersebut hanya bisa tertawa, kadang menimpali si boss untuk menekan anggi kadang kita yang memperkuat argument sang jurnalis mempertahankan idenya.

“bang andrea hirata itu penulis terkenal bang.. triloginya best seller di Indonesia” gagah berani anggi berdiri dan menghampiri meja pimpinan.

“terkenal mana dia sama JK rowling?” balas sang pemimpin dengan tenang di kursi besarnya “kalau kamu wawancara JK. Rowling baru ku izinkan” tambahnya datar.

“ya jangan dibandingkan dengan Rowling dong bang… Andrea itu idola anak muda saat ini” tatapan mata anggi berapi-api seperti ucapannya.

“saya tidak kenal” datar saja boss ku menjawabnya

“ya… abang sih kurang gaul, apa mau baca novelnya dulu? Anggi punya” rayunya

“tidak” jawab bossku mantap

“bang boleh yaaa.. aku ngefans banget sama dia” wajahnya memelas minta perhatian

“oh jadi ini maslah pribadi, hanya karena kamu ngefasn.. begitu.. kok kamu gak professional sich? Dasar anak mama” tegur bossku.

Dengan wajah sedikit kecewa mendengar balasan argument yang keluar dari milik si boss anggi hanya bisa mengankat tangannya tanda menyerah.

“ya udah dech biarin, tapi anggi bukan anak mama.. abang baru lihat sekali anggi jalan sama mama langsung aja bilang anggi anak mama huh dasar” celetuknya sebelum ngeloyor kembali ke meja kerjanya.

“tuhkan ngambek yee anak mama…” balas si boss sambil melempar senyum ke udara.

Betapa menyenangkannnya kantor ini penuh dengan suasana kekeluargaan. Namun Hal itu tidak cukup kuat bagiku untuk bertahan. Keberadaanku yang dekat dengan Anggilah yang menguatkan aku bertahan di sini. Aku bahkan sempat berangan-angan kalau punya istri seperti dia pasti menyenangkan.. mandiri, lucu menggemaskan kadang menyebalkan dan penyayang binatang. Terutama kucing. Semua cerita dari dirinya tentang kucing dirumahnya yang jumlahnya puluhan, semua kucingnya ia beri nama, awalnya kupikir dia punya banyak adik dan saudara tapi ternyata itu semua adalah kucing peliharaan dirumahnya. Ia sangat perhatian kepada bintang “she love it” seolah ia adalah pendiri organisasai WWF yang terkenal itu. Seandainya ia di beri kesempatan berpidato di konferensi WWF di Geneva maka ia akan berteriak lantang “stop kekerasan dan penyikasaan pada semua binatang di dunia ini.. kecuali anjing buduk.” Anjing buduk yang pernah mengikutinya berputar-putar komplek rumahnya ketika ia masih duduk dibangku sekolah dasar. yang membuatnya trauma setengah mati bertentangan dengan ideologinya tentang kebinatangan.

Akhirnya dalam keterpurukan aku mendapat panggilan kerja di tempat lain. Jujur saja ini membuatku semangat karena tunjangan, fasilitas dan gaji pokok yang ditawarkan sangat menggiurkan. Yang membuat ku menatap lebih cerah ke masa depan. Sebuah masa dimana aku menjadi kebanggan bagi istri ku. Pelindung bagi anak-anakku. Aku yang sedang tergila-gila sama anggi tiba-tiba memutuskan aku keluar saat ini juga dari kantor ini aku berkonsentrasi untuk lulus di tempat baru. Rela meninggalakan kenyamanan bersama anggina. Ya aku rela karena toh sapa tahu aku bisa menjemputnya nanti, dan jika ia bersedia aku akan mengajaknya membangun sebuah keluarga. Disana aku optimis bisa mencukupi kebutuhannya, sandangnya cukup, tidak bagus memang tapi aku pastikan auratnya yang selama ini terjaga akan tetap terjaga, pangannya cukup, tidak mewah memang tapi gizi dan jumlahnya cukup sehingga bisa punya energi untuk membesarkan anak-anak ku. Terakhir papannya cukup, tidak besar memang bahkan belum tentu punya sendiri tapi aku pastikan ia tidak kedinginan dan tidak kehujanan. Di pekerjaan baru ku aku punya banyak waktu untuk dirinya dan punya cukup energi untuk mengatur rencana membangun bisnis catering seperti yang anggi cita-citakan. Untuk itu aku akan keluar dan berjuang di tempat baru sana.

-fas-

Di dunia serba canggih penyebaran informasi memang sangat cepat, aku yang baru satu hari mengutarakan niatku pada pimpinan untuk menyudahi ikatan kerja ini ternyata beritanya sudah sampai ke gendang telinga rekan-rekan kerjaku. Semua kaget apalagi baru bulan kemarin Febri sahabat anggi di kantor yang juga reporter untuk rubric artis telah lebih dulu meninggalkan kantor ini.

Ketika usai melaksanakan sholat ashar berjamaah, anggi mempertanyakan kebenaran tentang cerita yang beredar di kantor. Wajahnya tidak seceria biasanya.

“fer, benar mau resign.?” Tanyanya pelan seperti ada keraguan untuk mengungkit kebenaran cerita itu.

“nggak kata siapa?” ujarku sekenanya untuk melihat ekspressi selanjunya dari gadis yang berdiri dihadapanku yang sedang merapikan mukenanya.

“jangan bohong, aku tahu kok.” Wajahnya masih suram tidak seperti biasanya

“baru rencana.. belum pasti” kataku. Ya saat itu memang keadaanku belum pasti secara hukum karena aku belum menyerahkan surat pengunduran diri. Tapi aku sudah mantap dengan keputusanku. Andai ia tahu kalau aku mau mengejar mimpi baru diluar sana karena merasa dekat dengannya. Merasa nyaman dan mau melakuakn apa saja untuknya. Aku tersenyum. Dia tersenyum tapi sepertinya tidak puas.

Setelah resmi aku tidak bisa menutupi cerita itu lagi, waktuku bersama rekan-rekan termasuk anggi tinggal 2 minggu lagi. Aku tidak akan menyianyiakannya. Aku berusaha menemani ia makan siang atau makan malam. Hanya itu yang aku bisa. Kalau waktu sholat datang aku senang menjadi imamnya. Tapi aku sadar akan statusnya, dan anggi yang sangat tegas dalam bersikap tak pernah sekalipun dalam hatinya untuk menghianati cinta cowoknya, setidaknya itu tergambar dari cara ia bercerita tentang cowo yang selalu menjemputnya, ia bangga cowoknya saat ini adalah yang terbaik dari semua cowo yang pernah menjalin hubungan dengannya. Aku hanya bisa mengelus dada kalau dengar cerita itu, aku hanya berdoa semoga aku juga mendapatkan sesuatu yang baik.

Hari-hari terakhir aku merasa makin dekat dengannya, aku sering menggangunya dengan sms-sms, atau kata-kata di yahoo mesengernya. Ia memang baik ia tak pernah curiga kepada siapapun yang dikenalnya. Ia mau saja membalas semua sms dan keisenganku via internet. Itu saja sudah cukup menyenangkan.. itu sudah menghiburku di ahir-akhir masa tugasku.

“yakin mau pergi..” tanyanya via Ym

“yakin” balasku dengan huruf kapital besar menandakan kemantapanku

“suka baca cerpen? Mau baca cerpen punya ku” tanyaku sebelum ada balasan darinya. “mau, aku suka sekali cerpen” balasnya

“ok.. btw sudah makan?” tanyaku sembari membubuhi tanda senyum pada ujung kalimat Tanya itu.

“aku sedang puasa.. kau saja duluan” jawabnya

“wah padahal aku mau mentraktir mu hari ini, kalau begitu bukan rejekimu” godaku

“waaaaaaaaaa mau dong, kan masih bisa saat magrib tiba.. di pizza hut ya, hanya gue kan?” ketiknya semangat

“nggak akh.. aku mau pulang cepat” aku mengelak

“yaaa.. ayo dong kita makan, fer loe harus traktir gue..” rayunya

Membaca tulisan itu membuat hati ini berwarna-warni, seluruh bagiannya di tumbuhi bunga, ini adalah kesempatanku untuk makan berdua, bukan tidak pernah, tetapi kesempatan ini akan menjadi special di penghujung masa kerjaku.

Setelah aku menerima dan menyanggupinya setiap aku berpapasan dan bertemu dengannya ada raut menagih di wajahnya yang di dominasi oleh pipinya yang chubby itu. Aku selalu mengelak untuk menggodanya, semakin aku mengelak semakin kuat ia memaksa aku tuk mewujudkan hal itu, wuuuiiiih senangnya… ini bukan makan biasa. Mungkin disini aku bisa menyatakan isi hatiku, aku suka sama dia.. aku tak memaksanya untuk menyukai ku juga, aku suka dia dan akan kunyatakan saat makan bersama nanti.. kalau ditanya alasannya aku tidak punya jawabannya.. tapi hak semua orang menyukai sesuatu, seperti aku menyukai dirinya saat ini.

-fas-

Udara di ruangan kantor ku semakin dingin, rupanya diluar turun hujan, aku beranjak dari kursi yang menyangga tubuhku saat merangkai kata-kata yang terungkap pada layar monitor. Aku meraih gelas plastic warna ungu di samping kiri monitor, berjalan terhuyung ke dispenser dan mengalirkan air dingin kegelas yang ku genggam erat. Mata ku sudah berat sekali dan enggan tuk membuka kelopaknya, namun setelah menengguk air dari dalam gelas yang rasanya sedingin es, mataku kembali segar. aku kembali mengisi penuh gelasku kemudian kembali ke kursi kerjaku.

Gemeretak keyboard kembali menyibukkan gendang telingaku. Menandakan otakku kembali sibuk menyusun jutaan huruf-huruf menjadi kata yang bermakna, menyusun kata-kata itu menjadi kalimat yang menggugah. Tak perduli sudah hampir sepertiga malam aku terjaga, aku harus menyelasaikannya. Sebuah cerpen untuknya. Cerpen yang dipesannya khusus kepadaku yang isinya menceritakan tentang dia anggina perdana. aku harus menyelesaikannya sebelum aku pergi. Dan ini adalah hari terkahir. Aku mau sekali lagi mendengar ucapannya

“buatkan aku sebuah cerpen tentang diri ku.. maka akan ku anggap sebagai kenang-kenagan terindah dari mu.. sayang”.

 
You can follow any responses to this entry through the Contac Us. You can leave a response.