Cerpen Terbaru Perjalanan Pulang Selmi

Perjalanan Pulang Selmi

Aku bisa melakukan gerakan berputar tanpa menyentuh tanah. Aku pun bisa membuat gelembung-gelembung kecil menghambur ke atas. Ini bukanlah sulap. Begitulah aku, sebab aku adalah ikan salmon.

”Panggil aku Selmi”.

”Aku Olni.”

Ikan salmon mengawali hidupnya di sebuah hulu sungai. Ketika menginjak dewasa, mereka harus melakukan sebuah perjalanan menuju laut. Perjalanan menuju laut ini sudah menjadi tradisi turun menurun yang hanya dilakukan oleh ikan salmon.

Setelah kami sampai di laut, kami musti kembali lagi ke hulu. Tidak banyak ikan salmon yang berhasil pulang dengan selamat. Banyak di antara kami yang tertangkap pemburu, tersesat, atau mati di darat.

Olni adalah seorang sahabat yang baik. Aku baru saja mengenalnya. Kami langsung merasa akrab seperti teman lama.

”Sekuat apapun arus, maju terus!”

Aku dan Olni berteriak sambil membiarkan tubuh kami terbawa arus. Kalimat itu diajarkan Guru Salm sebelum kami berangkat menuju laut. Kalimat itu seperti mantra yang membuat kami kembali tegar ketika semangat mulai memudar.

Berbulan-bulan, akhirnya kami mencium bau asin. Ini adalah sebuah pertanda bahwa perjalanan kami sudah dekat. Kami mempercepat gerak. Sampailah kami di ujung sungai dan kami sampai di laut. Kami semua bersorak. Tak lama kemudian ikan-ikan salmon yang lain juga datang. Kulihat Olni tersenyum.

***

Olni hanya tersenyum saat kukatakan bahwa perjalan pulang ini akan sangat berat. Olni sungguh tegar, tak kulihat sirip-siripnya menggembung seperti milikku yang disebakan takut. Aku membayangkan bagaimana jika aku nanti tertangkap jaring dan tak bisa kembali. Lalu berhari-hari kami kembali menyusuri sungai untuk pulang.

”Pernah ada sebuah cerita tentang ikan salmon yang berenang di darat,” kata Olni ”suatu kali ada salmon yang tertangkap jaring dan di bawa ke atas. Lantas, ikan itu meloncat dari timba dan tergelepar di darat.”

Olni menghentikan ceritanya. Kami tengah tertegun dengan apa yang ada di hadapan kami. Sepertinya tempat ini tidak pernah kami lewati ketika berangkat menuju laut. Aku yakin, kali ini kami pasti tersesat.

Di depan kami tampak kehidupan yang begitu asing. Ada banyak sampah. Kami melihat kaleng-kaleng berkarat juga plastik. Anehnya, aku melihat ikan-ikan lainnya hidup tanpa beban dengan sampah-sampah di sekitar mereka.

Sepanjang perjalanan, kami melihat suasana yang sama. Bau menyengat yang sama. Tak sedikit kulihat bangkai-bangkai ikan terhanyut arus. Aku sungguh merindukan arus yang bening dan bebatuan yang teduh.

Kami harus menghentikan perjalanan untuk beristirahat. Aku dan Olni masuk ke dalam sebuah kaleng berkarat. Kami terkejut ketika di dalam ada seekor udang berkacamata yang tengah membaca buku.

Udang itu sangat baik. Ia mempersilakan kami beristirahat dan mebawakan kami makanan. Ia juga menceritakan keindahan arus sungai ini sebelum banyak sampah.

”Itulah manusia yang tak pernah mau tahu keberadaan kita di sini”.

Setelah merasa kuat lagi, kami harus mengucapkan selamat tinggal kepada udang yang baik itu. Sebab, perjalanan yang kami tempuh masih panjang. Aku dan Olni terus berenang.

Selmi,” seru Olni ”aku mencium air yang bersih tak jauh dari sini!”

Lalu kami meluncur melawan arus. Berhari-hari kami terus berenang. Aku hanya terbayang rumah, dimana ada arus yang bening mengalir. Dan, ketika malam aku bisa melihat bintang-bintang berpendar di atas permukaan air. Tapi ketika aku naik ke atas, bintang itu terlalu jauh untuk kusentuh.

Tak lama kemudian kami sudah sampai di air yang bening itu. Kami bisa bernafas dengan lega. Tiba-tiba entah dari mana arahnya, ada sebuah jaring hampir menerkam tubuhku. Olni segera mendorongku hingga justru dirinya yang terjerat. Aku begitu panik. Jaring itu terus menyeret tubuh Olni ke tepi.

Pergilah Selmi, mungkin akan ada jaring lagi”

Tidak, aku tidak akan pernah meninggalkanmu!”

Selmi, kau masih ingat ceritaku tentang ikan yang berenang di daratan? Mulanya ia juga tertangkap, lantas ia terus mencari jalan pulang. Ia tak pernah putus asa. Ia terus menggelepar mencari arus, dan percaya akan selamat. Hingga akhirnya ia bisa menemukan jalan pulang. Kau adalah sahabat terbaikku, tunggu aku di rumah!”.

Aku meninggalkannya, walau terasa berat. Aku terus berenang hingga tak lagi kupedulikan siang atau malam. Sesekali aku melihat bintang mengalir di permukaan air. Aku seperti melihat Olni di sana.

Berbulan-bulan aku berenang sendiri tanpa Olni. Akhirnya aku melihat sekumpulan Salmon di depan. Aku pun bergabung dengan mereka. Barangkali di sana aku bisa menemukan Olni. Tapi, pencarianku sia-sia.

Sampailah aku bersama kerumunan salmon lainnya di hulu. Betapa bahagianya aku bisa pulang ke rumah. Tetapi, kebahagiaanku tidaklah sempurna sebelum aku melihat Olni kembali.

Suatu kali aku mengetahui sebuah cerita tentang ikan salmon yang berenang di daratan. Ikan itu terus menggelepar dan tak pernah bisa menemukan air, akhirnya salmon itu mati karena udara telah membakar tubuhnya.

Hingga aku menikah dan memiliki seorang anak, aku belum juga mendengar kabar Olni. Tetapi aku yakin bahwa Olni selalu hidup dan akan pulang. Aku sering menceritakan kisah ikan salmon yang berenang di daratan kepada anakku. Tentu saja dengan akhir yang bahagia. Dan sebelum anakku berangkat, kukatakan padanya:

Perjalanan pulang dari laut adalah perjalanan mengejar sebuah mimpi. Perjalanan itulah yang akan mengajarimu bagaimana tidak berputus asa. Dan mimpi itu bisa terwujud ketika kau tidak berputus asa”

Malang, 2007

Karya Lubis Grafura

 
You can follow any responses to this entry through the Contac Us. You can leave a response.